COUCHING DAN COUNSELING DALAM PEMBELAJARAN
OLEH : AJAT ZATNIKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Masalah
Kemampuan belajar yang dimiliki manusia adalah bekal paling penting dalam
kehidupannya. Kehidupannya berkembang karena melawati proses belajar di
dalamnya. manusia mengalami banyak kemajuan karena belajar. Dalam sebuah
masyarakat proses belajar terdapat dalam
lembaga yang bernama sekolah. Sekolah adalah lembaga pendidikan yang bertugas
memberikan keterampilan dan kecakapan hidup
kepada seluruh masyarakat. Seluruh siswa yang merupakan bagian dari masyarakat
belajar di lembaga sekolah tersebut. Bagaimanapun corak dan program pendidikan
sekolah semua berpusat pada aktivitas belajar siswa. Belajar inilah yang perlu
direncanakan,dituntun dan dievaluasi hasilnya. Belajar merupakan proses yang
tidak dapat segera terlihat hasilnya, tanpa seseorang tersebut menampakkan
kemampuan yang telah diperoleh melalui belajar. Maka berdasarkan perilaku yang
disaksikan dapat ditarik kesimpulan bahwa seseorang tersebut telah belajar.
Dalam proses belajar mengajar ada dua komponen penting
yang harus ada yaitu yang diajar dan yang mengajar. Yang diajar adalah murid
dan yang mengajar adalah guru. Guru memegang kunci penting dalam kesuksesan
program belajar siswa. Karena guru adalah sebagai agen pembelajaran. Sebagai
agen pembelajaran guru harus memiliki kompetensi pedagogis. Kompetensi ini
mengandung makna bahwa guru /pendidik sebagai agen pembelajaran tidak hanya
memiliki tugas dan tanggung jawab mentransfer pengetahuan kepada anak didiknya
melainkan harus mampu mendidik untuk mengembangkan keseluruhan potensi yang
dimiliki subjek didik sehingga menjadi anak yang cerdas dan berbudi pekerti
luhur. Oleh karena itu guru harus memiliki pemahaman yang memadai tentang
perkembangan psikologis dan fisiologis anak didiknya. Perkembangan psikologis dan
fisologis yang normal dan baik akan sangat mendukung proses pembelajaran dan
pencapaian hasilnya. Sebaliknya hambatan dalam perkembangan pskologis dan
fisiologisnya akan menghambat proses pembelajaran dan pencapaian hasilnya.
Dalam proses belajar mengajar daya serap masing masing
siswa berbeda beda. Namun ada banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut, ada
faktor ekstrinsik dan instrinsik. Faktor ekstrinsik adalah yang berhubungan
dengan hal hal eksternal seperti suasana kelas, cara guru menyampaikan,kurang
konsentrasi karena ada masalah yang sedang dihadapi. Adapun faktor instrinsik
adalah kurang mampunya siswa menyerap mata pelajaran yang diterimanya. Faktor
kecepatan dan kelambanan dalam memahami suatu pelajaran adalah faktor
instrinsik yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar. Ada sebuah
kondisi dimana seorang anak yang biasanya memiliki nilai tinggi ketika tiba
tiba mengalami penurunan nilai akademisnya tanpa sebab yang jelas. Atau ada
siswa yang selalu mengalami kesulitan dalam pembelajaran walaupun sudah berkali
kali diberi pembelajaran dan penerangan. Guru yang baik harus bisa mengatasi
masalah masalah yang timbul dalam kegiatan belajar mengajar siswa.
Untuk mengatasi masalah masalah yang muncul dalam proses
pembelajaran tersebut, baik yang disebabkan oleh faktor instrinsik dan
ekstrinsik perlu adanya sebuah coaching dan conselling dalam pembelajaran.
Coaching dan conselling diperlukan untuk membimbing dan melatih siswa siswa
yang mengalami kesulitan dalam belajar. Coaching dan conselling dilakukan oleh
guru kepada siswa. Diharapkan dengan adanya program coaching dan conselling
para siswa akan mengalami peningkatan mutu belajarnya baik dari sisi kognitif
maupun afektif.
2.
Rumusan Masalah
Melihat paparan latar
belakang masalah di atas , maka ada beberapa masalah yang bisa dirumuskan ,
yaitu :
1.
Bagaimana pengaruh Coaching dan Counselling dalam efektifitas pembelajaran?
2.
Bagaimana pengaruh Coaching dan Counselling dalam meningkatkan prestasi
belajar pada siswa?
3.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1.
Untuk mengetahui pengaruh Coaching dan
Counselling dalam efektifitas pembelajaran?
2.
Untuk mengetahui pengaruh Coaching dan Counselling dalam meningkatkan
prestasi belajar pada siswa.
BAB II
LANDASAN TEORI
1.
Teori Coaching
Kata coach
berasal dari tahun 1610-an yang arti harfiahnya “membawa’ atau mengangkut
sesuatu atau seseorang di dalam sebuah coach
(alat transport),
yang memiliki arti aplikatif, misalnya dalam mempersiapkan seseorang untuk
menghadapi ujian. Seorang mahasiswa yang akan menyelesaikan studi
kesarjanaannya, harus membuat skripsi. Proses pmbuatan skripsi didampingi oleh
dosen pembimbing (coach) yang mengantar mahasiswa tersebut
untuk memperoleh gelar sarjana. Coaching dipakai untuk
pertama kalinya sekitar tahun 1830 yang menunjuk kepada seorang instruktur atau
pelatih.
Pada tahun
1974-an di Amerika Serikat istilah”coach” di gunakan di dunia olahraga, yang
artinya adalah”pelatih”, yang diperkenalkan oleh seorang pelatih tenis terkenal
bernama Timothy Gallway.menurut Galway , kalah atau menang sang pemain tenis
dalam sebuah kejuaraan tergantungpada mental dalam diri si pemain. Pemikiran Gallway memengaruhi publik Amerika Serikat sampai pada dunia
pendidikan.Gallway berhasil menunujukan suatu metode coaching yang sangat komprehensif yang
ternyata dapatditerapkan kebanyak situasi , hingga akhirnya membawa beliau
menyampaikan metodologinya itu kebanyak
pemimpin di dunia bisnis. Sepertinya momentum itulah yang disebut sebagai cikal
bakal coaching diaplikasikan ke ranah lain selain ranah olahraga.
Coaching terus
berkembang , pada 1988 Thomas Leonard mulai mengajarkursus tentang mendesain
kehidupan dan berhasil memulai sebuah lembaga yang bernama College for life
Planning. Leonard adalah seorang
pemikir, analis ulung dan pengembang coaching sebagai sebuah disiplin ilmu yang
didasarkan pada teori-teori. Pada 1994 leonard membentuk International Coach Federation(ICF) yang
dikemudian hari berkembang menjadi sebuah lembaga asosiasi
yang memayungi para coach
profesional di seluruh dunia.
Menurut International
Coach Federation “Coaching is partnering with clients in a thought
provoking and creative process that
inspires them to maximize their personal and professional potential”. Coaching
sebagai bentuk kemitraan bersama clien (coachee) untuk memaksimalkan potensi
pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses
yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran secara kreatif. Menurut beberapa sumber, maka
makna yang terungkap dari coaching
sesuai definisi ICW dapat ditekankan dalam 3 hal:
1.
Kemitraan. Hal ini berarti bahwa proses coachig
berdasarkan hubungan kesetaraanantara seorang coach dan coachee. Kesetaraan ini
berarti tidak ada pihak yang otoritasnya lebih tinggi. Berdasarkan prinsip
kemitraan dan kesetaraan , maka coach berfokus pada tujuan dan mendukug coachee agar dapat mencapai hasil yang lebih
baik dibandingkan coachee melakukan
proses eksplorasi sendiri.
2.
Memberdayakan. Inilah yang membedakan coaching dengan jenis
pengembangan pribadi lainnya. Proses memberdayakan pikiran berbeda dengan instruksi, mengarahkan atau perintah
satu arah saja. Memberdayakan pikiran cenderung
dalam bentuk dialog atau tanya jawab antara seorang coach dan coachee yang
merangsang proses berpikir mendalam pada diri coahee tersebut. Dari proses
memberdayakan pikiran tersebut akan mampu menggali dan menginspirasi coachee
menemukan jawaban sendiri yang mungkin mereka tidak sadari sebelumnya.
3.
Optimalisasi.
Peran seorang coach bukan hanya memastikan coachee menemukan jawaban dari masalah atau tantangannya, dan juga
memastikan bagaimana jawaban tersebut
dapat diterapkan.
Peterson,
dalam bukunya yang berjudul Executive coaching. Menyatakan bahwa coaching adalah proses melengkapi orang dengan
alat-alat, pengetahuan, dan kesempatan yang mereka butuhkan untuk mengembangkan diri
mereka sendiri dan menjadi lebih efektif.
Coaching berkaitan dengan membuat
sebuah senuah perubahan yang diinginkan untuk mencapai tujuan. Coaching adalah sebuah proses, kekuatan ,
hubungan dan strategi yang mendukung
seorang individu atau organisasi untuk mencapai
tujuannya melalui
proses perubahan.
Thomas G
Crane dalam buku The Heart of Coaching ,
menekankan sifat sifat coaching yang
transformasional sehingga coaching bisa
dibilang sebagai suatu seni membantu orang-orang meningkatkan
efektifitas mereka dengan cara mereka merasa ditolong.
2.
Pengertian Counseling
Counseling
diambil dari bahasa latin “Consillium”, artinya dengan atau bersama yang
dirangkai dengan
“ menerima” atau “memahami”. Sedangkan dalam bahasa Anglo saxon istilah counseling berasal dari kata Sellan
yang berarti menyerahkan atau menyampaikan. Jadi Counseling adalah upaya bantuan yang diberikan seorang pembimbing yang
terlatih dan berpengalaman terhadap terhadap individu-individu yang
membutuhkannya agar potensi individu
tersebut berkembang secara optimal, mengatasi masalahnya, dan mampu
menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu berubah. Counselling membantu
clien memecahkan masalah, meningkatkan keefektifan individu dalam pengambilan
keputusan secara tepat, membantu pemenuhan kebutuhan konseli, meliputi
menghilangkan perasaan yang menekan/mengganggu dan mencapai kesehatan mental yang
baik.
Bila
dilihat dari orientasi pembimbingannya ,
pelayanan konseling sangat bertolak belakang degan Coaching. Coaching
berorientasi ke depan, bagaimana
seseorang dibimbing, diarahkan dan diajarkan demi pengembangan drinya.
Sedangkan konseling mengarah kebelakang
bagaimana seseorang yang sedang
mengalami masalah masalah mental atau kepribadian dibantu ke arah kesembuhan
atau pemulihan. Jadi konseling bersifat terapeutik, sedangkan coaching bersifat
developmental.
3.
Teori
Belajar
Belajar adalah suatu proses usaha sadar
yang dilakukan oleh individu untuk suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu
dan tidak memiliki sikap menjadi bersikap yang benar, dari tidak terampil
menjadi terampil sesuatu. Belajar tidak hanya sekedar memetakan pengetahuan
atau informasi yang disampaikan ,. Namun bagaimana melibatkan individu secara
aktif membuat atau pun merevisi hasil belajar yang diterimanya.
Teori adalah seperangkat azaz yang
tersusun tentang kejadian kejadian tertentu dalam dunia nyata dinyatakan oleh
Mckeachi dalam grendel 1991 : 5 (Hamzah Un, 2006 : 4). Sedangkan Hamzah
(2003:26 ) menyatakan bahwa teori merupakan seperangkat preposisi yang di
dalamnya memuat tentang ide, konsep, prosedure dan prinsip yang terdiri dari
satu atau lebih variable yang saling berhubungan satu sama lainnya dan dapat
dipelajari, dianalisis dan diuji serta dibuktikan kebenarannya. Maka dari
paparan paparan tersebut, dapat dikatakan bahwa teori belajar adalah : suatu
teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar
mengajar antara guru dan siswa. Perancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan
di dalam maupun di luar kelas.
Watson mendefinisikan belajar sebagai
proses interaksi antara stimulus dan respons, namn stimulus dan respons yang
dimaksud harus dapat diamati dan dapat diuur. Jadi walapun dia mengakui adanya
perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia
menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena
tidak dapat diamati.
Menurut Skinner, konsep belajar itu itu
ada hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan
lingkungannya yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku. Stimulus yang
diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan
memengaruhi respon yang dihasilkan. Respons yang diberikan ini memiliki
konsekuensi- konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya
memengaruhi munculnya perilaku.
Menurut teori kogitif mengatakan bahwa
tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi dan pemahamannya tentang
situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan
persepsi dan pemahaman yang selalu dapat terliba dalam tingkah laku yang
nampak. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal
yang mencakup ingatan. Retensi pengolahan informasi, emosi dan aspek aspek
kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berfikir
yang sangat kompleks.
BAB III
PENGARUH COACHING DAN
COUNSELLING TERHADAP EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN
1.
Pengertian Efektifitas
Efektivitas dalam pengertian secara umum
adalah : “kemampuan berdaya guna dalam mselaksanakan sesuatu pekerjaan sehingga
menghasilkan hasil guna (efisien) yang maksimal”
Memaknai
efektivitas setiap orang memberi arti yang berbeda sesuai sudut pandang dan
kepentingan masing-masing dalam kamus bahasa indonesia Mulyasa (dalam Mirawaty:
2010: 6) dikemukakan bahwa ; “efektif berarti dan efeknya (akibatnya,
pengaruhya dan kesannya) manjur atau mujarab, dapat membawa hasil”, jadi
efektivitas adalah adanya keseuaian antara orang yang melakukan tugas, dengan
sasaran yang dituju..
Sedangkan
Menurut Desy Anwar efek adalah “ akibat pengaruh kesan yang timbul pada
pikiran, penonton, pendengar, pembaca, dan sebagainya (sesudah mendengar atau
melihat sesuatu) ; Sedangkan efektif (akibatnya, pengaruhnya, kesannya) Manjur
atau mujarab, (tentang efektifitas adalah ukuran berhasil tidaknya pencapaian
tujuan suatu program obat) dapat membawa hasil, berhasil guna (tentang usaha,
tindakan) hal ini berlakunya (tentang undang-undang, peraturan)”. (dalam : Wiwi
Irjanty Kentjil : 2010 : 8).
Dari beberapa
pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian tentang efektivitas
adalah serangkaian tugas-tugas yang dilakukan orang-orang untuk mencapai
sasaran dan tujuan yang telah dietapkan sebelumnya dalam suatu organisasi.
1.1.
Ciri – ciri Efektifitas Pembelajaran
Ciri-Ciri
Efekivitas Pembelajaran Menurut Harry Firman (dalam skripsi Wiwi Irjanty
Kentjil: 2010: 9) keefektifan program pembelajaran di tandai dengan ciri-ciri
sebagai berikut :
a.
Berhasil menghantarkan siswa mencapai
tujuan-tujuan instruksional yang telah di tetapkan.
b.
Memberikan pengalaman belajar yang
atraktif, melibatkan siswa secara aktif sehingga menunjang pencapaian tujuan
instruksional.
c.
Memiliki sarana-sarana yang menunjang
proses belajar mengajar.
Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa program pembelajaran yang baik adalah bagaimana guru mampu menjadi coaching dan
counselling yang berhasil menghantarkan
anak didiknya untuk mendapatkan pengetahuan dan memberikan pengalaman belajar
yang atraktif dalam mencapai
prestasi belajar.
Berdasarkan
ciri pembelajaran efektif seperti yang digambarkan di atas, keefektifan program
pembelajaran tidak hanya ditinjau dari tingkat prestasi belajar. melainkan
harus pula ditinjau dari segi proses dan sarana penunjang. Aspek hasil meliputi
tinjauan terhadap hasil belajar siswa setelah mengikuti program pembelajaran
yang mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan fsikomotorik. Aspek proses
meliputi pengamatan terhadap keterampilan siswa, motivasi, respon, kerjasama,
partisipasi aktif, tingkat kesulitan pada penggunaan media, waktu serta teknik
pemecahan masalah yang ditempuh siswa saat kegiatan belajar mengajar
berlangsung aspek sarana penunjang meliputi tinjauan-tinjauan terhadap
fasilitas fisik dan bahan serta sumber yang diperlukan siswa dalam proses belajar
mengajar seperti ruang kelas, laboratorium, media pembelajaran dan buku-buku
teks.
1.2. Kriteria
Efektifitas Pembelajaran
Efektifitas metode pembelajaran
merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu
proses pembelajaran. Kriteria keefektifan dalam penelitian ini mengacu pada:
a.
Ketentuan belajar pembelajaran dapat di
katakan tuntas apabila sekurang-kurangnya 75% dari jumlah 0% siswa telah
memperoleh nilai: 60 peningkatan hasil belajar.
b.
Model pembelajaran di katakan efektif meningkatkan
hasil belajar siswa menunjukan perbedaan yang signifikan antara pemahaman
setelah pembelajaran.
c.
Model
pembelajaran dikatakan efektif jika dapat meningkatkan minat dan motivasi
apabila setelah pembelajaran siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar
lebih giat dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik serta siswa belajar
dalam keadaan yang menyenangkan.
1.3. Faktor
– Faktor Mempengaruhi Efektifitas Belajar
Menurut Winarno
Surahmad (dalamm Abdul Rahmat : 91) mengatakan kurikulum adalah suatu program
pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu.
Jadi kurikulum merupakan pedoman dalam kegiatan belajar mengajar.
1.3.1. Strategi
dan Metode Pembelajaran
Kemp (dalam Wina Sanjaya: 187) menjelaskan, bahwa
strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan
guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan
efisien. Senada dengan pendapat diatas, Dick and Carey (dalam
Wina Sanjaya: 187) juga menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah
suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama
untum menimbulkan hasil belajar siswa.
Menurut
Wina Sanjaya (2008: 61) Strategi adalah : “rancangan serangkaian kegiatan untuk
mencapai tujuan terntentu” ; sedangkan metode adalah “cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan strategi”. Joyce dan Weil (dalam Abdul Rahmat: 129)
berpendapat bahwa model pembelajaran adalah : “suatu rencana atau pola yang
dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka
panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran dan membimbing
pembelajaran dikelas atau yang lain”. Model pembelajaran dapat dijadikan pola
pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan
efisien untuk merancang tujuan pendidikannya.
Menurut Djamarah (2006: 46) metode adalah “suatu cara
yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. dalam kegiatan
belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Tetapi
juga penggunaan metode yang bervariasi tidak akan mengguntungkan kegiatan
belajar mengajar bila penggunaanya tidak tepat dan sesuai dengan situasi yang
mendukungnya dan dengan kondisi psikologis anak didik.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan dalam
kegiatan belajar mengajar strategi dan metode adalah hal yang diperhatikan,
metode diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir.
1.3.2. Materi Pembelajaran
Salah satu faktor penting yang
berpengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran secara keseluruhan adalah
kemampuan dan keberhasilan guru dalam merancang materi pembelajaran. Materi
pembelajaran pada hakikatnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
silabus, yakni perencanaan, prediksi, dan proyeksi tentang apa yang akan
dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran.
Materi pembelajaran hendaknaya dipilih
seoptimal mungin untuk membantu peserta didik dalam mencapai standar kompetensi
dan kompetensi dasar. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan
pemilihan materi pembelajaran adalah jenis pembelajaran, cakupan urutan dan
perlakuan (treatment) terhadap pembelajaran tersebut.
Menurut
Wina Sanjaya (2008: 141) bahan atau materi pelajaran (learning materialis)
adalah ”segala sesuatu yang menjadi isi kurikulum yang harus dikuasai oleh
siswa sesuai kompetensi dasar
dalam rangka pencapaian standar kompetensi setiap mata pelajaran dalam satuan
pendidikan”. Sedangkan materi pembelajaran merupakan bagian terpenting dalam
proses pembelajaran, bahkan dalam pengajaran yang berpusat pada materi
pelajaran (subjetcented teacing); Wina Sanjaya (2008: 141), materi pembelajaran
merupakan inti dari kegiatan.
1.3.3. Media Pembeajaran
Media pembelajaran yang dalam efektifitas,
pembelajaran harus memenuhi bebeberapa syarat. Media pembelajaran harus
meningkatkan motivasi pembelajar selain itu juga harus merangsang pembelajaran
mengingat apa yang sudah dipelajari selain memberikan rangsangan baru, media
yang baik juga akan mengaktifkan pembelajar dalam mmberikan tanggapan, umpan
balik dan juga mendorong siswa melakukan praktek-praktek yang benar selama
proses belajar mengajar berlangsung. Rossi dan Breidle mengemukakan bahwa media
pembelajaran adalah :
“seluruh alat dan bahan
yang dapat dipakai tujuan pendidikan, seperti radio, televisi, buku, koran,
majalah, dan sebagainya. Menurut Rossi, alat-alat semacam radio dan televisi
kalau digunakan dan diprogramkan untuk pendidikan, maka merupakan media
pembelajaran”. (dalam Wina Sanjaya : 204). Menurut Gerlach ( dalam : Wina
Sanjaya: 204).
Menurut
Gerlach ( dalam : Wina Sanjaya: 204) secara umum media itu meliputi ; “orang,
bahan, peralatan atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa
memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap”. Pada pengertian ini media
bukan hanya alat perantara seperti tv, radio, slide, bahan cetakan, akan tetapi
meliputi orang atau manusia sebagai sumber belajar atau juga berupa kegiatan
semacam diskusi, seminar, karyawisata, simulasi dan lain sebagainya yang
dikondisikan untuk menambah pengetahuan dan wawasan, mengubah sikap atau untuk
menambah keterampilan.
1.4.
Evaluasi Pembelajaran
Pada perencanaan dan desain sistem
instruksional atau pembelajaran, rancangan evaluasi merupakan hal yang sangat penting
dikembangkan. Hal ini disebabkan melalui evaluasi yang tepat, kita dapat
menentukan efektifitas program dan keberhasilan siswa melaksanakan kegiatan
pembelajaran, sehingga informasi dari kegiatan evaluasi seorang desainer
pembelajaran dapat mengambil keputusan apakah program pembelajaran yang
dirancangnya perlu diperbaiki atau tidak, bagian-bagian mana yang dianggap
memiliki kelemahan sehingga perlu diperbaiki.
Guba dan Lincoln mendefinisikan evaluasi
itu merupakan ; “suatu proses memberikan pertimbangan mengenai nilai dari arti
sesuatu yang dipertimbangkan (evalution)’. “sesuatu yang dipertimbangkan itu
bisa berupa orang, benda, kegiatan, keadaan, atau sesuatu kesatuan tertentu”.
Sedangkan Rostiyah (dalam Djamarah: 50) mengatakan bahwa evaluasi adalah :
“kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya, yang bersangkutan
dengan kapabilitas siswa guna mengetahui sebab akibat dan hasil belajar siswa
yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar”.
1.5.
Gaya Mengajar Guru
Menurut
Djamarah (dalam Wiwi Irsanty Ketjil : 2010: 15) guru adalah “ salah satu unsur
manusia dalam proses pendidikan”. Pada proses pendidikan di sekolah, guru
memegang tugas ganda yaitu sebagai pengajar atau pendidik. “sebagai pengajar
guru bertugas menuangkan sejumlah bahan pelajaran kedalam otak anak didik,
sedankan sebagai pendidik guru bertugas membimbing dengan membina anak didik
agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif, dan mandiri.
Menurut Abdul Rahmat (2011: 67) peran Guru : Guru
mempunyai fungsi dan peran yang jauh berbeda dari fungsi dan peran seorang guru
sebagaimana yang dipahami orang saat ini ; Guru bukanlah pengajar yang
menuangkan ilmu pengetahauan, ajaran-ajaran, perintah atau pengarahan kepada
peserta, melainkan fungsi utama peran guru adalah menfasilitasi berlangsungnya
proses belajar yang memungkinkan siswa dapat mengembangkan dirinya,
pengetahunnya, pemahamannya, perilakunya serta keterampilan-keterampilan yang
dikuasainya.
Proses belajar itu terjadi secara internal dan bersifat
pribadi dalam diri siswa, agar proses belajar mengarah pada tercapainya tujuan
dan kurikulum maka guru harus merencanakan dengan sistematis berbagai
pengalaman belajar yang memungkinkan perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan
apa yang diharapkan, aktivitas guru untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan
proses belajar siswa berlangsung optimal disebut kegiatan kegiatan
pembelajaran.
Guru
bertugas membantu orang belajar dengan cara memanipulasi lingkungan sehingga
siswa dapat belajar dengan mudah, artinya guru harus mengadakan pemilihan
terhadap berbagai strategi pembelajaran yang ada dan paling memungkinkan agar
proses belajar siswa berlangsung optimal.
2.
Coaching dan Counselling Dalam Pembelajaran
Coaching atau pelatihan adalah
sebuah proses membimbing atau bimbingan yang diberikan kepada guru yang
bertujuan untuk melatih dan membantu siswa untuk mengatasi hambatan – hambatan
dalam mencapai prestasi belajar. Salah satu tujuan dilakukannya coaching dan counselling adalah untuk membantu
siswa dalam mengatasai kesulitan didalam melakukan tugas dalam belajar yang
tidak mencapai standart prestasi, meningkatkan keahlian atau ketrampilan
tertentu didalam belajar.
Dalam coaching, guru
memiliki peran sebagai coach. Sebagai coach, guru
memiliki beberapa peranan, antara lain :
§
Menciptakan lingkungan belajar yang nyaman sehingga
siswa dapat melihat dengan jelas dirinya sendiri.
Caranya adalah dengan
mendengarkan, bertanya, merefleksikan kembali, memberikan tantangan dan
membekali siswa.
§
Mengidentifikasi jarak antara kemampuan siswa saat
ini dengan apa yang diharapakan.
§
Membantu siswa dalam membuat perencanaan dan
tindakan untuk menghilangkan jarak yang ada.
§
Memahami dan mengantisipasi hambatan yang ada.
§
Memberikan dukungan untuk memastikan semua
berjalan.
Untuk melaksanakan peran
tersebut sebagai upaya meningkatkan prestasi belajar siswa, maka sorang guru
harus memiliki beberapa kemampuan yang dibutuhkan dalam melakukan coaching.
Kemampuan tersebut antara lain :
·
Kemampuan guru untuk melakukan observasi terhadap
persoalan siswa
·
Keahlian guru untuk mendukung, mengatur seluruh
siswa
·
Keahlian untuk menyimak
·
Keahlian pemimpin untuk berkomunikasi dengan
anggota team
·
Mempunyai rasa emphati yang kuat
·
Guru harus mempunyai kesabaran
·
Guru tanpa menghakimi
Conceling merupakan suatu hubungan dimana
sedikitnya satu pihak yang terkait memiliki tujuan untuk meningkatkan
pertumbuhan, perkembangan, kedewasaan, dan peningkatan fungsi serta kemapuan
untuk menghadapi hidup yang lebih baik. Konseling berhubungan dengan
masalah-masalah pribadi, sosial, vokasional dan edukasi.
Konseling merupakan suatu proses dimana klien
belajar bagaimana membuat keputusan dan memformulasikan cara baru untuk
bertingkahlaku, merasa, dan berpikir. Salah satu tokoh yang terkenal dalam
konseling adalah Carl Rogers. Dalam bukunya yang berjudul Counceling
and Psychotherapy, ia mengemukakan pendekatan yang disebut sebagai nondirective.
Dalam pendekatan ini, peran konselor dalam hal ini guru adalah nonjudmental,
accepting, dan menjadi cermin yang merefleksikan manifestasi aspek
verbal dan emosional yang disampaikan oleh siswa.
Untuk mengatasi masalah masalah yang muncul dalam
proses pembelajaran tersebut, baik yang disebabkan oleh faktor instrinsik dan
ekstrinsik perlu adanya sebuah coaching dan conselling dalam pembelajaran. Coaching
dan conselling diperlukan untuk membimbing dan melatih siswa siswa yang
mengalami kesulitan dalam belajar. Coaching dan conselling dilakukan oleh guru
kepada siswa.
Dari pengertian coaching
dan Counceling yang telah
diuraikan diatas, maka dapatlah kita menarik suatu kesimpulan bahwa coaching dan counceling bagian dari upaya
mendorong, membimbing, memotivasi, membantu siswa dalam meningkatkan prestasi siswa
BAB IV
KESIMPULAN DAN PENUTUP
1.
Simpulan
Dalam proses belajar
mengajar ada dua komponen penting yang harus ada yaitu yang diajar dan yang
mengajar. Yang diajar adalah murid dan yang mengajar adalah guru. Guru memegang
kunci penting dalam kesuksesan program belajar siswa. Karena guru adalah
sebagai agen pembelajaran.
Guru yang baik harus bisa mengatasi masalah masalah yang
timbul dalam kegiatan belajar mengajar siswa. Untuk mengatasi masalah yang
muncul dalam proses pembelajaran.
Coaching dan counselling dilakukan untuk membantu siswa
dalam mengatasai kesulitan didalam melakukan tugas dalam belajar yang tidak
mencapai standart prestasi, meningkatkan keahlian atau ketrampilan tertentu di dalam belajar. Coaching dan conselling
diperlukan untuk membimbing dan melatih siswa siswa yang mengalami kesulitan
dalam belajar
Dalam coaching guru memiliki peran
sebagai coach antara lain :
§ Menciptakan
lingkungan belajar yang nyaman
§
Mengidentifikasi jarak antara kemampuan siswa saat
ini dengan apa yang diharapakan.
§
Membantu siswa dalam membuat perencanaan dan
tindakan untuk menghilangkan jarak yang ada.
§
Memahami dan mengantisipasi hambatan yang ada.
§
Memberikan dukungan untuk memastikan semua
berjalan.
Disamping memiliki peranan penting guru
juga harus memiliki kemampuan dalam melakukan coaching antara
lain :
·
Kemampuan guru untuk melakukan observasi terhadap persoalan
siswa
·
Keahlian guru untuk mendukung, mengatur seluruh
siswa
·
Keahlian untuk menyimak
·
Keahlian pemimpin untuk berkomunikasi dengan
anggota team
·
Mempunyai rasa emphati yang kuat
·
Guru harus mempunyai kesabaran
·
Guru tanpa menghakimi
Counseling adalah
upaya bantuan yang diberikan seorang
pembimbing yang terlatih dan berpengalaman terhadap terhadap individu-individu
yang membutuhkannya agar potensi individu
tersebut berkembang secara optimal, mengatasi masalahnya, dan mampu
menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu berubah.
Counseling merupakan suatu proses
klien belajar bagaimana membuat keputusan dan memformulasikan cara baru untuk
bertingkahlaku, merasa, dan berpikir. Coaching dan counselling diperlukan untuk membimbing dan melatih siswa siswa
yang mengalami kesulitan dalam belajar.
Pengaruh Coaching dan Counselling terhadap efektifitas pembelajaran terbukti positif, artinya ada perubahan efektifitas pembelajaran yang
meningkat setelah diterapkan nya strategi couching dan counselling ini yaitu di
tandai dengan meninkatnya motivasi dan konsentrasi siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran.
Dampak dari peningkatan efektifitas
pembelajaran berbanding lurus dengan meningkatnya prestasi belajar pada siswa. Maka dapat disimpulkan bahwa startegi
couching dan counselling terbukti meningkatkan efektifitas dan prestasi siswa.
2.
Penututup
Untuk
mengatasi masalah masalah yang muncul dalam proses pembelajaran, meningkatkan
efektifitas dan prestasi siswa dalam pembelajaran diperlukan strategi yang
mumpuni karena tiap siswa memiliki karakter yang berbeda dalam belajar.
Coaching dan counselling diperlukan untuk
membimbing dan melatih siswa siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar. Dan terbukti strategi couching dan
counselling dapat meningkatkan efektifitas dan prestasi belajar siswa baik
akademik maupun non akademik.
DAFTAR PUSTAKA
Pramudianto. I’M A COACH. Yogyakarta: Andi
Rogers, Dave. 2008. Awesome Coaching. Jakarta: PT BPK
Gunug Mulia
Asrori, Mohammad. Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV. Wacana Prima
Winkel, W.S. PSIKOLOGI PENGAJARAN. Yogyakarta: Rasindo
Haklim. Lukmanul. 2011. Perencanaan Pembelajaran. Bandung : CV. Wacana Prima
Asrori, Mohammad. Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV. Wacana Prima
Winkel, W.S. PSIKOLOGI PENGAJARAN. Yogyakarta: Rasindo
Haklim. Lukmanul. 2011. Perencanaan Pembelajaran. Bandung : CV. Wacana Prima
Tidak ada komentar:
Posting Komentar