Selasa, 11 Oktober 2016

Ajat Zatnika : Konsepsi Filsafat Ilmu Pendidikan Berdasarkan Sistem Filsafat Pancasila



BAB I
PENDAHULUAN



A.      Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu pemikiran yang praktis dan membutuhkan teori dalam menciptakan sistem pendidikan  yang ideal. Oleh sebab itu pendidikan harus berangkat dari filsafat yang khusus dan condong membahas tentang pendidikan. Apalagi jika ada beberapa pertanyaan radikal tentang pendidikan yang berhubungan dengan ilmu-ilmu sosial dan alam. Landasan filsafat pendidikan memberi perspektif filosofis yang seyogyanya merupakan “kacamata” yang dikenakan dalam memandang menyikapi serta melaksanakan tugasnya.
Berfikir filosofis pada satu sisi dan di pihak lain pengalaman dan penyelidikan empiris berjalan bersama-sama. Maka filsafat merupakan suatu pengetahuan teoritis dan pedagogik merupakan pengetahuan praktis yang menentukan suatu pendidikan itu efektif.
Pancasila adalah dasar Negara Indonesia yang merupakan fungsi utamanya dan dari segi materinya digali dari pandangan hidup dan kepribadian bangsa (Dardodiharjo, 1988. 17). Pancasila merupakan dasar Negara yang membedakan dengan bangsa lain. Filsafat adalah cara berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran sesuatu. Sementara filsafat pendidikan adalah pemikiran yang mendalam tentang kependidikan berdasarkan filsafat. Bila kita hubungkan fungsi pancasila dengan sistem pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan maka dapat kita jabarkan bahwa pancasila adalah pandangan hidup bengsa yang menjiwai sila-silanya dalam kehidupan sehari-hari. Dan untuk menerapkan sila-sila pancasila, diperlukan pemikiran yang sungguh-sungguh mengenai bagaimana nilai-nilai pancasila itu dapat dilaksanankan. Dalam hal ini tentunya pendidikanlah yang berperan utama.
Filsafat dan pendidikan memang merupakan dua istilah yang terdiri pada makna dan hakikat masing-masing, namun ketika keduanya digabungkan kedalam satu tema khusus, maka ia pun memiliki makna tersendiri yang menunjuk ke dalam suatu kesatuan pengertian yang tidak dipisahkan, namun filsafat pendidikan telah dipandang sebagai suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri, namun bukanlah berarti bahwa kajiannya hanya sekedar menelaah sendi-sendi pendidikan atau filsafat semata. filsafat pendidikan adalah bagian yang tidak dipisahkan dar filsafat secara keseluruan, baik dalam system maupun metode.

B.       Topik Bahasan
Masalah yang nantinya akan dibahas dalam penyajian makalah ini adalah sebagai berikut :
1.         Konsepsi filsafat ilmu pendidikan
2.         Sistem filsafat pancasila
3.         Pokok-pokok ajaran filsafat pancasila
4.         Kategori dan hierarki kebenaran
5.         Dinamika budaya pasca modern

C.      Tujuan Penyajian Makalah
Tujuan dari penulisan makalah yang akan disajikan ini adalah sebagai berikut :
1.         Mengetahui konsepsi ilmu pendidikan
2.         Mengetahui system filsafat pancasila
3.         Mengetahui pokok-pokok ajaran filsafat pancasila
4.         Mengetahui kategori dan hierarki kebenaran
5.         Mengetahui dinamika budaya pasca modern











BAB II
KONSEPSI FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN
BERDASARKAN SISTEM FILSAFAT PANCASILA


A.      Filsafat Ilmu Pendidikan
1.         Pengertian Filsafat
Secara etimologis istilah ”filsafat“ atau dalam bahasa Inggrisnya “philosophi” adalah berasal dari bahasa Yunani“philosophia” yang secara lazim diterjemahkan sebagai “cinta kearifan” kata philosophia tersebut berakar pada kata “philos”  (pilia, cinta) dan “sophia” (kearifan). Berdasarkan  pengertian bahasa tersebut filsafat berarti cinta kearifan. Kata kearifan bisa juga berarti “wisdom” atau kebijaksanaan sehingga filsafat bisa juga berarti cinta kebijaksanaan. Berdasarkan makna kata  tersebut maka mempelajari filsafat berarti merupakan upaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup yang nantinya bisa menjadi konsep kebijakan hidup yang bermanfaat bagi peradaban manusia. Seorang ahli pikir disebut filosof, kata ini mula-mula dipakai oleh Herakleitos.
Pengetahuan bijaksana memberikan kebenaran, orang, yang mencintai pengetahuan bijaksana, karena itu yang mencarinya adalah oreang yang mencintai kebenaran. Tentang mencintai kebenaran adalah karakteristik dari setiap filosof dari dahulu sampai sekarang. Di dalam mencari kebijaksanaan itu, filosof mempergunakan cara dengan berpikir sedalam-dalamnya (merenung). Hasil filsafat (berpikir sedalam-dalamnya) disebut filsafat atau falsafah. Filsafat sebagai hasil berpikir sedalam-dalamnya diharapkan merupakan suatu yang paling bijaksana atau setidak-tidaknya mendekati kesempurnaan.
Berfilsafat  berarti berpikir  sedalam-dalamnya (merenung) terhadap sesuatu secara metodik, sistematik, menyeluruh dan universal untuk mencari hakikat sesuatu. Dengan kata lain, filsafat  adalah ilmu yang paling umum yang mengandung usaha mencari kebijaksanaandan cinta akan kebijakan. 
Kata filsafat untuk pertama kali digunakan oleh Phythagoras (582 – 496 SM). Dia adalah seorang ahli pikir dan pelopor matematika yang menganggap bahwa intisari  dan  hakikat dari semesta ini adalah bilangan. Namun demikian, banyaknya pengertian filsafat sebagaimana yang diketahui sekarang ini adalah sebanyak tafsiran para filsuf itu sendiri. Ada tiga hal  yang mendorong manusia untuk berfilsafat yaitu :
a.     Keheranan, sebagian filsuf berpendapat bahwa adanya kata heran merupakan asal dari filsafat. Rasa heran itu akan mendorong untuk menyelidiki.
b.     Kesangsian, merupakan sumber utama bagi pemikiran  manusia yang  akan menuntun pada kesadaran. Sikap ini sangat berguna untuk menemukan titik pangkal yang kemudian tidak disangsikan lagi.
c.      Kesadaran akan keterbatasan, manusia mulai berfilsafat jika ia menyadari bahwa dirinya sangat kecil dan lemah terutama bila dibandingkan dengan alam sekelilingnya. Kemudian muncul kesadaran akan keterbatasan bahwa diluar yang terbatas pasti ada sesuatu yang tdak terbatas.
Pada umumnya terdapat dua pengertian filsafat yaitu filsafat dalam arti proses dan filsafat dalam arti produk. Selain itu, ada pengertian lain, yaitu filsafat sebagai ilmu dan filsafat sebagai pandangan hidup. Disamping itu, dikenal pula filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis.

B.       Sistem Filsafat Pancasila
Sebagai dasar negara, Pancasila kembali diuji ketahanannya dalam era reformasi sekarang. Merekahnya matahari bulan Juni 1945, 70 tahun yang lalu disambut dengan lahirnya sebuah konsepsi kenengaraan yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu lahirnya Pancasila.
Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang merupakan karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-star bagi segenap bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam hidup kerukunan berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari, dan yang jelas tadi telah diungkapkan sebagai dasar serta falsafah negara Republik Indonesia.
Pancasila telah ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia, terkecuali bagi mereka yang tidak Pancasilais. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dan kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
1.         Pengertian Sistem
Sistem diambil dari kata systema, yaitu suatu kesatuan yang terdiri dari sub-sub yang mempunyai hubungan fungsional apabila salah satu atau lebih dari satu tidak bekerja maka suatu sistem tidak bekerja secara optimal atau bahkan gagal.  Sistem lazimnya memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
a.         Suatu kesatuan bagian-bagian
b.        Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
c.         Saling berhubungan dan saling ketergantungan
d.        Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu
e.         Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks
2.         Pengertian Sistem Filsafat
Sistem filsafat dimaksudkan sebagai kumpulan atau kesatuan pemikiran atau ajaran yang saling berhubungan dan komphrehensif untuk mencapai tujuan tertentu. Komphrehensif yang dimaksudkan harus mampu menjangkau seluruh realitas yg ada, mencakup pemikiran teoritis tentang tentang realitas adanya tuhan, alam, dan manusia.
Terdapat tiga kelompok hal yang dipikirkan :
a.         Tentang keberadaan sesuatu hal (Dimensi ontologis)
b.        Tentang pengetahuan (Dimensi epistemologis)
c.         Tentang nilai-nilai (Dimensi aksiologis)
3.         Pengertian Pancasila
Kata Pancasila berasal dari kata Sansakerta (Agama Buddha) yaitu untuk mencapai Nirwana diperlukan 5 Dasar/Ajaran, yaitu
1)        Jangan mencabut nyawa makhluk hidup/Dilarang membunuh
2)        Jangan mengambil barang orang lain/Dilarang mencuri
3)        Jangan berhubungan kelamin/Dilarang berzina
4)        Jangan berkata palsu/Dilarang berbohong/berdusta.
5)        Jangan minum yang menghilangkan pikiran/Dilarang minuman keras.
Diadaptasi oleh orang jawa menjadi 5 M = Madat/Mabok, Maling/Nyuri, Madon/Awewe, Maen/Judi, Mateni/Bunuh.
·           Pengertian Pancasila Secara Etimologis
Perkataan Pancasila mula-mula terdapat dalam perpustakaan Buddha yaitu dalam Kitab Tripitaka dimana dalam ajaran buddha tersebut terdapat suatu ajaran moral untuk mencapai nirwana/surga melalui Pancasila yang isinya 5 J.
·           Pengertian secara Historis
Pada tanggal 01 Juni 1945 Ir. Soekarno berpidato tanpa teks mengenai rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, kemudian keesokan harinya 18 Agustus 1945 disahkanlah UUD 1945 termasuk Pembukaannya dimana didalamnya terdapat rumusan 5 Prinsip sebagai Dasar Negara yang duberi nama Pancasila. Sejak saat itulah Pancasila menjadi Bahasa Indonesia yang umum. Jadi walaupun pada Alinea 4 Pembukaan UUD 45 tidak termuat istilah Pancasila namun yang dimaksud dasar Negara RI adalah disebut istilah Pancasila hal ini didasarkan interprestasi (penjabaran) historis terutama dalam rangka pembentukan Rumusan Dasar Negara.
·           Pengertian Pancasila Secara Terminologis
Proklamasi 17 Agustus 1945 telah melahirkan Negara RI untuk melengkapai alat2 Perlengkapan Negara PPKI mengadakan sidang pada tanggal 18 Agustus 1945 dan berhasil mengesahkan UUD 45 dimana didalam bagian Pembukaan yang terdiri dari 4 Alinea didalamnya tercantum rumusan Pancasila. Rumusan Pancasila tersebut secara Konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara RI yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh Rakyat Indonesia.
Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti produk, filsafat sebagai pandangan hidup, dan filsafat dalam arti praktis. Hal itu berarti Pancasila mempunyai fungsi dan peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi bangsa Indonesia dimanapun mereka berada.
·           Pancasila menurut Mr. Moh Yamin
Pancasila menurut Mr Moh Yamin  yang disampaikan di dalam sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945, yaitu :
a)        Prikebangsaan;
b)        Prikemanusiaan;
c)        Priketuhanan;
d)       Prikerakyatan;
e)        Kesejahteraan Rakyat
·           Pancasila menurut Mr. Soepomo
Pancasila menurut Prof Dr. RM Soepomo yang diusulkan pada tanggal 31 Mei 1945, yaitu :
a)        Peri Kebangsaan
b)        Peri Ketuhanan.
c)        Kesejahteraan Rakyat.
d)       Peri Kemanusiaan.
e)        Peri Kerakyatan.
·           Pancasila menurut Ir. Soekarno
Menurut Ir. Soekarno yang disampaikan pada tangal 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI, sebagai berikut :
a)        Nasionalisme/Kebangsaan Indonesia.
b)        Internasionalisme/Prikemanusiaan.
c)        Mufakat/Demokrasi.
d)       Kesejahteraan Sosial.
e)        Ketuhanan yang berkebudayaan.
·           Pancasila menurut Piagam Jakarta
Piagam Jakarta disahkan pada tanggal 22 Juni 1945 rumusannya sebagai berikut :
a)        Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
b)        Kemanusiaan yang adil dan beradab.
c)        Persatuan Indonesia.
d)       Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan.
e)        Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kesimpulan dari bermacam-macam pengertian pancasila tersebut yang sah dan benar secara Konstitusional adalah pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD1945, hal ini diperkuat dengan adanya ketetapan MPRS NO.XXI/MPRS/1966 dan Inpres No. 12 tanggal 13 April 1968 yang menegaskan bahwa pengucapan, penulisan dan Rumusan Pancasila Dasar Negara RI yang sah dan benar adalah sebagai mana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.






  1. PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
1. Pancasila Sebagai Jatidiri Bangsa Indonesia
Kedudukan dan fungsi Pancasila harus dipahami sesuai dengan konteksnya, misalnya Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia, sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia. Seluruh kedudukan dan fungsi Pancasila itu bukanlah berdiri secara sendiri-sendiri namun bilamana dikelompokan maka akan kembali pada dua kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar filsafat negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia.
Pancasila pada hakikatnya adalah sistem nilai (value system) yang merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur kebudayaan bangsa  Indonesia sepanjang sejarah, yang berakar dari unsur-unsur kebudayaan luar yang sesuai sehingga secara keseluruhannya terpadu menjadi kebudayaan bangsa Indonesia. Hal itu bisa dilihat dari proses terjadinya Pancasila yaitu melalui suatu proses yang disebut kausa materialisme karena nilai-nilai dalam Pancasila sudah ada dan hidup sejak jaman dulu yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Pandangan yang diyakini kebenarannya itu menimbulkan tekad bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan  dalam sikap dan tingkah laku serta perbuatannya.  Di sisi lain, pandangan itu menjadi motor penggerak bagi tindakan dan perbuatan dalam mencapai tujuannya. Dari pandangan inilah maka dapat  diketahui  cita-cita yang ingin dicapai bangsa, gagasan kejiwaan apa saja yang akan coba diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Satu pertanyaan yang sangat fundamental disadari sepenuhnya oleh para pendiri negara Republik Indonesia adalah :”di atas dasar apakah negara Indonesia didirikan” ketika mereka bersidang untuk pertama kali  di lembaga BPUPKI. Mereka  menyadari bahwa makna hidup  bagi bangsa Indonesia harus ditemukan dalam budaya dan peradaban bangsa Indonesia sendiri yang merupakan perwujudan dan pengejawantahan nilai-nilai yang dimiliki, diyakini dan dihayati kebenarannya oleh masyarakat sepanjang masa dalam sejarah perkembangan dan pertumbuhan bangsa sejak lahirnya.
Nilai-nilai itu adalah buah hasil pikiran-pikiran dan gagasan-gagasan dasar bangsa Indonesia tentang kehidupan yang dianggap baik. Mereka menciptakan tata nilai yang mendukung tata kehidupan sosial dan tata  kehidupan kerohanian bangsa yang  memberi corak, watak dan ciri masyarakat dan bangsa Indonesia yang membedakannya dengan masyarakat dan bangsa lainnya. Kenyataan yang demikian itu merupakan suatu kenyataan objektif yang merupakan jatidiri bangsa Indonesia.
Jadi nilai-nilai Pancasila itu diungkapkan dan dirumuskan dari sumber nilai utama yaitu :
a.       nilai-nilai yang bersifat fundamental, universal, mutlak, dan abadi dari Tuhan Yang Maha Esa yang tercermin  dalam inti kesamaan ajaran-ajaran agama dalam kitab suci
b.      nilai-nilai yang bersifat kolektif nasional yang merupakan intisari dari nilai-nilai yang luhur budaya masyarkat (inti kesatuan adat-istiadat yang baik) yang tersebar di seluruh nusantara.

2. Rumusan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan suatu sistem filsafat. Pengertian sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Lazimnya sistem memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.  suatu kesatuan bagian-bagian
b.  bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
c.  saling berhubungan dan saling ketergantungan
d. kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan sistem)
e.  terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.
  Pada hakikatnya setiap sila Pancasila merupakan suatu asas sendiri-sendiri, fungsi sendiri-sendiri namun demikian secara keseluruhan adalah suatu  kesatuan yang sistematis dengan tujuan (bersama) suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

3. Susunan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Yang Bersifat  Organis
Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan peradaban, dalam arti, setiap sila merupakan unsur (bagian yang mutlak) dari kesatuan Pancasila. Oleh karena itu, Pancasila merupakan suatu kesatuan yang majemuk tunggal, dengan akibat setiap sila tidak dapat berdiri sendiri-sendiri terlepas  dari sila-sila lainnya. Di samping itu, di antara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan.
Kesatuan si;a-sila yang bersifat organis tersebut pada hakikatnya secara filisofis bersumber pada hakikat dasar ontologis manusia sebagai pendukung dari inti, isi dari sila-sila Pancasila yaitu hakikat manusia  ”monopluralis” yang memiliki unsur-unsur susunan kodrat jasmani-rohani, sifat kodrat individu-mahluk sosial, dan kedudukan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri-mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Unsur-unsur itu merupakan suatu kesatuan yang bersifat organis harmonis.

4. Susunan Kesatuan  Yang Bersifat Hirarkhis Dan Berbentuk Piramidal.
Hirarkhis dan piramidal mempunyai pengertian yang sangat  matematis yang digunakan untuk menggambarkan hubungan sila-sila Pancasila dalam hal urut-urutan luas (kuantiítas) dan juga dalam hal isi sifatnya. Susunan sila-sila Pancasila menunjukkan suatu rangkaian tingkatan luas dan isi sifatnya dari sila-sila sebelumnya  atau diatasnya.
Dengan demikian, dasar susunan sila-sila Pancasila mempunyai ikatan yang kuat pada setiap silanya sehingga secara keseluruhan Pancasila merupakan suatu keseluruhan yang bulat. Oleh karena itu, sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha    Esa menjadi basis dari sila-sila Pancasila berikutnya.
Secara ontologis hakikat Pancasila mendasarkan setiap silanya pada landasan, yaitu : Tuhan, Manusia, Satu, Rakyat, dan Adil. Oleh karena itu, hakikat itu harus selalu berkaitan dengan sifat dan hakikat negara Indonesia. Dengan demikian maka, sila pertama adalah sifat dan keadaaan negara harus sesuai dengan hakikat Tuhan; sila kedua sifat dan keadaan  negara harus sesuai dengan hakikat manusia; sila ketiga sifat dan keadaan negara harus satu; sila keempat adalah sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat rakyat; dan sila kelima adalah sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat adil. Contoh rumusan Pancasila yang bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal adalah : sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah meliputi dan menjiwai sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

5. Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Yang Saling Mengisi Dan Saling Mengkualifikasi
Kesatuan sila-sila Pancasila yang majemuk tunggal,  hirarkhis piramidal juga memiliki sifat saling mengisi dan salng mengkualifikasi. Hal itu dimaksudkan bahwa setiap sila terkandung nilai keempat sila lainnya, dengan kata lain, dalam setiap sila Pancasila senantiasa dikualifikasi oleh keempat sila lainnya. Contoh rumusan kesatuan sila-sila Pancasila yang mengisi dan saling mengkualifikasi adalah sebagai berikut : sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat  Indonesia.

  1. KESATUAN SILA-SILA PANCASILA SEBAGAI  SUATU SISTEM FILSAFAT
Apabila kita bicara tentang filsafat, ada dua hal yang patut diperhatikan, yaitu filsafat sebagai metode dan filsafat sebagai suatu pandangan, keduanya sangat berguna untuk memahami  Pancasila. Di sisi lain, kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar epistemologi dan dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila.
Filsafat Pancasila  adalah refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertian secara mendasar dan menyeluruh. Pembahasan filsafat dapat dilakukan secara deduktif (dengan mencari hakikat Pancasila serta menganalisis dan menyusunnya secara sistematis menjadi keutuhan pandangan yang komprehensif dan secara induktif (dengan mengamati gejala-gejala sosial budaya masyarakat, merefleksikannya dan menarik arti dan makna yang hakiki dari gejala-gejala itu). Dengan demikian, filsafat Pancasila akan mengungkapkan konsep-konsep kebenaran yang bukan saja ditujukan pada bangsa Indonesia, melainkan bagi manusia pada umumnya.
1.      Aspek Ontologis
Ontologi menurut Runes, adalah teori tentang adanya keberadaan atau eksistensi. Sementara Aristoteles, menyebutnya sebagai ilmu yang menyelidiki hakikat sesuatu dan disamakan artinya dengan metafisika. Jadi ontologi adalah bidang filsafat yang menyelidiki makna yang ada (eksistensi dan keberadaan), sumber ada, jenis ada, dan hakikat ada, termasuk ada alam, manusia, metafisika dan kesemestaan atau kosmologi.
Dasar ontologi Pancasila  adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karenanya disebut juga sebagai dasar antropologis. Subyek pendukungnya adalah manusia, yakni : yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang  berkerakyatan dan yang berkeadilan pada hakikatnya adalah manusia. Hal yang sama juga berlaku dalam konteks negara Indonesia, Pancasila adalah filsafat negara dan pendukung pokok negara adalah rakyat (manusia).
2.      Aspek Epistemologi
Epistemologi adalah bidang/cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Pengetahuan manusia sebagai hasil pengalaman dan pemikiran, membentuk budaya. Bagaimana manusia mengetahui bahwa ia tahu  atau mengetahui bahwa sesuatu itu pengetahuan menjadi penyelidikan epistemologi. Dengan kata lain, adalah bidang/cabang yang menyelidiki makna dan nilai ilmu pengetahuan, sumbernya, syarat-syarat dan proses terjadinya ilmu, termasuk semantik, logika, matematika dan teori ilmu.
Pancasila  sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya adalah suatu sistem pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari Pancasila menjadi pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa, dan negara tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi manusia  Indonesia untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan. Pancasila dalam pengertian seperti itu telah menjadi suatu sistem cita-cita atau keyakinan-keyakinan (belief system) sehingga  telah menjelma menjadi ideologi (mengandung tiga unsur yaitu : 1. logos  (rasionalitas atau penalaran), 2. pathos  (penghayatan), dan 3. ethos  (kesusilaan).
3.      Aspek Aksiologi
Aksiologi mempunyai arti nilai, manfaat, pikiran dan atau ilmu/teori. Menurut Brameld, aksiologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki :
a.       tingkah laku moral, yang berwujud etika,
b.      ekspresi etika, yang berwujud estetika atau seni dan keindahan,
c.       sosio politik yang berwujud ideologi.
Kehidupan manusia  sebagai mahluk subyek budaya, pencipta dan penegak nilai, berarti manusia secara sadar mencari memilih dan melaksanakan (menikmati) nilai. Jadi nilai merupakan fungsi rohani  jasmani manusia. Dengan demikian, aksiologi adalah cabang fisafat yang menyelidiki makna nilai, sumber nilai, jenis nilai, tingkatan nilai dan hakikat nilai, termasuk estetika, etika, ketuhanan dan agama.
Berdasarkan  uraian tersebut  maka dapat dikemukakan pula bahwa yang mengandung nilai itu bukan hanya yang  bersifat material saja tetapi juga sesuatu yang bersifat nonmaterial/rokhaniah. Nilai-nilai material relatif mudah  diukur yaitu dengan menggunakan indra maupun alat pengukur lainnya, sedangkan nilai rokhaniah  alat ukurnya adalah  hati nurani manusia yang dibantu indra manusia yaitu cipta, rasa, karsa serta keyakinan manusia.

  1. NILAI-NILAI PANCASILA MENJADI DASAR DAN ARAH KESEIMBANGAN ANTARA HAK DAN KEWAJIBAN
Pandangan mengenai hubungan antara manusia dan masyarakat merupakan falsafah kehidupan masyarakat yang memberi corak dan warna bagi kehidupan masyarakat. Pancasila memandang bahwa kebahagiaan  manusia akan tercapai  jika ditumbuh-kembangkan hubungan yang serasi antara manusia  dengan masyarakat serta hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Apabila memahami nilai-nilai dari sila-sila Pancasila akan terkandung beberapa hubungan manusia yang melahirkan keseimbangan antara hak dan kewajiban antar hubungan tersebut, yaitu sebagai berikut :
1.      Hubungan Vertikal
Adalah hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai penjelmaan dari nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam hubungannya dengan itu, manusia memiliki kewajiban-kewajiban untuk melaksanakan perintah-Nya dan menjauhkan/menghentikan larangan-Nya, sedangkan hak-hak yang diterima manusia adalah rahmat yang tidak terhingga yang diberikan dan pembalasan amal perbuatan di akhirat nanti.
2.      Hubungan Horisontal
Adalah hubungan manusia dengan sesamanya baik dalam fungsinya sebagai warga masyarakat, warga bangsa maupun warga negara. Hubungan itu melahirkan hak dan kewajiban yang seimbang.
3.      Hubungan Alamiah
Adalah hubungan manusia dengan alam sekitar yang meliputi hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam dengan segala kekayaannya. Seluruh alam dengan segala isinya adalah untuk kebutuhan manusia.  Manusia berkewajiban untuk melestarikan karena alam mengalami penyusutan sedangkan manusia terus bertambah. Oleh karena itu, memelihara kelestrian alam  merupakan kewajiban manusia, sedangkan hak yang diterima manusia dari alam sudah tidak terhingga banyaknya.
Kesimpulan yang bisa diperoleh dari filsafat Pancasila adalah Pancasila memberikan jawaban yang mendasar dan menyeluruh atas masalah-masalah asasi filsafat tentang negara Indonesia.




DAFTAR PUSTAKA

            1. Langeveld, MJ, (l955), Pedagogik Teoritis Sistematis (terjemahan), Bandung, Jemrs.  
  2.  Nunu Heryanto,Makalah Falsafah Sains (PPs 702), Program Pasca Sarjana / S3,       Institut Pertanian Bogor, Maret 200
 3. Desniarti, Makalah Falsafah Sains (PPs 702), Program Pasca Sarjana / S3, Institut Pertanian Bogor, Maret 2002
4. Mudyahardjo,Drs, Redja, Filsafat Ilmu Pendidikan, ROSDA, Cetakan kedua, Bandung              5.http://www.anneahira.com/ilmu/ilmu-pendidikan.htm. Diundih pada tanggal 3 Maret     2011.


Created By : Ajat Zatnika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar