Senin, 30 September 2013

Raup untung di tengah dahaga - AMDK Kabupaten Sukabumi

Reporter : Arbi Sumandoyo (merdeka.com)

Waktu baru saja menunjukkan pukul empat sore. Namun cahaya langit di Kampung Kuta, Desa Babakan Pari, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, sudah mulai gelap. Wawan perlahan menuruni puluhan anak tangga melingkar menuju bekas mata air dulu kerap digunakan warga untuk kebutuhan sehari-hari.

Bekas mata air itu kini ditumbuhi ilalang dan ditanami pohon pisang. Air dari dinding tebing itu sekarang sudah tidak pernah mengalir dan tertutup oleh rumput liar. "Di situ dulu ada empat mata air, tapi kini sudah tidak ada lagi karena kering," kata Wawan, warga Kampung Kuta, kepada merdeka.com Selasa pekan lalu.

Dia mengatakan keringnya mata air itu berlangsung setelah perusahaan air minum kemasan bermerek Aqua mengambil mata air Cikubang. Sejak 1995 penduduk Desa Babakan Pari mulai kelimpungan dengan keringnya air di sumur milik mereka jika tidak turun hujan.

"Kalau nggak turun hujan sepuluh hari aja sudah kering. Beda dengan dulu keringnya pas musim kemarau, tapi warga bisa manfaatkan mata air," ujar wawan mengenang.

Dia lantas menunjukkan sumber mata air lain juga telah ditumbuhi rumput liar bercampur pohon bambu. Hanya ada kubangan air bekas mata air sering digunakan warga. Mata air sudah tidak berproduksi lagi.

Berdasarkan data Dinas Pertambangan dan Energi kini berubah nama menjadi Dinas Pengelolaan Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Sukabumi, tiga tahun lalu Kecamatan Cidahu memiliki enam mata air.

Enam mata air itu adalah mata air Cikubang di Kampung Cikubang Jaya, mata air Ciburial (Desa Babakan Pari), mata air Cibuntu (Kampung Kerenceng), mata air Cigombong (Desa Pasir Doton), mata air Desa Jaya Bakti, dan mata air di Desa Pondok Kaso.

"Semuanya sudah dibeli perusahaan," kata Wawan sambil menunjukkan mata air sedalam 2,5 meter dengan luas sekitar 4x7 meter telah dibeli oleh PT Alam Raya. Namun sampai sekarang mata air ini belum digunakan.

Dalam data Dinas Pertambangan, Aqua lewat bendera PT Aqua Golden Mississippi beralamat di Jalan Pulo Lembut nomor 3 Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur, menguasai empat sumber air dari mata air Cikubang di Kampung Kubang Jaya, Babakan Pari, Kabupaten Sukabumi.

Mata air pertama menghasilkan 500 liter air per detik, Yang kedua dan ketiga sama-sama memproduksi 864 meter kubik air tiap hari. Dari mata air keempat diperoleh 70 liter air saban detik.

Wawan menyebut ekploitasi mata air oleh Aqua sebagai penyebab kekeringan di kampungnya. Dia mengatakan untuk memperoleh air bersih dulu cukup menggali sumur tujuh meter. "Sekarang harus 17 meter, itu pun masih kekeringan," ujarnya.

Dia menunjuk ke arah sebuah penampungan air dibangun oleh Aqua untuk warga sedalam 23 meter juga tidak menghasilkan air setetes pun. Penampungan di Kampung Kuta itu tidak b ermanfaat lagi. "Itu menggunakan bor membangunnya, tapi airnya enggak keluar," tuturnya.

Ironis memang. Aqua kebanjiran fulus, sedangkan warga Cidahu kekeringan. Menurut simulasi dilakukan Amrta Institute pada 2009, Aqua menggunakan air tanah 221.143 meter kubik per bulan dan meraup pendapatan sekitar 2,8 triliun setahun. Tapi perolehan Pemerintah Kabupaten Sukabumi dari sektor air cuma Rp 23,5 miliar.

Amrta mensinyalir tidak maksimalnya pendapatan pemerintah kabupaten itu lantaran sejumlah faktor, di antaranya kesalahan penghitungan di lapangan, keterbatasan sumur pantau, praktek manipulasi air, dan minimnya sumber daya manusia dari pemerinyah buat mengawasi penggunaan air oleh perusahaan.

"Pemasukan dari air optimal bisa dimanfaatkan untuk konservasi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat," kata peneliti dari Amrta Institute, Irfan Zamzami, kepada merdeka.com melalui surat elektronik. Irfan melakukan riset di Kabupaten Sukabumi tahun lalu berjudul "Studi Kasus Pemantauan Pendapatan dari Eksplotasi Air di Kabupaten Sukabumi: Keterbatasan Masyarakat terhadap Air, Keterbatasan Penerimaan Pemerintah dari Sumber Daya Air".

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sukabumi menemukan pendapatan asli daerah Kabupaten Sukabumi terbesar didapat dari pajak air tanah. Jumlahnya Rp 17,5 miliar tiap tahun. Sedangkan perolehan dari Pajak Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Rp 10 miliar dan pajak penerangan jalan (PPJ) Rp 14,5 miliar.

"Porsinya 70 persen dari pajak dibayarkan AMDK," kata Ajat Zatnika dari Fitra Sukabumi saat ditemui di kantornya, Kampung Cibatu, Desa Nagrak, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, Rabu pekan kemarin.

Sumber diperoleh dari : http://m.merdeka.com/khas/raup-untung-di-tengah-dahaga-eksploitasi-air-aqua-3.html

Kamis, 07 Februari 2013

Penyebab Terjadinya Suka dengan Sesama Jenis yang Terjadi pada Buruh Perusahaan di Sukabumi

Waspadai Fenomena Suka Sesama Jenis (Homoseks)
Oleh : Ajat Zatnika 
 
Suka sesama jenis (Homoseks), merupakan hal yang tidak asing lagi terdengar di telinga masyarakat. Fenomena suka sesama jenis ini bisa dianggap sebagai kelainan dan bisa dianggap sebagai tren. Ada dua istilah terhadap orang yang mempunyai kecenderungan seperti ini. “Lesbian dan Gay” menjadi istilah yang terkenal di lingkungan masyarakat. Namun berbicara faktor, ada beberapa faktor yang bisa menyebakan seseorang menyukai sesama jenis, diantaranya :
1). Faktor Lingkungan, pengaruh seseorang yang dari kecil sudah diperlakukan tidak sesuai dengan kodratnya (misal perempuan diperlakukan seperti laki-laki) oleh orang tua, kerabat, tetangga dll maka kecenderungan ini akan tertanam sampai akhirnya bisa menyukai sesama jenis.
2). Faktor Pergaulan & Traumatik, karena putus cinta dengan kekasihnya sehingga seorang perempuan muncul rasa benci kepada laki-laki dan bertemu dengan perempuan atau komunitas lesbi yg merasa bisa melindungi dan menyayangi. Yang akhirnya tumbuh rasa suka antara keduanya, atau munculnya kebencian dari seorang anak perempuan terhadap laki-laki (traumatik) disebabkan sikap seorang ayah yang sadis dan jahat (KDRT) yang akhirnya mencari perlindungan kepada sesama perempuan yang kemudian saling mencintai. 
3). Faktor Biologis, karena pengalaman seks pertama, akibat kasus sodomi yang akhirnya menyebabkan bahwa seseorang hanya mengenal seks dan merasakan kenikmatan seksualitas hanya dengan sesama jenis.
4). Faktor Agama, seseorang yang lemah dalam memahami agama, akan merasa bahwa segala sesuatu yang dilakukan tidak dianggap dosa, menyukai sesama jenis dan melakukan hubungan seksualitas merupakan bagian kebutuhan yang dianggap tidak terkait dengan dosa. Selain itu ada juga faktor x yang akhirnya bisa suka sesama jenis, misalnya ingin merasakan sesuatu yang berbeda, atau karena secara emosional, komunikasi dan verbal yg sudah nyambung dll. Terkait kasus yang terjadi diperusahaan yang ada di Sukabumi, bisa saja “Lesbian atau Gay” terjadi karena kejenuhan terhadap rutinitas aktivitas keseharian sebagai buruh, dan dilokasi tempat bekerja yang ditemui hanya sesama jenis yang selama ini selalu menjalin komunikasi dengan baik dan kedekatan emosional yang harmonis, yang akhirnya muncul hasrat untuk menyalurkan kebutuhan biologisnya kepada sesama jenis.

Informasi Publik Belum Transparan

CIKOLE – Undang-undang 24 tahun 2008 terkait keterbukaan informasi publik, nampaknya belum bisa diterapkan di Kota Sukabumi. Pasalnya, dokumen-dokumen seperti APBD masih sulit dan susah untuk diketahui masyarakat. Hal ini yang dikatakan Direktur Program Forum Indonesia Untuk Transfaransi Anggaran (FITRA) Sukabumi, Ajat Zatnika.
Menurutnya, dokumen negara tersebut seharusnya diketahui oleh masyarakat secara luas. “Sampai saat ini, belum ada kegiatan yang membahas tentang anggaran di Kota Sukabumi,” ujar Ajat kepada Radar Sukabumi.
Selain informasi, masalah dokumen juga seolah tak ada yang boleh mengetahui kecuali eksekutif dan legislatif saja. Padahal dalam amanat UU semua masyarakat boleh mengetahui isi dari dokumen yang selama ini seolah tertutup. “Anggaran yang ada kan berasal dari masyarakat, jadi seharusnya mereka tahu dikemanakan saja anggarannya selama ini,” lanjutnya.
Begitu juga dalam proses penyusunan anggaran. Keterlibatan masyarakat masih dibatasi. Padahal, Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) selalu dilakukan. Tapi, kebutuhan masyrakat yang ril selalu tersisih oleh kepentingan politis. “Buat apa ada Musrenbang kalau memang ajuan dari masyrakat selalu sulit. Ini yang sampai saat ini terus kita dorong agar apa yang diajukan masyarakat bisa terealiasi,” pungkasnya.
Untuk itulah, FIRTA Sukabumi terus konsen untuk memberikan pengetahuan dan pendampingan dalam masalah perencanaan dan penganggaran baik di Kota sukabumi maupun Kabupaten Sukabumi. Tujuannya, agar masyarakat mengetahui sebenarnya seperti apa proses perencaan dan penganggaran dan bagaimana bisa melakukan pengajuan program. “Kalau boleh jujur, jarang ada masyarakat yang terlibat secara langsung dalam Musrenbang. Malahan, dari hasil investigasi kita masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui apa itu musrenbang,” cetus Ajat.(nur)
Sumber diperoleh dari : http://www.spdi.eu/tag/cikole/