BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pendidikan
merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi dan sangat penting bagi
kehidupan manusia. Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi dan
mendewasakan siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap
lingkungannya, dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan normal serta akan
menimbulkan perubahan dalam dirinya sehingga ia dapat melaksanakan tugas-tugas
sebagai manusia dalam kehidupan masyarakat. Pendidikan berarti mengembangkan
semua aspek kepribadian manusia, yang mencakup pengetahuannya, nilai serta
sikapnya, dan keterampilannya. Yaitu sebagai pewaris kebudayaan dari generasi
tua ke generasi muda, agar hidup masyarakat tetap berlanjut. Namun dalam
perkembangan sekarang ini masalah pendidikan terlihat agak dikebelakangkan dan
lebih ditonjolkan kepada masalah pembelajaran.
Pembelajaran
adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga
terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik yaitu pembelajaran harus
lebih menekankan pada praktek, guru harus mampu memilih serta menggunakan
strategi dan metode pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mempraktekkan
apa yang dipelajari, juga perlu ditekankan pada masalah-masalah aktual yang
secara langsung berkaitan dengan kehidupan nyata yang ada di masyarakat. Dengan
mengkombinasikan unsur-unsur manusiawi, materinya, fasilitas, perlengkapan dan
prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Materi meliputi
buku-buku, papan tulis, fotografi, slide dan film, audio dan vidio tape.
Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruang kelas, dan perlengkapan audio
visual. Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktek,
belajar, ujian dan sebagainya.
Pembelajaran
yang berorientasi pada penguasaan materi saja dianggap gagal dalam menghasilkan
peserta didik yang aktif kreatif dan inovatif. Peserta didik berhasil
“mengingat” jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali peserta didik
memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Oleh karena itu perlu ada
perubahan pendekatan yang lebih bermakna sehingga dapat membekali peserta didik
dalam menghadapi permasalahan hidup yang dihadapi sekarang maupun yang akan
datang. Pendekatan pembelajaran yang cocok untuk hal di atas adalah pembelajaran
kontekstual (CTL).
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menitikberatkan pada
proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang
dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga
mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Pendekatan
kontekstual (CTL) merupakan konsep belajar yang beranggapan bahwa anak akan
belajar lebih baik jikalingkungan diciptakan secara alamiah, artinya belajar
akan lebih bermakna jika anak “belajar” dan “mengalami” sendiri apa yang
dipelajarinya, bukan sekedar “mengetahuinya”. Pembelajaran tidak hanya sekedar
kegiatan menstransfer pengetahuan dari guru kepada siswa, tetapi bagaimana
siswa mampu memaknai apa yang dipelajari itu. Oleh karena itu, strategi
pembelajaran lebih utama dari sekedar hasil.
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching
and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama
pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism),
bertanya (Questioning), menemukan (Inquiri), masyarakat
belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan
penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)
Dalam
pembelajaran ini siswa didorong untuk mengerti apa makna belajar, apa
manfaatnya dan bagaimana mencapainya. Dengan demikian mereka akan memosisikan
dirinya sebagai fihak yang memerlukan bekal untuk hidupnya nanti dan
pengetahuan atau ketrampilan itu akan ditemukan oleh siswa itu sendiri bukan
apa kata guru. Karena pentingnya sebuah pengetahuan terletak pada kegunaannya,
pada penguasaan kita terhadap pengetahuan itu. Dengan kata lain adalah sesuatu
yang berurusan dengan penanganan pengetahuan, pemilihan pengetahuan untuk menetapkan
hal-hal yang relevan dan penerapannya untuk nilai dari pengalaman langsung
kita.
Pembelajaran
tidak hanya menekankan penguasaan menghafalkan fakta, angka, nama, tanggal,
tempat dan kejadian yang dipelajari secara terpisah-pisah. Satu nama lain tapi
justru hubungan antara bagian-bagian tersebutlah yaitu konteksnya yang
memberikan makna. Semakin banyak keterkaitan yang ditemukan siswa dalam konteks
yang luas, semakin bermaknalah isinya bagi mereka. Jadi, sebagian besar tugas
guru adalah menyediakan konteks. Semakin mampu para siswa mengaitkan
pelajaran-pelajaran akademik mereka dengan konteks ini, semakin banyak makna
yang akan mereka peroleh dan akan menuntun pada penguasaan pengetahuan dan
ketrampilan.
Dalam
kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya.
Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi
informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama
untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru
datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di
kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.
BAB II
KONSEP PEMBELAJARAN CTL
(CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)
A.
Pengertian Pembelajaran CTL
Majunya
perkembangan zaman modern seperti sekarang ini, pembelajaran Contextual
Teaching and Learning merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang banyak
dibicarakan orang, dengan menganggap bahwa CTL adalah “mukanya” Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK), yakni merupakan salah satu pendekatan yang dapat
diandalkan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan KBK. CTL merupakan
pendekatan pembelajaran yang lebih memperhatikan karakteristik siswa atau
daerah tempat pembelajaran. Aplikasi pendekatan CTL bermula dari penelitian
John Dewey pada tahun 1916 yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan
baik bila apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dengan
kegiatan atau peristiwa yang terjadi disekelilingnya. Maka pendekatan
kontekstual atau lebih terkenal dengan sebutan Contextual Teaching And Learning
(CTL) merupakan konsep pembelajaran yang membantu guru untuk mengaitkan antara
materi ajar dengan situasi dunia nyata siswa, yang dapat mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dipelajari dengan penerapannya dalam
kehidupan para siswa sebagai anggota keluarga dan masyarkat.
Beberapa pengertian pembelajaran
kontekstual menurut para ahli pendidikan adalah sebagai berikut:
a. Johnson mengartikan pembelajaran
kontekstual adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa
melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara
menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan
konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya.
b. The
Washington State Consortium For Contextual Teaching and Learning mengartikan pembelajaran
kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa memperkuat, memperluas,
dan menerapkan pengetahuan dan ketrampilan akademisnya dalam berbagai latar
sekolah dan di luar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam
dunia nyata. Pembelajaran kontekstual terjadi ketika siswa menerapkan dan
mengalami apa yang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah riil yang
berasosiasi dengan peranan dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga,
masyarakat, siswa, dan selaku pekerja.
c. Center
on education and work at the university of wisconsion madison mengartikan pembelajaran
kontekstual adalah suatu konsep belajar mengajar yang membantu guru
menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa
membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan siswa
sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan pekerja serta meminta ketekunan
belajar.
Dari konsep tersebut ada tiga hal
yang harus kita pahami.
1. CTL menekankan kepada proses
keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar
diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam
konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi
proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.
2. CTL mendorong agar siswa dapat
menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan
nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman
belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan
dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan hanya
bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional. Akan tetapi materi yang
dipelajariya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah
dilupakan.
3. CTL mendorong siswa untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat
memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran
tersebut dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi dalam
konteks CTL bukan untuk ditumpuk di otak kemudian dilupakan, akan tetapi
sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.
Berangkat
dari tiga hal di atas diharapkan hasil pembelajaran akan lebih bermakna. Proses
pembelajarannya akan berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa
bekerja dan mengalami, bukan sekedar transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Yakni tidak hanya sekedar menghafalkan ilmu-ilmu atau pengetahuan yang diberikan
tapi siswa harus mengkontruksikan pengetahuan di benak mereka dan mengalami
sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru dan dengan dibiasakan
memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut
dengan ide-ide.
Dalam
pembelajaran yang bersifat konstekstual ini, siswa didorong untuk mengerti apa
makna belajar, apa manfaatnya dan bagaimana mencapainya. Diharapkan mereka
sadar bahwa apa yang mereka pelajari itu berguna bagi hidupnya. Dengan demikian
mereka akan memosisikan dirinya sebagai pihak yang memerlukan bekal untuk
hidupnya nanti. Dengan menggunakan
pendekatan CTL dalam proses belajar mengajar akan mampu mendorong siswa agar
tau akan pentingnya ilmu pengetahuan sehingga dapat menumbuhkan minat siswa
untuk mau terus belajar.
Pendekatan
kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar
sebagai berikut :
1. Proses belajar
-
Belajar
tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkontruksi pengetahuan di benak
mereka.
-
Anak
belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari
pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
-
Para
ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan
mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan.
-
Pengetahuan
tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah,
tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
-
Manusia
mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
-
Siswa
perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi
dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
2. Transfer Belajar
-
Siswa
belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.
-
Keterampilan
dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit)
-
Penting
bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan
dan keterampilan itu
3. Siswa sebagai Pembelajar
-
Manusia
mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak
mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.
-
Strategi
belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan
tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.
-
Peran
orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah
diketahui.
-
Tugas
guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada
siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa
untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
4. Pentingnya Lingkungan Belajar
-
Belajar
efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru
akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya,
guru mengarahkan.
-
Pengajaran
harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru
mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya.
-
Umpan
balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar.
-
Menumbuhkan
komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
B.
Materi-materi Pembelajaran CTL
Pembelajaran
Contextual Teaching and Learning menempatkan siswa di dalam sebuah konteks yang
mengandung makna dan menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang
sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individu siswa
dan peranan guru. Dengan ini maka materi pembelajaran Contextual Teaching and
Learning harus menekankan kepada hal-hal sebagai berikut:
a.
Belajar berbasis masalah (problem based learning)
Adalah pembelajaran yang dilakukan
dengan menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar
tentang berfikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran materi berbasis
masalah ini meliputi: (IPA, matematika, ilmu-ilmu sosial), tetapi masalah yang
akan diselidiki telah dipilih yang benar-benarnyata agar dalam pemecahannya
siswa meninjau masalah itu dari banyak sudut pandang mata pelajaran yang lain.
b.
Pengajaran autentik (autentik instruction)
Yaitu pengajaran yang mengajak siswa
untuk mempelajari konteks bermakna, sesuai dengan kehidupan nyata. Pengajaran ini
berupa belajar berenang dengan berenang, belajar bernyanyi dengan bernyanyi,
belajar berdagang dengan berdagang dan lain-lain.
c.
Belajar berbasis inquiri (inquiry based learning)
Dengan strategi pengajaran yang
mengikuti metodologi sains dan menyediakan kesempatan untuk pembelajaran
bermakna. Belajar bukanlah kegiatan mengkonsumsi melainkan kegiatan memproduksi
dengan mengetahui apa kebutuhan dan keingintahuannya dan mencari sendiri
jawabannya.
Dalam pembelajaran dengan inkuiri
ini siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif
dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk
memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan
prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Belajar dengan penemuan memacu
keinginan siswa untuk mengetahui dan memotivasi mereka. Karena inquiri
merupakan proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman dengan siswa
belajar menggunakan ketrampilan berfikir kritis.
d. Belajar
berbasis proyek atau tugas (project based
learning)
Dengan pendekatan pembelajaran
komprehensif di mana lingkungan belajar siswa didesain agar siswa dapat
melakukan penyelidikan dan pendalaman materi dari suatu topic mata pelajaran,
dan melaksanakan tugas bermakna lainnya dengan maksud mengajak siswa bekerja
secara mandiri dalam mengontruk (membentuk) pembelajarannya.
Proyek membantu siswa untuk
melibatkan keseluruhan mental dan fisik, saraf, indra, termasuk kecakapan
sosial dengan melakukan banyak hal sekaligus. Hal ini akan mengembangkan otak
kanan maupun kiri dengan pesat.
e.
Belajar berbasis kerja (work based learning)
Menurut Smith:
Pengajaran berbasis kerja (work-based learning) memerlukan
pendekatan pengajaran yang memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja
untuk mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi
tersebut digunakan dalam tempat kerja yang dipadukan dengan materi pelajaran
untuk kepentingan siswa.
Pengajaran berbasis kerja
menganjurkan tentang peran model pengajaran dan pembelajaran yang efektif
kepada aktifitas sehari-hari di kelas, baik dengan cara melibatkan siswa dalam
tugas-tugas kompleks maupun membantu mereka mengatasi tugas-tugas tersebut dan
melibatkan siswa dalam kelompok pembelajaran yang lebih pandaimembantu siswa
yang kurang pandai dalam menyelesaikan tugas-tugas kompleks tersebut.
f.
Belajar berbasis jasa layanan
Pengajaran berbasis jasa layanan
(service learning) memerlukan penggunaan metodologi pengajaran yang
mengkombinasikan antara jasa layanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis
sekolah untuk merefleksikan jasa layanan tersebut.
Pembelajaran ini berpijak pada
pemikiran bahwa semua kegiatan kehidupan dijiwai oleh kemampuan melayani. Dalam
industri modern, kata kunci yang digunakan adalah layanan yang diberikan dengan
baik. Karenanya sejak usia dini siswa telah dibiasakan untuk dapat melayani
orang lain. Misalkan layanan kepada bencana alam, membantu panti asuhan,
membantu teman yang dapat musibah, dan lain-lain.
g.
Belajar kooperatif (cooperative learning)
Hulubec menyatakan bahwa: “dalam
pembelajarannya memerlukan pendekatan melalui penggunaan kelompok kecil siswa
untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan
belajar”.
Pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih
asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat
menimbulkan permusuhan antar siswa.
Dengan ini setiap materi pelajaran
yang disampaikan dalam proses pembelajaran akan dapat disampaikan kepada
peserta didik dengan berbagai cara atau model penyampaian sehingga akan selalu
melekat dalam ingatannya dan mampu ia praktekkan dalam kehidupannya.
C.
Tujuan Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)
Proses
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL mampu menumbuhkan minat siswa
dalam menghubungkan mata pelajaran akademik dengan dunia nyata dengan cara yang
bermakna dan membantu semua siswa belajar karena sistem pendidikan ini cocok
dengan fungsi otak dan cara kerja alam.
Jika otak
hanya belajar mengutip, dan berlatih, ngebut sebelum ujian, maka dalam waktu
empat belas sampai 10 jam, otak akan melupakan sebagian besar informasi baru
tersebut, kecuali jika informasi itu memiliki makna. Proses elajar CTL yang
aktif dan langsung memungkinkan siswa membangun keterkaitan yang benar-benar
mengisi pekerjaan sekolah mereka dengan makna. Karena makna tersebut maka siswa
menguasai apa yang mereka pelajari. Siswa boleh membangun keterkaitan dengan
berbagai cara. Inti dari keterkaitan tersebut adalah untuk menarik minat dan
menantang para siswa agar mereka melihat makna dalam pelajaran mereka dan oleh
karena itu termotivasi untuk mencapai akademik yang tinggi.
Perhatian
khusus juga harus diberikan pada bagaimana nalar dan sikap siswa dapat
terbentuk serta kemampuan menerapkan pembelajaran akan merupakan penopang
penting terbentuknya kemampuan siswa untuk memecahkan masalah yang mungkin
dihadapinya.
Tujuan
pendidikan merupakan inti dalam pendidikan dan saripati dari seluruh renungan
pedagogis. Oleh karena itu, suatu rumusan tujuan pendidikan akan tepat bila
sesuai dengan fungsinya. Pendidikan sebagai suatu usaha meningkatkan daya pikir
anak didik pasti mengalami permulaan dan mengalami kesudahannya.
Maka Contextual Teaching and Learning bertujuan
untuk meningkatkan prestasi belajar siswa melalui peningkatan pemahaman makna
materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkn antara materi yang
dipelajari dengan kontek kehidupan mereka sehari-hari sehingga menghasilkan
manusia unggul partisipatoris, yang dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya karena telah terbiasa melakukan interaksi dengan siapa yang
dimaksud dengan keunggulan partisipatoris artinya manusia unggul yang ikut
serta secara aktif dalam persaingan yang sehat untuk mencari yang terbaik”.
Pembelajaran
dengan pendekatan kontekstual ini jika dilaksanakan secara tepat dan benar akan
menghasilkan peserta didik yang mampu memahami dan memaknai sebuah peristiwa.
Bagaimanapun tujuan pembelajaran pada saat ini adalah menuntut agar peserta
didik setiap saat dapat memahami lingkungannya dengan terlebih dahulu memahami
diri dan memiliki kesadaran diri.
Dimensi
sosiologi pendidikan dalam pendekatan kontekstual akan menjamin kemampuan anak
didik untuk lebih terampil dan siap menghadapi berbagai tantangan dan masalah
yang akan dihadapi, dan pada sisi yang lain diharapkan anak didik mampu mencari
pemecahannya melalui berbagai alternatif solusi sebagai buah dari proses
berfikirnya.
Pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan CTL akan mampu menghasilkan generasi bangsa yang
handal, mampu meningkatkan sumber daya manusia sesuai dengan perkembangan
zaman.
D.
Langkah-langkah Pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL)
Sesuai
dengan asumsi yang mendasarinya, bahwa pengetahuan diperoleh anak bukan dari
informasi yang diberikan oleh orang lain termasuk guru, akan tetapi proses
menemukan dan mengkontruksikannya sendiri, maka guru harus menghindarti
mengajar sebagai proses penyampaian informasi saja. Tapi guru perlu memandang
siswa sebagai subjek belajar dengan segala keunikannya. Siswa adalah organisme
yang aktif yang memiliki potensi untuk membangun pengetahuannya sendiri.
Kalaupun guru memberi informasi kepada siswa, guru harus memberi kesempatan untuk
menggali informasi itu agar lebih bermakna untuk kehidupan mereka.
Maka
pendekatan pembelajaran Contextual
Teaching and Learning dalam kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan
tujuh langkah pembelajaran diantaranya yaitu:
a.
Kontruktivisme
Kontruktivisme adalah proses
membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa
berdasarkan pengalaman.
Menurut kontruktivisme, pengetahun
itu memang berasal dari luar akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri
seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan dibentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek
yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterprestasikan
objek tersebut.
Dalam proses pembelajaran siswa
membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses
belajar dan mengajar.
Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan
guru. Tapi guru perlu memotivasi siswa menggunakan tehnik yang kritis untuk
mengaplikasikan konsep-konsep yang bermakna bagi dirinya, disamping pemahaman
ilmu dalam bidang-bidang tertentu perlu dilatihkan penalaran-penalaran berfikir
kritis, mengidentifikasi masalah dan penyelesaian masalah. Maka langkah yang
dilakukan siswa dalam pembelajaran ini adalah:
-
Siswa
belajar sedikit demi sedikit dari konteks terbatas.
-
Siswa
mengkonstruk sendiri pemahamannya.
-
Pemahaman
yang mendalam diperoleh melalui pengalaman belajar yang bermakna.
b.
Inkuiri
Inkuiri adalah proses pembelajaran
didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara
sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta dari hasil dari mengingat, akan
tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan ini dalam proses
perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal,
akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri
materi yang harus dipahaminya. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental
seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Dengan proses ini siswa akan
berkembang secara utuh baik dari segi intelektual, mental, emosional, maupun
pribadinya.
Piaget mengemukakan bahwa inquiri
merupakan metode belajar yang mempersiapkan peserta didik pada situasi untuk melakukan
eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan
sesuatu, mengajukan pertanyaan sendiri, serta menghubungkan penemuan yang satu
dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukannya dengan yang
ditemukan peserta didik lain.
Dengan kata lain guru bertindak
sebagai fasilitator, nara sumber, dan penyuluh kelompok. Para siswa didorong
untuk mencari pengetahuan sendiri, bukan dijejali dengan pengetahuan, tapi
bagaimana siswa mengetahui cara untuk mencapai gerakan kearah pemuatan
keputusan kelompok.
Dari proses pembelajaran ini dapat
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Dengan merumuskan masalah.
2) Mengamati atau melakukan observasi,
termasuk membaca buku-buku, dan mengumpulkan informasi.
3) Menganalisis dan menyajikan hasil
karya dalam tulisan, laporan, gambar, tabel dan lainnya.
4) Menyajikan, mengomunikasikan hasil
karyanya di depan guru, teman sekelas atau audien yang lain.
c.
Bertanya (Questioning)
Belajar pada hakekatnya adalah
bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat digunakan untuk menggali informasi,
mengecek pemahaman siswa, membangkitkan respon siswa, menginformasikan apa yang
sudah diketahui siswa, menyegarkan kembali pengetahuan siswa, dan
mengarahkannya. Proses bertanya juga mengakibatkan ekspansi (perluasan) dalam
ilmu pengetahuan. Hampir di semua aktivitas belajar, bertanya diterapkan baik
antar siswa, antara siswa dan guru, dan sebagainya. Penerapannya dalam kelas
ketika siswa berdiskusi, melakukan kerja kelompok, dan mengamati. Hal itu akan
bermanfaat dalam masyarakat belajar yang didapatkan dari kerjasama dengan orang
lain.
d.
Masyarakat Belajar (Learning Community)
Dalam masyarakat belajar, hasil
pembelajaran dapat diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Yaitu diperoleh
dari sharing antar teman, antar kelompok dan antar mereka dari yang tahu ke
yang belum tahu. Dengan cara berbicara dan berbagi pengalaman, bekerjasama
dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik dibandingkan
dengan belajar sendiri.
Kegiatan belajar ini bisa terjadi
jika tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa
seganuntuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semuanya
saling mendengarkan.
Dengan cara guru selalu melaksanakan
pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok yang
siswanya heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberitahu
yang belum tahu, yang cepat mendorong temannya yang lambat yang punya gagasan
segera memberi usul dan seterusnya.
“Masyarakat belajar” bisa terjadi
apabila ada proses komunikasi dua arah. Yaitu ada dua kelompok atau lebih yang
terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar. Seorang yang terlibat
dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman
bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman
belajarnya.
e.
Pemodelan (Modeling)
Pemodelan diartikan dalam sebuah
pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru.
Pemodelan pada dasarnya membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan
bagaimana guru menginginkan para siswanya untuk belajar, dan melakukan apa yang
diinginkan guru agar siswanya melakukan. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi,
pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar. Dengan cara
mengoprasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olahraga, contoh karya tulis,
cara melafalkan bahasa Inggris, cara merancang peta daerah, cara guru biologi
mendemonstrasikan penggunaan thermometer suhu badan dan sebagainya. Dengan
begitu guru memberi model tentang bagaimana cara belajar.
Dalam pembelajaran ini guru bukan
satu-satunya model. Model dapat dilakukan dengan melibatkan siswa. Seorang
siswa yang bakat dalam membaca puisi bisa ditunjuk untuk memberi contoh
temennya cara melafalkan suatu kata. Inilah yang dikatakan sebagai model.
f.
Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berfikir atau
perenungan tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke belakang tentang
apa-apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Dalam refleksi ini siswa
mengendapkan apa-apa yang baru saja dipelajari sebagai struktur pengetahuan.
Yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi daripengetahuan sebelumnya yaitu
dengan menyisakan waktu pada akhir pembelajaran untuk memberikan kesempatan
bagi para siswa melakukan refleksi. Perwujudannya dapat berupa:
1) Pernyataan langsung siswa tentang
apa-apa yang diperoleh setelah melakukan pembelajaran.
2) Catatan atau jurnal di buku siswa.
3) Kesan dan saran siswa mengenai
pembelajaran hari itu.
4) Diskusi.
5) Hasil karya.
g.
Penilaian yang sebenarnya (autentic assessment)
Autentic
assessment adalah
proses pengumpulan berbagai data yang dilakukan melalui kegiatan penilaian
untuk mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran tidak hanya
menekankan pada hasil, tapi juga proses dengan membantu siswa agar mampu
mempelajari (learning how to learn)
sesuatu melalui berbagai cara. Karakteristik assessment dilaksanakan selama dan sesudah pembelajaran
berlangsung, mengukur ketrampilan dan performansi, bukan sekedar mengingat
fakta, berkesinambungan, terintegrasi, dan dapat digunakan sebagai feed back.
Sasaran penilaian sebagai dasar menilai prestasi
siswa dalam bentuk Proyek / kegiatan dan laporannya, Pekerjaan Rumah, Kuis,
Karya siswa, Presentasi atau penampilan siswa, Demonstrasi, Laporan, Jurnal,
Hasil Tes tertulis, dan Karya Tulis.
Maka langkah-langkah pendidikan CTL
ini akan mampu menciptakan mutu peserta didik sesuai dengan tujuan yang
diinginkan oleh setiap lembaga pendidikan, karena model pembelajaran ini
relevan dengan kegiatan pembelajaran di dalam KBK dan KTSP sekarang ini.
E. Kelebihan & Kelemahan Contextual Teaching and Learning
a. Kelebihan:
1)
Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya
siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di
sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan
materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu
akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan
tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
2)
Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan
penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran
konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya
sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar
melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
b.
Kelemahan:
1)
Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam
metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah
mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan
pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai
individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi
oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan
demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa
kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar
sesuai dengan tahap perkembangannya.
2)
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan
menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk
belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan
bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa
yang diterapkan semula.
F.
Karakteristik Pembelajaran CTL
1.
Kerjasama
2.
Saling
menunjang
3.
Menyenangkan,
tidak membosankan
4.
Belajar
dengan bergairah
5.
Pembelajaran
terintegrasi
6.
Menggunakan
berbagai sumber
7.
Siswa
aktif
8.
Sharing
dengan teman
9.
Siswa
kritis guru kreatif
10. Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil
kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain
11. Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor
tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain
G. Perbedaan
Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional
Pendekatan CTL
|
Pendekatan Tradisional
|
Siswa aktif terlibat
|
Siswa penerima informasi
|
Belajar dengan kerja
|
Belajar individual
|
Berkait dengan kehidupan
nyata
|
Abstrak dan teoritis
|
Perilaku dibangun atas kesadaran
diri
|
Perilaku dibangun atas
kebiasaan
|
Keterampilan dikembangkan
atas dasar pemahaman
|
Keterampilan dikembangkan
atas dasar latihan
|
Memperoleh kepuasan diri
|
Memperoleh pujian dan
nilai saja
|
Kesadaran tidak melakukan
yang jelak tumbuh dari dalam
|
Tidak melakukan yang jelek
karena takut hukuman
|
Bahasa diajarkan dengan
pendekatan komunikatif, digunakan dalam kontek nyata
|
Bahasa diajarkan dengan
pendekatan Struktural, kemudian dilatihkan
|
Pemahaman rumus
dikembangkan atas dasar skemata yang sudah ada dalam diri siswa
|
Rumus ada di luar diri
siswa, yang harus diterangkan, diterima, dihafalkan, dan dilatihkan
|
Pemahaman rumus relatif
berbeda
|
Rumus adalah kebenaran
absolut
|
Siswa aktif, kritis
bergelut dengan ide
|
Siswa pasif hanya menerima
tanpa kontribusi ide
|
Pengetahuan dibangun dari
kebermaknaan
|
Pengetahuan ditangkap dari
fakta, konsep, atau hukum
|
Pengetahuan selalu
berkembang sejalan dengan fenomena baru
|
Kebenaran bersifat absolut
dan pengetahuan bersifat final
|
Siswa bertanggungjawab
memonitor dan mengembangkan pembelajaran
|
Guru adalah penentu
jalannya proses pembelajaran
|
Penghargaan terhadap
pengalaman siswa sangat diutamakan
|
Pembelajaran tidak
memperhatikan pengalaman siswa
|
Hasil belajar diukur
dengan prinsip Alternative Assessment
|
Hasil belajar diukur
dengan tes
|
Pembelajaran terjadi di
berbagai tempat, konteks, dan setting
|
Pembelajaran hanya terjadi
di dalam kelas
|
Penyesalan adalah hukuman
dari perilaku jelek
|
Sanksi adalah hukuman dari
perilaku jelek
|
Perilaku baik berdasar
motivasi instrinsik
|
Perilaku baik berdasar
motivasi akstrinsik
|
Berperilaku baik karena
dia yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat
|
Berperilaku baik karena
terbiasa melakukan begitu, dan karena mendapat hadiah
|
BAB III
PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DI SEKOLAH
A.
Pola
dan Tahapan Pembelajaran CTL di Sekolah
Untuk
lebih memahami bagaimana mengaplikasikan CTL dalam proses pembelajaran di
sekolah, maka terlebih dahulu penyusun menyam-paikan Pola pembelajaran CTL di
sekolah.
Untuk
mencapai kompetensi yang telah ditetapkan guru dapat melakukan langkah
pembelajaran sebagai berikut :
1. Pendahuluan
a. Guru menjelaskan kompetensi yang
harus dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi
pelajaran yang akan dipelajari.
b. Guru menjelaskan prosedur
pembelajaran CTL misalnya :
1) Peserta didik dibagi ke dalam
beberapa kelompok sesuai dengan jumlah peserta didik;
2) Tiap kelompok ditugaskan untuk
melakukan observasi, misalnya kelompok 1 dan 2 melakukan observasi ke obyek A,
sedangkan 3 dan 4 melakukan observasi ke obyek B, dan seterusnya.\
3) Melalui observasi peserta didik
ditugaskan untuk mencatat berbagai hal yang ditemukan dalam kegiatan observasi
tersebut.
c. Guru melakukan tanya jawab sekitar
tugas yang harus dikerjakan oleh setiap peserta didik.
2. Inti
Lokasi pembelajaran : Di lapangan
(Lokasi Obyek Pengamatan )
a. Peserta didik melakukan observasi ke
lokasi atau obyek pengamatan sesuai dengan pembagian kelompok.
b. Peserta didik mencatat hal-hal yang
mereka temukan di lokasi atau obyek pengamatan sesuai dengan alat observasi
yang telah mereka tentukan sebelumnya ( untuk peserta didik pada tingkatan
bawah dapat dibantu dalam menyiapkan alat observasi )
Lokasi pembelajaran : Di dalam Kelas
a. Peserta didik mendiskusikan hasil
temuan mereka sesuai dengan kelompoknya masing-masing.
b. Peserta didik melaporkan hasil
diskusi
c. Setiap kelompok menjawab setiap
pertanyaan yang diajukan oleh kelompok yang lain
3. Penutup
a. Dengan bantuan guru peserta didik
menyimpulkan hasil observasi.
b. Guru menugaskan peserta didik untuk
membuat tulisan atau rangkuman mengenai hasil observasi mereka.
B.
Aplikasi
CTL Pada Mata Pelajaran IPS
Pada makalah ini penyusun mencoba
menjelaskan juga tentang contoh aplikasi CTL pada mata pelajaran IPS untuk
tingkat pendidikan SD kelas IV semester 1 dan tingkat pendidikan SMP/MTs kelas
VII semester 1 sebagai berikut :
1.
Kelas
IV, semester 1
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
2. Mengenal sumber daya alam, kegiatan
ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi
|
2.1 Mengenal aktivitas ekonomi yang
berkaitan dengan sumber daya alam dan potensi di daerahnya.
2.2 Mengenal pentingnya koperasi dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
2.3 Mengenal perkembangan teknologi
produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya.
2.4 Mengenal permasalahan sosial di
daerahnya
|
Contoh langkah pembelajarannya
adalah :
a. Pendahuluan
1) Guru menjelaskan standar kompetensi
yang harus dicapai yaitu Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan
kemajuan teknologi di lingkungan kab/kota dam prov. dan manfaat mempelajari
dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari.
2) Guru menjelaskan prosedur
pembelajaran CTL misalnya :
-
Peserta
didik dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah peserta didik;
misalnya siswa 36 dibagi dalam 6 kelompok setiap kelompok terdiri dari 6 orang.
-
Tiap
kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi, misalnya kelompok 1 dan 2
melakukan observasi ke obyek aktivitas ekonomi di sekitar sekolah, sedangkan 3
dan 4 melakukan observasi ke obyek sumber daya alam dan potensi ekonomi di
sekitar sekolah, kelompok 5 dan 6 melakukan observasi ke obyek koperasi di
sekitar sekolah (KUD, Koperasi Pegawai, atau Koperasi Sekolah)
-
Melalui
observasi peserta didik ditugaskan untuk mencatat berbagai hal yang ditemukan
dalam kegiatan observasi yang telah ditentukan dengan mengisikannya pada format
panduan yang telah disediakan guru.
3) Guru menyediakan /memberikan format
panduan pengamatan sesuai dengan materi pengamatan kelompok siswa.
4) Guru melakukan tanya jawab sekitar
tugas dan kegiatan observasi yang harus dikerjakan oleh setiap peserta didik di
lingkungan obyek pengamatan tersebut.
b. Inti
Kegiatan di Lokasi (Obyek Pengamatan)
1) Peserta didik melakukan observasi ke
lokasi atau obyek pengamatan sesuai dengan pembagian kelompok.
2) Peserta didik mencatat hal-hal yang
mereka temukan di lokasi atau obyek pengamatan sesuai dengan alat observasi
yang telah mereka tentukan sebelumnya ( untuk peserta didik pada tingkatan
bawah dapat dibantu dalam menyiapkan alat observasi)
3) Guru mengamati kinerja masing-masing
kelompok dan membimbing apabila ada kelompok yang mengalami kesulitan.
4) Guru membimbing siswa kembali ke
kelas dengan tertib sesuai waktu yang ditentukan.
Kegiatan di dalam Kelas ( setelah
pengamatan selesai dilakukan )
1) Peserta didik mendiskusikan hasil
temuan mereka sesuai dengan kelompoknya masing-masing (dikusi kelompok).
2) Guru memimpin pembukaan diskusi
kelas dan menyampaikan peraturan dan tata tertib diskusi agar kegiatan berjalan
dengan lancar dan tertib.
3) Guru mengatur jadwal waktu dan
pembagian kelompok yang melaksanakan tugas presentasi hasil pengamatan.
4) Peserta didik melaporkan hasil
diskusi di depan kelas
5) Setiap kelompok menjawab setiap
pertanyaan yang diajukan oleh kelompok yang lain
c. Penutup
1) Dengan bantuan guru peserta didik
menyimpulkan hasil observasi.
2) Guru menugaskan peserta didik untuk
membuat tulisan atau rangkuman mengenai hasil observasi mereka.
2.
Kelas
VII, semester 1
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
3. Memahami usaha manusia untuk
memenuhi kebutuhan
|
3.1 Mendeskripsikan manusia sebagai
makhluk sosial dan ekonomi yang bermoral dalam memenuhi kebutuhan.
3.2 Mengidentifikasi tindakan ekonomi
berdasarkan motif dan prinsip ekonomi dalam berbagai kegiatan sehari-hari
|
Contoh langkah pembelajarannya
adalah :
a. Pendahuluan
1) Guru menjelaskan kompetensi
“Memahami usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan” yang harus dicapai serta
manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan
dipelajari.
2) Guru menjelaskan pengertian manusia
sebagai makhlug sosial (homo socius) dan makhlug ekonomi (berusaha mencukupi
kebutuhannya)
3) Guru menjelaskan prosedur
pembelajaran CTL misalnya :
-
Peserta
didik dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah peserta didik;
-
Tiap
kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi di lingkungan sekitar sekolah,
misalnya kelompok 1 dan 2 melakukan observasi tentang manusia sebagai makhluk
sosial, sedangkan 3 dan 4 melakukan observasi tentang manusia sebagai makhlug
ekonomi, kelompok 5 dan 6 mengobservai tentang motif ekonomi manusia.
-
Melalui
observasi peserta didik ditugaskan untuk mencatat berbagai hal yang ditemukan
dalam kegiatan observasi tersebut.
4) Guru melakukan tanya jawab sekitar
tugas yang harus dikerjakan oleh setiap peserta didik.
5) Guru mengamati kinerja siswa dalam
kegiatan observasi untuk memastikan keberlangsungan proses pembelajaran dengan
baik.
b. Inti
Lokasi
pembelajaran : Di lapangan (Lokasi Obyek Pengamatan)
1) Peserta didik melakukan observasi ke
lokasi atau obyek pengamatan sesuai dengan pembagian kelompok tersebut.
2) Peserta didik mencatat hal-hal yang
mereka temukan di lokasi atau obyek pengamatan sesuai dengan alat observasi
yang telah mereka tentukan sebelumnya (untuk peserta didik pada tingkatan bawah
dapat dibantu dalam menyiapkan alat observasi)
3) Peserta dapat berkonsultasi dengan
guru apabila mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugas observasi.
Lokasi
pembelajaran : Di dalam Kelas
1) Peserta didik berkumpul dalam
kelompok kecil dan mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan tugas
masing-masing.
2) Peserta didik melaporkan hasil
diskusi (kelompok besar) dalam kelas
3) Setiap kelompok menjawab setiap
pertanyaan yang diajukan oleh kelompok yang lain
4) Apabila mengalami kesulitan guru
dapat menjembatani dan membantu agar terjadi interaksi antar peserta didik
secara baik dan diskusi berjalan sesuai jadwal yang ditentukan.
5) Guru menilai interaksi tanya jawab
dan kerjasama antar kelompok untuk menilai secara kognisi maupun afeksi siswa
dalam pembelajaran.
c. Penutup
1) Dengan bantuan guru peserta didik
menyimpulkan hasil observasi.
2) Guru menugaskan peserta didik untuk
membuat laporan hasil pengamatan dengan sistematika laporan yang baku.
Dengan 2 (dua) contoh tersebut kita
mendapatkan pemahaman bahwa CTL adalah pembelajaran tepat dan dapat diterapkan
pada pelajaran IPS baik di SD maupun SMP/MTs dengan didukung kreatifitas dan
kemauan guru dalam meningkatkan mutu pembelajarannya. Karena CTL menekankan
pembelajaran dengan anak mengalami langsung dalam kehidupan nyata di
masyarakat. Kelas bukanlah tempat untuk mencatat atau menerima informasi dari
guru, akan tetapi kelas digunakan untuk saling membelajarkan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Dari penjabaran mengenai Contextual
Teaching and Learning (CTL) di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Strategi Pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan
kepada proses keterlibatan peserta didik secara penuh untuk dapat menemukan
materi yang dipelajari dan menghubungkan dengan situasi nyata sehingga
mendorong peserta didik untuk menerapkannya dalam kehidupan mereka.
2. CTL memandang bahwa belajar bukan
menghafal, akan tetapi proses berpengalaman dalam kehidupan nyata.
3. Kelas dalam pembelajaran CTL bukan
sebagai tempat untuk memperoleh informasi tetapi sebagai tempat untuk menguji
data hasil temuan peserta didik di lapangan.
4. Ada beberapa perbedaan antara
strategi pembelajaran CTL dan konvensional yang membuktikan bahwa CTL lebih
efektif dan mampu menjadi alternatif pilihan strategi pembelajaran yang
diterapkan guru di sekolah.
5. Diperlukan pola dan langkah
pembelajaran CTL di kelas agar strategi CTL dapat diterapkan secara efektif dan
sesuai materi pelajaran yang telah ditetapkan dalam Standar Kompetensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD).
6. Strategi pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL) dapat diaplikasikan pada mata pelajaran di sekolah
baik di tingkat pendidikan SD maupun SMP/MTs.
B.
Saran
Dengan pemahaman tentang Contextual
Teaching and Learning (CTL) ini diharapkan guru mata pelajaran dapat
menerapkan strategi ini dalam melaksanakan proses belajar mengajar (PBM) di
sekolah dan dapat lebih meningkatkan kualitas maupun kuantitas penguasaan
materi pelajaran siswa di sekolah yang pada akhirnya mampu meningkatkan
kualitas sumber daya manusia Indonesia sebagaimana tujuan dan fungsi pendidikan
nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Batubara,
Muhyi. Sosiologi Pendidikan. Jakarta:
Ciputat Press, 2004.
Direktorat
Pembinaan SMP, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Pengembangan Model Pembelajaran yang Efektif
Departemen Pendidikan Nasional, 2006.
Gafur
Abdul, Mencoba Pembelajaran Kontekstual, Buletin Pusat Perbukuan,
Gerakan Masyarakat Mengembangkan Budaya Baca, (Jakarta: Pusat Perbukuan
Depdiknas, Bagian Proyek Pengembangan Sistem dan Standard Perbukuan Dasar,
2003.
Johnson, B
Elaine. Contextual Teaching and Learning.
Bandung: MLC, 2007. Khaldun, Ibnu. Muqadimah Terj. Ahmadie Thoha. Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2000.
Kunandar. Guru Profesional Implementasi Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan dalam Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.
Mulyasa. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2008.
Nurhadi,
et.al. Pembelajaran Contextual Teaching
and Learning (CTL) dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri
Malang, 2003.
Salam,
Burhanuddin. Pengantar Paedagogik.
Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997.
Sanjaya,
Wina. Pembelajaran dalam Implementasi
Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana, 2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar