SUKABUMIZONE.COM, SUKABUMI–Keterbukaan lembaga publik dilingkungan
pemerintah dan partai politik dinilai belum terlaksana di Kabupaten
Sukabumi, itu sesuai dengan pernyataan Forum Indonesia untuk
Transparansi Anggaran (FITRA) Sukabumi, Jawa Barat.
Salah satunya, keterbukaan mengenai informasi anggaran. Tentunya hal itu
tidak sesuai dengan standar layanan informasi sebagaimana yang
diamanatkan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) pasal 22.
“Keterbukaan informasi dari badan pubik dan parpol di wilayahnya sangat
minim. Setelah Fitra meminta informasi anggaran ke 36 badan publik.
Paling hanya sekitar 36 persen memberikan tanggapan atas permintaan
dokumen atau data. Keterbukaan publik membuktikan masih rendah,”kata
Aktivis FITRA Sukabumi, Ahmad Jamaludin yang juga menyebutkan pelayanan
informasi di badan publik nampaknya masih lamban.
Dijelaskannya, FITRA Sukabumi Oktober-November 2012 lalu sudah melakukan
pengajuan permohonan dokumen anggaran kepada 28 Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) dan 8 Parpol di Kabupaten Sukabumi.
Sementara itu, dokumen atau data yang diminta untuk SKPD antara lain
salinan rencana kerja anggaran (RKA) 2012, salinan daftar penggunaan
anggaran (DPA) 2012, salinan laporan realisasi anggaran (RLA) 2011 dan
pertanggungjawaban APBD 2011 (khusus DPPKAD).
“Untuk parpol yaitu jenis dokumen/data yang diminta salinan laporan
keuangan 2011. Dasar hukum permintaan dokumen/data diantaranya UU Nomor
14/2008 tentang KIP, PP No.61/2010 tentang Pelaksanaan UU No.14/2008.
Paling hanya 36 persen yang terkesan terbuka,” ujarnya.
Sedangkan menanggapi tudingan tersebut, Kepala Bidang Kominfo Dishub
Kominfo Kabupaten Sukabumi, Dadang Sopandi membantah bila telah
mempersulit dalam pemberian permohonan dokumen kepada FITRA Sukabumi.
Hanya saja, pihaknya ingin bermitra dengan lembaga resmi dan telah
memiliki aspek legalitasnya yang jelas.
“Kami mempertanyakan legalitas FITRA Sukabumi untuk pertanggungjawaban.
sebab permasalahannya dengan keamanan dokumen,” jelasnya.
Manager Program FITRA Sukabumi, Ajat Zatnika menegaskan lembaganya sudah
berbadan hukum dengan memiliki akte notaries. Belum lagi merupakan
lembaga jaringan tingkat nasional yakni FITRA.
Sumber diperoleh dari : http://sukabumizone.com/2012/12/sukabumi-dinilai-masih-rendah-dalam-keterbukaan-publik.html
Senin, 31 Desember 2012
Rabu, 28 November 2012
Tipikor Disdik Kabupaten Sukabumi Karena Lemahnya Pengawasan DPRD
INILAH.COM, Sukabumi - Forum Indonesia untuk Tranparansi
Anggaran (FITRA) Sukabumi menilai beberapa perkara tindak pidana korupsi
(Tipikor) di lingkungan Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Sukabumi
bisa jadi karena lemahnya pengawasan dari DPRD.
"DPRD itu punya peranan penting yakni pengawasan atau controling. Dengan adanya Tipikor di Disdik bisa jadi karena pengawasan yang lepas dari DPRD," kata Koordinator Program Fitra Sukabumi, Ajat Zatnika saat dihubungi INILAH.COM.
Menurut Ajat, peranan pengawasan atau kontroling yang dimiliki DPRD ini perlu dipertanyakan dan perlu dievaluasi. DPRD Kabupaten Sukabumi perlu kehati-hatian dalam menerima usulan atau rencana kerja anggaran (RKA) dari Disdik.
"Terlebih lagi dalam APBD Kabupaten Sukabumi anggaran pendidikan sangat besar mencapai 48%. Kedepan, perlu pengawasan dari DPRD dan juga perlu dievaluasi," ujarnya.
Selain DPRD, lanjut Ajat, masyarakat pun memiliki hak untuk melakukan pengawasan. Karena masyarakat sebagai penerima manfaat dari setiap rencana kerja anggaran. "Masyarakat punya hak dan diatur dalam Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP)," imbuhnya.
Sesuai dengan Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2011 tentang rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga (RKA/L) serta daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) sebagai informasi publik yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala oleh badan publik.
"Setiap badan publik juga wajib memberikan informasi kepada masyarakat secara berkala," pungkas Ajat.[ang]
Oleh : Budiyanto
Pakuan-Selasa, 27 November 2012
Sumber silahkan di klik disini : http://www.inilahkoran.com/read/detail/1931537/tipikor-di-disdik-karena-lemahnya-pengawasan
"DPRD itu punya peranan penting yakni pengawasan atau controling. Dengan adanya Tipikor di Disdik bisa jadi karena pengawasan yang lepas dari DPRD," kata Koordinator Program Fitra Sukabumi, Ajat Zatnika saat dihubungi INILAH.COM.
Menurut Ajat, peranan pengawasan atau kontroling yang dimiliki DPRD ini perlu dipertanyakan dan perlu dievaluasi. DPRD Kabupaten Sukabumi perlu kehati-hatian dalam menerima usulan atau rencana kerja anggaran (RKA) dari Disdik.
"Terlebih lagi dalam APBD Kabupaten Sukabumi anggaran pendidikan sangat besar mencapai 48%. Kedepan, perlu pengawasan dari DPRD dan juga perlu dievaluasi," ujarnya.
Selain DPRD, lanjut Ajat, masyarakat pun memiliki hak untuk melakukan pengawasan. Karena masyarakat sebagai penerima manfaat dari setiap rencana kerja anggaran. "Masyarakat punya hak dan diatur dalam Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP)," imbuhnya.
Sesuai dengan Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2011 tentang rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga (RKA/L) serta daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) sebagai informasi publik yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala oleh badan publik.
"Setiap badan publik juga wajib memberikan informasi kepada masyarakat secara berkala," pungkas Ajat.[ang]
Oleh : Budiyanto
Pakuan-Selasa, 27 November 2012
Sumber silahkan di klik disini : http://www.inilahkoran.com/read/detail/1931537/tipikor-di-disdik-karena-lemahnya-pengawasan
Jumat, 05 Oktober 2012
APBD Kabupaten Sukabumi Hanya Akomodir 6% Usulan Warga
Monday, 01 October 2012
SUKABUMI –Hasil kajian Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menunjukan APBD Kabupaten Sukabumi hanya mampu mengakomodir usulan warga sebesar 6%.
Pemerintah daerah juga dinilai belum mampu bersikap transparan atas pengalokasian dana APBD setiap tahunnya. Manager Program Fitra Sukabumi, Ajat Zatnika menuturkan Pemkab Sukabumi belum sepenuhnya mampu mengalokasikan dana ABPD senilai Rp1,8 triliun untuk pembangunan yang didasari usulan warga. Hal ini berdasarkan hasil kajian terhadap pelaksanaan APBD sejak 2009 hingga 2010.
“Konsep pembangunan setiap tahunnya yang berdasarkan usulan warga melalui musyawarah rencana pembangunan (musrenbang) tidak seluruhnya terakomodir APBD.Untuk usulan kegiatan pembangunan dari masyarakat hanya terakomodir 6% dan untuk jenis kegiatannya hanya terakomodir 36,02 %,”ungkap Ajat. Akibatnya,tidak sedikit pemerintah desa yang enggan menyelenggarakan musrenbang. Pasalnya usulan yang berasal dari tingkat RT/RW nyaris tidak pernah terakomodir APBD. Dampaknya kepala desa kerap menjadi pelampiasan kekecewaan warga.
“Kondisi ini terungkap berdasarkan banyaknya pengaduan dari asosiasi kepala desa kepada kami. Mereka cenderung memilih untuk tidak melakukan musrenbang. Kalaupun ada kegiatan pembangunan yang dibiayai APBD di salah satu desa, namun itu bukan yang diusulkan warga,”katanya. Kajian Fitra juga menunjukan hingga kini Pemda Kabupaten Sukabumi belum bisa bersikap transparan terhadap pengalokasian serta pelaksanaan APBD.Alasannya warga masih kesulitan untuk mengakses dana APBD. Padahal dokumen anggaran publik tersebut harus diketahui secara umum.
Bahkan fakta yang terungkap, tidak sedikit anggota legislatif tidak memiliki dokumen APBD. Padahal lembaga tersebut harus melakukan pengawasan. Anggota DPRD Kabupaten Sukabumi Ade Hendrawan mengemukakan sejatinya musrenbang merupakan bagian dari mekanisme atau tahapan bagi pemerintah daerah dalam menentukan pembiayaan pembangunan. Hanya saja, musrenbang tidak bersifat mutlak karena penentuan pembangunan harus menggunakan skala prioritas. toni kamajaya
Sumber:
Rabu, 03 Oktober 2012
Anggaran untuk Pemekaran Kabupaten Sukabumi
Pemekaran Kabupaten Sukabumi sudah menjadi agenda pembangunan, yang dituangkan dalam RPJMD 2006-2010 dan RPJMD 2011-2015 dan sampai sekarang masih menjadi prioritas khusus dari 11 prioritas pembangunan. Upaya pemekaran Kab. Sukabumi, anggarannya telah di alokasikan sejak tahun 2007 pada Pos Sekretariat Daerah. Pada tahun 2007 dgn nama program "Konsultasi Pemekaran Kabupaten", pada tahun 2008-2011 dgn nama program "Program Pencapaian Pemekaran Kabupaten Konsultasi Pemekaran Kabupaten", Tahun 2012 dgn nama program "Fasilitasi Penataan Daerah Otonom Pemekaran Kab. Sukabumi (luncuran 2011). Rincian anggarannya sebagai berikut : Tahun 2007=Rp. 225.000.000,- Tahun 2008=Rp. 275.000.000,- Tahun 2009=Rp. 430.000.000,- Tahun 2010=Rp. 300.000.000,- Tahun 2011=Rp. 176.350.000,- dan Tahun 2012(Luncuran 2011)=Rp. 58.010.000,-. Jadi total anggaran untuk program pemekaran Kab. Sukabumi sampai dengan tahun 2012 sebesar Rp. 1.406.350.000,-. Mangga dikaji ku dulur2 uang sebanyak itu hanya untuk upaya pemekaran kab. smi tapi sampai saat ini pemekaran tidak pernah terwujud. Untuk mengatasi layanan publik, sebenarnya bukanlah Kab. Smi harus dipekarkan, tapi berikan pelimpahan sebagian wewenang kabupaten kepada kecamatan dalam melakukan pelayanan publik, karena dgn pemekaran tidaklah bisa menjamin masyarakat menjadi sejahtera, yang ada hanyalah terpenuhinya kepentingan2 elit politik yang ingin menempati daerah kekuasaan baru...
Senin, 04 Juni 2012
Pasien Dibebani Kenaikan Biaya Operasional
SUKABUMI, KOMPAS.com - RSUD R Syamsudin SH, Kota
Sukabumi, Jabar, berencana menaikkan biaya perawatan untuk menutupi
kebutuhan operasional dan perawatan. Rata-rata kenaikan 30 persen, dan
selambat-lambatnya diberlakukan Mei mendatang.
Kenaikan ini untuk mencukupi kebutuhan operasional rumah sakit, dan juga memperbaiki tingkat pendapatan asli daerah sementara (PADS).
"Selain itu, kenaikan untuk menambah subsidi silang pada bulan-bulan tertentu saat banyak pasien," kata Direktur RSUD R Syamsudin SH, Suherman, Senin (12/3/2012).
Ia mengatakan, kenaikan biaya pelayanan itu didasarkan pada Perda Nomor 21/2011 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan Kelas 3RSUD R Syamsudin SH, yang ditetapkan pada 30 Desember 2011.
Akibat dari peraturan tersebut, biaya rawat inap di Kelas 3 yang sebelumnya Rp 30.000 per hari, meningkat menjadi Rp 50.000 per hari. Rinciannya, Rp 35.000 untuk biaya jasa rumah sakit, dan Rp 15.000 untuk biaya jasa pelayanan. Biaya tindakan medis menjadi Rp 4.500 hingga Rp 15.000, tergantung jenis tindakannya.
Suherman menambahkan, mata biaya operasional yang dimaksud, antara lain untuk membiayai tagihan listrik, air, pemeliharaan peralatan, serta makanan bagi pasien. Sementara untuk peremajaan alat kesehatan seperti pemutakhiran sarana operasi, merupakan tanggung jawab pemerintah daerah.
Total penerimaan rumah sakit itu pada 2011 menurut Suherman sekitar Rp 87 miliar. Sebesar 56 persen di antaranya digunakan untuk biaya operasional dan perawatan rumah sakit. Sisanya digunakan untuk biaya peningkatan kapasitas SDM (sumber daya manusia).
"Kenaikan biaya operasional itu nantinya juga untuk rekrutmen perawat baru," lanjut Suherman.
Pengguna jasa rumah sakit keberatan dengan rencana kena ikan biaya tersebut. Terlebih lagi, saat ini, masyarakat sedang cemas dampak dari rencana kenaikan harga BBM. Kenaikan biaya operasional disebutkan memberatkan masyarakat yang tidak mendapat layanan baik Jamkesmas maupun Jampersal.
"Jika rumah sakit tetap menaikkan biaya pelayanan, kami berharap ada perbaikan jasa kepada kami. Salah satunya adalah ketepatan jadwal pemeriksaan dokter. Ibu mertua saya sudah dua hari dirawat inap di sini, tetapi belum sekalipun diperiksa oleh dokter," kata Endin (42), warga Kecamatan Cisaat yang sedang menjaga mertuanya.
Ajat Zatnika, Manager Program Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sukabumi, mengatakan, pihak rumah sakit harus memberi jaminan kepada masyarakat akan adanya peningkatan kualitas layanan kesehatan. Salah satunya menyangkut ketersediaan dokter dan kecakapan perawat.
"Dokter yang bertugas di rumah sakit harus memprioritaskan melayani pasien yang dirawat di rumah sakit, bukan yang di tempat praktek pribadi mereka. Hal ini masih sering terjadi di sejumlah rumah sakit pemerintah," kata Ajat.
Sumber diperoleh dari : http://regional.kompas.com/read/2012/03/12/22594628/Pasien.Dibebani.Kenaikan.Biaya.Operasional..
Kenaikan ini untuk mencukupi kebutuhan operasional rumah sakit, dan juga memperbaiki tingkat pendapatan asli daerah sementara (PADS).
"Selain itu, kenaikan untuk menambah subsidi silang pada bulan-bulan tertentu saat banyak pasien," kata Direktur RSUD R Syamsudin SH, Suherman, Senin (12/3/2012).
Ia mengatakan, kenaikan biaya pelayanan itu didasarkan pada Perda Nomor 21/2011 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan Kelas 3RSUD R Syamsudin SH, yang ditetapkan pada 30 Desember 2011.
Akibat dari peraturan tersebut, biaya rawat inap di Kelas 3 yang sebelumnya Rp 30.000 per hari, meningkat menjadi Rp 50.000 per hari. Rinciannya, Rp 35.000 untuk biaya jasa rumah sakit, dan Rp 15.000 untuk biaya jasa pelayanan. Biaya tindakan medis menjadi Rp 4.500 hingga Rp 15.000, tergantung jenis tindakannya.
Suherman menambahkan, mata biaya operasional yang dimaksud, antara lain untuk membiayai tagihan listrik, air, pemeliharaan peralatan, serta makanan bagi pasien. Sementara untuk peremajaan alat kesehatan seperti pemutakhiran sarana operasi, merupakan tanggung jawab pemerintah daerah.
Total penerimaan rumah sakit itu pada 2011 menurut Suherman sekitar Rp 87 miliar. Sebesar 56 persen di antaranya digunakan untuk biaya operasional dan perawatan rumah sakit. Sisanya digunakan untuk biaya peningkatan kapasitas SDM (sumber daya manusia).
"Kenaikan biaya operasional itu nantinya juga untuk rekrutmen perawat baru," lanjut Suherman.
Pengguna jasa rumah sakit keberatan dengan rencana kena ikan biaya tersebut. Terlebih lagi, saat ini, masyarakat sedang cemas dampak dari rencana kenaikan harga BBM. Kenaikan biaya operasional disebutkan memberatkan masyarakat yang tidak mendapat layanan baik Jamkesmas maupun Jampersal.
"Jika rumah sakit tetap menaikkan biaya pelayanan, kami berharap ada perbaikan jasa kepada kami. Salah satunya adalah ketepatan jadwal pemeriksaan dokter. Ibu mertua saya sudah dua hari dirawat inap di sini, tetapi belum sekalipun diperiksa oleh dokter," kata Endin (42), warga Kecamatan Cisaat yang sedang menjaga mertuanya.
Ajat Zatnika, Manager Program Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sukabumi, mengatakan, pihak rumah sakit harus memberi jaminan kepada masyarakat akan adanya peningkatan kualitas layanan kesehatan. Salah satunya menyangkut ketersediaan dokter dan kecakapan perawat.
"Dokter yang bertugas di rumah sakit harus memprioritaskan melayani pasien yang dirawat di rumah sakit, bukan yang di tempat praktek pribadi mereka. Hal ini masih sering terjadi di sejumlah rumah sakit pemerintah," kata Ajat.
Sumber diperoleh dari : http://regional.kompas.com/read/2012/03/12/22594628/Pasien.Dibebani.Kenaikan.Biaya.Operasional..
Selasa, 01 Mei 2012
KONSEP PIK SEBAGAI INSTRUMEN PELENGKAP PROGRAM P3K KABUPATEN SUKABUMI
KONSEP PIK SEBAGAI INSTRUMEN PELENGKAP
PROGRAM P3K KABUPATEN SUKABUMI
Oleh : Ajat Zatnika
(Manajer Program FITRA Sukabumi)
Beberapa
daerah telah mempelopori inovasi perencanaan dan penganggaran partisipatif dalam
rangka mengatasi problem-problem yang menjadikan perencanaan dan penganggaran partisipatif
belum mencapai tujuannya, yaitu menjadikan APBD yang berpihak kepada rakyat
miskin dan marginal.
Salah
satunya Pemerintah Kabupaten Sukabumi telah memiliki inovasi dalam upaya menanggulangi kemiskinan dan mengakselerasi
peningkatan IPM pada seluruh desa dan kecamatan, yaitu berupa
harmonisasi manajemen pembangunan partisipatif yang berorientasi pada : 1) Kesesuaian (relevansi)
pembangunan dengan kebutuhan dan potensi sumber daya masyarakat dan wilayah, 2)
Pertumbuhan pembangunan pada seluruh Desa/ Kelurahan dan
kecamatan, 3) Pendayagunaan potensi/ sumber daya lokal untuk
pembangunan, 4) Sinergitas dan integrasi
pembangunan pendidikan, kesehatan, dan perekonomian serta prasarana dan sarana
pendukungnya, 5) Efektivitas dan efisiensi manajemen pembangunan pada tingkat
Desa dan Kecamatan.
Dalam rangka mewujudkan kelima orientasi tersebut,
pemerintah kabupaten Sukabumi melakukan langkah-langkah berupa : 1) Penguatan
kelembagaan di tingkat Kecamatan dan Desa/Kelurahan yaitu penguatan
lembaga Pemerintah Desa, Kecamatan, LPM, Kader Pemberdayaan Masyarakat, UPTD
Kecamatan dan Lembaga Usaha tingkat Kecamatan. Dalam penguatan kelembagaan ini outputnya
adalah agar setiap lembaga yang terkait memiliki kemampuan dalam pengelolaan,
koordinasi dan pembinaan pemerintahan dan pembangunan, serta adanya kepedulian
dan partisipasi dalam pengelolaan pembangunan, 2) Penguatan kapasitas para
pemeran (pemangku kepentingan/stakeholders)
tingkat Kabupaten, Kecamatan, dan Desa/Kelurahan yaitu dari mulai Kepala Desa
& perangkatnya, Camat & perangkatnya, pengurus LPMD, Pengurus Lembaga
Usaha tingkat desa dan kecamatan, Kepala dan
perangkat Unit Pelaksana Teknis Daerah, (UPTD) Satuan Kerja Perangkat Daerah ditingkat
kecamatan. Dalam penguatan kapasitas ini outputnya adalah agar para pemangku
kepentingan memiliki kemampuan dalam pengelolaan pemerintahan dan pembangunan
serta menumbuhkan kepedulian dan partisipasi dari para pengusaha baik ditingkat
desa maupun kecamatan, 3) Penguatan
kemandirian stakeholder
di tingkat Kecamatan dan Desa/Kelurahan yaitu selain para pemangku kepentingan
juga penguatan kemandirian bagi warga, keluarga dan kelompok masyarakat. Dalam
penguatan kemandirian ini outputnya adalah agar para pemangku kepentingan mampu
menggali dan mendayagunakan potensi dan sumber daya pembangunan, serta
mengkoordinasikannya.
Secara operasionalisasi program
tersebut dirancang dan ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten Sukabumi melalui
Program Peningkatan Partisipasi Pembangunan Kecamatan (Program P3K). Program
P3K ini merupakan bagian yang tidak terpisah dari RPJMD Kabupaten Sukabumi
Tahun 2006 – 2010. Program P3K mengacu pada Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun
2007 tentang Tata Cara Penyusunan, Penetapan, dan Pelaporan Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Sukabumi.
Harapan dari dilaksanakannya program P3K ini
adalah terjadinya sinergitas berbagai program yang dilaksanakan masyarakat
secara partisipatif yang dilaksanakan secara komprehensif melibatkan
masyarakat, aparat pemerintah daerah dan kelompok peduli atau swasta.
Dengan demikian penanganan permasalahan
masyarakat dari seluruh sektor dapat dilakukan secara terintegrasi pada sasaran
yang tepat dan tidak terjadinya kesalahan didalam kemanfaatan dari seluruh
program yang ada. Prinsip ini dilakukan mengingat keseluruhan program yang
dilakukan inter departemen ataupun dinas tetap pada satu sasran yang sama yaitu
masyarakat miskin ataupun MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) yang berusaha
untuk dapat terjadinya peningkatan kesejahteraan.
Secara jangka pendek dengan adanya integrasi
pengelolaan program, koordinasi dan pengukuran keberhasilan program dapat lebih
efektif karena seluruh pelaksanaan program dibawah koordinasi yang sama. Selain
itu, akan lebih meminimalisir dampak sosial bagi masyarakat karena menumpuknya
berbagai jenis program di satu wilayah dengan keharusan pembentukan kelembagaan
yang berbeda dan mekanisme yang berbeda karena adanya egosektoral berbagai
program tersebut.
Mengingat bahwa pelaksanaan program ini
merupakan integrasi dari kelembagaan yang ada di tingkat desa yang
dikoordinasikan di tingkat kecamatan, ini menimbulkan kendala yang cukup besar
jika kelembagaan tingkat kecamatan tersebut dalam proses pembentukannya
dilakukan top down. Tetapi proses yang dilakukan harus mengakomodasi seluruh
kelembagaan yang sudah terbentuk di desa masing-masing hasil berbagai program
yang sudah dilaksanakan melalui kesepakatan bersama untuk membentuk kelembagaan
masyarakat, pemerintah dan kelompok peduli.
Upaya
pemerintah kabupaten Sukabumi perlu mendapat apresiasi dengan diterapkannya
program P3K yaitu melalui 3 penguatan yaitu penguatan kelembagaan, penguatan
kapasitas dan penguatan kemandirian yang pada akhirnya program pembangunan di
Kabupaten Sukabumi secara sinergis bisa dilaksanakan dengan menggali potensi,
swadaya masyarakat dan partispasi dunia usaha, namun dalam program P3K tidak
membahas atau mengatur bagaimana mekanisme partisipatif dan keterlibatan
masyarakat dalam musrenbang, serta tidak adanya jaminan kepastian usulan warga
melalui musrenbang diakomodir dalam anggaran belanja daerah (APBD). Maka
kiranya perlu ada instrumen penguat untuk melengkapi dan mengakomodir persoalan
tersebut, yaitu dengan penerapan pagu indikatif sebagai bentuk patokan
batas maksimal dalam mengalokasikan anggaran belanja daerah.
Secara
garis besar apa yang dimaksud konsep pagu indikatif adalah sebagai berikut :
Pagu
indikatif adalah patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada
masing-masing SKPD untuk merencanakan program/kegiatan. Pagu Indikatif terdiri
dari dua jenis, yaitu :
1.
Pagu Indikatif SKPD
2.
Pagu Indikatif Kecamatan (PIK)
Pagu
Indikatif SKPD adalah sejumlah patokan batas maksimal anggaran belanja (APBD)
untuk merencanakan program/kegiatan yang direncanakan oleh SKPD dalam rangka
melaksanakan RPJMD/Renstra SKPD/Renja SKPD (top down planning) yang penentuan
alokasi belanjanya ditentukan oleh mekanisme teknokratik SKPD dengan
berdasarkan kepada kebutuhan dan prioritas program.
Sedangkan
Pagu Indikatif Kecamatan (PIK) adalah sejumlah patokan batas maksimal anggaran
belanja (APBD) untuk merencanakan program/kegiatan ditingkat kecamatan yang
pelaksanaannya dilakukan oleh SKPD. Mekanisme penyusunan program/kegiatan untuk
pagu indikatif kecamatan ini dilakukan secara partisipatif melalui Musrenbang
Kecamatan dengan berdasarkan kepada prioritas program yang diusulkan tiap
desa/kelurahan di kecamatan tersebut. Metode yang digunakan adalah pendekatan
persoalan (problem based approach) bukan usulan desa/kelurahan.
Persoalan daerah yang ada didesa/kelurahan harus dilakukan intervensi oleh SKPD
menjadi fokus pembahasan, sehingga musyawarah antar warga dengan SKPD terkait
dilakukan dalam rangka mengatasi masalah. Dengan pendekatan masalah maka ego
wilayah (masing-masing memperjuangkan usulan desa/kelurahan) dapat
diminimalisir.
Pagu
indikatif bukanlah alokasi dana yang diberikan kepada pihak kecamatan, namun
besaran dana pembangunan di kecamatan yang dilaksanakan oleh SKPD sehingga
menjadi pegangan bagi setiap SKPD dalam menyusun dan merencanakan kegiatan
pembangunan di kecamatan. Pagu indikatif kecamatan merupakan terobosan untuk
mengatasi problem rendahnya tingkat serapan usulan musrenbang di APBD agar
masyarakat lebih termotivasi untuk mengikuti musrenbang. Karena selama ini
keterlibatan masyarakat dalam musrenbang masih kurang dan salah satu
penyebabnya adalah usulan prioritas yang disampaikan hanya dijadikan sebagai shoping
list dan tidak ada jaminan kepastian berapa usulan masyarakat yang akan
diakomodir dalam anggaran belanja (APBD). Secara garis besar bisa dikatakan
bahwa Program P3K hanyalah mengatur bagaimana manajemen pengelolaan pembangunan
ditingkat kecamatan yang didalamnya menggali potensi serta sumber daya alam
dengan melibatkan peran serta masyarakat secara swadaya dan partisipasi dunia
usaha. Sedangkan PIK hanyalah instrumen untuk mengatur besaran alokasi atau
besaran pagu untuk masyarakat di wilayah kecamatan melalui mekanisme
partisipasi musrenbang dan perhitungan matematis berdasarkan indikator capaian,
sehingga adanya jaminan kepastian usulan musrenbang diakomodir dalam APBD.
GAMBARAN
UMUM PROGRAM P3K DI KABUPATEN SUKABUMI DENGAN KONSEP PIK
P3K
|
PIK
|
|
Pengertian
|
Adalah
upaya pemantapan efektivitas manajemen pembangunan daerah khususnya
koordinasi dan pembinaan yang berpangkal di kecamatan
|
Adalah
sejumlah patokan batas maksimal anggaran belanja ( APBD) untuk masing-masing wilyah
kecamatan di kab. Sukabumi, yang penentuan alokasi belanjanya ditentukan oleh
mekanisme partisipatif melalui Musrenbang Kecamatan dengan berdasarkan kepada
prioritas program yang diusulkan tiap dea dikecamatan tersebut
|
Tujuan
|
o UMUM
Mengimplementsikan kebijakan peningkatan
peran serta masyarakat dalam pembangunan sebagai landasan strategis bagi
terwujudnya percepatan penaggulangan kemiskinan berbasis wilayah dan
percepatan peningkatan IPM
o KHUSUS
1.
Menguatkan pengelola pembangunan partisipatif
ditingkat kecamatan dan desa dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
2.
Menguatkan kapasitas pada pemeran (pemangku
kepentingan) tingkat kabupaten, kecamatan, desa dalam mengelola dan
mendayagunakan potensi dan sumber daya lokal
3.
Menguatkan kemandirian stake holder ditingkat
kecamatan dan desa dalam pengembilan keputusan perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan pelestarian pembangunan
|
Untuk
memberikan arah pendistribusian belanja (APBD) yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat tiap desa dan kecamatan
|
Sumber
Dana
|
1.
APBD
2.
Partisipasi dunia usaha
3.
Swadaya masyarakat
|
APBD
|
Sasaran
|
·
Program Pembangunan
·
Pengelolaan Pemerintahan
Melalui
penguatan kelembagaan, penguatan kapasitas dan penguatan kemandirian
|
·
Seluruh urusan yang menjadi kebutuhan hak
dasar masyarakat
Melalui
mekanisme musrenbang
|
Out
Put
|
·
Adanya kepedulian dan partisipasi dunia usaha
dalam pembangunan
·
Adanya kemampuan dalam menggali potensi dan
sumber daya untuk pembangunan
·
Adanya kemampuan lembaga dan peran pemangku
kepentingan dalam pengelolaan pemerintahan dan pembangunan
·
Tumbuhnya partisipasi dan swadaya masyarakat
dalam pembangunan
·
Adanya sikap kemandirian dalam pembangunan
baik pemerintah desa, kecamatan, dunia usaha dan masyarakat
·
Adanya sinergitas program baik pusat,
provinsi dan kabupaten
|
Adanya
kepastian bahwa setiap usulan musrenbang desa dan kecamatan akan didanai,
jika tidak melebihi pagu indikatif yang telah disepakati
|
Manfaat
|
·
Menumbuhkan kepedulian dan partisipasi dunia
usaha dalam pembangunan
·
Memiliki kemampuan dalam pengelolaan
pemerintahan dan pembangunan
·
Menumbuhkan sikap kemandirian dalam
pembangunan
·
Menumbuhkan partisipasi dan swadaya
masyarakat dalam pembangunan
·
Mewujudkan sinergitas program pembangunan
antara perencanaan program pembangunan reguler dan spasial
|
·
Memperbesar peluang usulan musrenbang
diakomodasi di APBD
·
Mendidik masyarakat untuk mengusulkan
kebutuhan, bukan keinginan
·
Mendidik SKPD untuk menyusun
program/kebutuhan berdasarkan skala prioritas untuk mencapai RPJMD, Renstra
SKPD, Renja SKPD dan SPM
·
Belanja APBD tidak didefinisikan sepihak oleh Pemda dan DPRD tetapi
dalam porsi terbatas, juga oleh masyarakat
|
Ketentuan
Dasar
|
·
Kapasitas kelembagaan
·
Kapasitas para pemangku kepentingan
·
Wilayah berpartisipasi
·
Swadaya masyarakat
·
Kemandirian
|
·
Akurasi data
·
Potensi dan Kebutuhan real
·
Dilaksanakan melalui mekanisme musrenbang
·
Ada proyeksi awal tahun perencanaan yang
disepakati melalui MoU oleh Bupati & Ketua DPRD
·
Mengakomodir Kepentingan Politik, Teknokratik
dan Masyarakat
·
Penentuan besaran alokasi PIK menggunakan
perhitungan berdasarkan indikator capaian
|
Kerangka
Berpikir
|
·
Kebutuhan manajemen partisipatif pembangunan
·
Orientasi P3K
|
·
Musrenbang sebagai amanat undang-undang
·
Musrenbang sebagai proses dan mekanisme
perencanaan pembangunan selama ini dipandang belum efektif
·
PIK sebagai upaya ke arah perencanaan
pembangunan yang efektif dan proporsional
|
Pola
Operasionalisasi
|
o
Tahap Perencanaan Program
o
Tahap pelaksanaan program
o
Pertanggungjawaban dan tindak lanjut
program/kegiatan
|
o
Tahap Perencanaan
o
Pelaksanaan
|
Peran
|
·
Camat selaku penanggungjawab teknis
·
Perangkat kecamatan selaku pelaksana
administrasi
·
UPTD selaku penanggungjawab teknis kegiatan
sesuai dengan kewenangan dan tupoksinya
·
Kelembagaan masyarakat dan Lembaga Usaha
tingkat kecamatan selaku mitra kerja teknis kegiatan
·
SKPD selaku pelaksana kegiatan
·
Bappeda, Bapemdes, Bagian tata pemerintahan
Setda, Bagian Pengendalian Program Setda dan inspektorat, selaku perencana
program
|
·
Delegasi Masyarakat Kecamatan adalah individu
yang dipilih oleh dan dari masyarakat peserta Musrenbang Tahunan Kecamatan
untuk mewakili Kecamatan tersebut dalam proses perencanaan dan penganggaran
selanjutnya.
·
Forum Delegasi Musrenbang adalah adalah wadah
musyawarah para Delegasi Masyarakat Kecamatan yang dibentuk paska
penyelenggaraan Musrenbang Kabupaten, dengan fungsi sebagai media pengawasan
masyarakat terhadap proses penyusunan APBD serta implementasi APBD.
·
CAMAT sebagai penanggungjawab wilayah
administrative di tingkat kecamatan
·
SKPD sebagai pelaksana teknis program
·
BAPPEDA yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas dan
fungsi perencanaan pembangunan di daerah
·
DPRD sebagai fungsi legislasi dan penentuk
kebijakan secara politik.
·
Bupati dengan DPRD membuat nota kesepakatan
penentuan proyeksi besaran alokasi belanja pada awal perencanaan
|
Orientasi
|
Seluruh
pemangku kepentingan baik ditingkat kabupaten maupun kecamatan berorientasi
pada upaya penguatan peran kecamatan sebagai base manajemen khususnya dalam
rangka peningkatan partisipasi pembangunan masyarakat dan pedesaan
|
·
Seluruh usulan masyarakat melalui Usulan
musrenbang kecamatan yang diajukan sesuai dengan pagu anggaran dapat
direalisasikan
·
Sebagai salah satu upaya penaggulangan
kemiskinan
|
Perencanaan
|
-
Prioritas program penanggulangan kemiskinan
dan peningkatan IPM
-
Penguatan peran dan kapasitas pemeran tingkat
kabupaten dan desa
-
Anggaran
-
Penataran dan lokakarya pemeran tingkat
kabupaten
-
Penataran dan lokakarya pemeran tingkat
kecamatan
-
Penguatan/pentaloka para pemimpin kelembagaan
tingkat desa
-
Pemantapan dan pemanfaatan profil desa untuk
menjadi masukan musrenbang
-
Musrenbang tingkat dusun/rw, dan tingkat desa
-
Musrenbang tingkat kecamatan
-
Musrenbang tingkat kabupaten
|
-
Prioritas program penanggulangan kemiskinan
dan peningkatan IPM
-
Penguatan peran fasilitator musrenbang dan
forum delegasi musrenbang kecamatan dan kebupaten
-
Penguatan kapasitas Fasilitator Musrenbang
-
Musrenbang tingkat Dusun/rw, dan desa
-
Musrenbang tingkat kecamatan
-
Musrenbang tingkat kabupaten
-
Pengawalan dan pembahasan usulan musrenbang
dengan DPRD oleh forum delegasi musrenbang
-
Pemantauan
dan pengawalan implementasi kegiatan oleh forum delegasi murenbang
|
Minggu, 29 April 2012
”Pengembangan Media Fotografi dalam Perencanaan Penganggaran”
”Pengembangan Media Fotografi dalam
Perencanaan Penganggaran”
Menggabungkan foto, pemberdayaan perempuan, dan partisipasi publik
Oleh : Ajat Zatnika[1]
PENGANTAR
Kabupaten Sukabumi terletak antara
106º49 samapi 107º Bujur Timur
60º57 - 70º25 Lintang selatan dengan batas wilayah administrasi sebelah
Utara dengan Kabupaten Bogor, sebelah Selatan dengan Samudera Indonesia,
sebelah Barat dengan Kabupaten Lebak, disebelah Timur dengan Kabupaten Cianjur.
Batas wilayah tersebut 40 % berbatasan dengan lautan dan 60% merupakan
daratan.Wilayah Kabupaten Sukabumi memiliki areal yang cukup luas yaitu ±
419.970 ha.
Penduduk Kabupaten Sukabumi berdasarkan
data tahun 2008 yaitu 2.437.395 jiwa yang terdiri dari 1.221.117 orang
laki-laki dan 1.216.218 orang perempuan, dan pada tahun 2009 sudah mencapai 2.458.952 jiwa. dengan laju pertumbuhan
penduduk 1,74 % dan kepadatan penduduk 590,45 orang per km persegi.
Ditinjau dari
sisi administrasi pemerintahan, dari tahun 2005 sampai tahun 2008 Kabupaten
Sukabumi mengalami pemekaran kecamatan dari 45 menjadi 47 kecamatan, pemekaran
desa dari 345 desa menjadi 363 desa dan 4 kelurahan, secara geografis begitu
luasnya Kabupaten Sukabumi, sehingga bisa dikatakan wilayah terluas di antara
pulau jawa dan bali. Kondisi geografis ini sangat berdampak pada proses
pembangunan dan menjadi kendala dalam melakukan akselerasi peningkatan
pembangunan serta pemberdayaan masyarakat. Maka berkembanglah isu pemekaran
Kabupaten Sukabumi yang pada awalnya pemekaran
wilayah kabupaten menjadi tiga daerah otonom baru, antara lain :
1. Kabupaten Sukabumi Utara
2. Kabupaten Palabuhan Ratu (induk)
3. Kabupaten Sukabumi Selatan.
Namun akhirnya rencana pemekaran kabupaten sukabumi dibagi menjadi 2
wilayah daerah otonom yaitu 1) Kabupaten Sukabumi sebagai kabupaten induk dan
2) Kabupaten Sukabumi Utara. Pemerintah Kabupaten Sukabumi telah mengagendakan rencana pemekaran
daerah pada tahun 2010 yaitu pasca pilkada bulan april 2010, seperti tertuang
dalam Perda No 1 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD). Dalam RPJMD tersebut, kebijakan pemekaran diimplementasikan dalam
program penataan wilayah administrasi kecamatan dan desa, serta program
percepatan pemekaran Kabupaten Sukabumi.
Pada tahun 2008
APBD Kabupaten Sukabumi sebesar 1,22 triliun. Jumlah sebesar itu diantaranya
diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 63,4 milyar, dengan Dana
Alokasi Umum (DAU) sebesar 827,1 milyar dan dana bagi hasil sebesar 83,2 milyar.
Adapun belanja pegawai kabupaten sukabumi pada tahun 2008 sebesar 705,8 milyar.
Sedangkan pada
tahun 2009 jumlah APBD kabupaten Sukabumi mengalami penurunan menjadi sebesar
1,19 triliun hal ini disebabkan karena jumlah belanja pegawai mengalami
peningkatan menjadi sebesar 859,3 milyar. Pendapatan Asli Daerah mencapai 82,5
milyar, dan dana bagi hasil mengalami penurunan menjadi sebesar 73,5 milyar.
Dana Alokasi Umum yang diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Sukabumi mencapai
855,8 milyar.
Praktik Perencanaan Dan Penganggaran di Kabupaten Sukabumi
Dalam hal proses perencanaan dan penganggaran bahwa Musrenbang sebagai sarana jaring aspirasi rakyat sebagai
salah satu jalan bagi rakyat untuk memperoleh haknya dalam anggaran yang
dikelola oleh pemerintah, namun proses perencanaan dan penganggaran masih
menjadi barang yang asing dimasyarakat. Kurangnya sosialisasi dari pemerintah
Kabupaten Sukabumi menjadikan musrenbang hanya menjadi rutinitas yang tidak
memiliki substansi dan jaminan yang jelas terhadap masyarakat akan usulannya,
apakah akan diakomodir atau tidak. Dan
masyarakatpun apatis, mereka tidak lagi mempersoalkan apakah usulannya
diakomodir atau tidak. Sehingga ketika usulannya hanya menjadi shopping list
dalam Musrenbang, tidak ada upaya dari masyarakat untuk melakukan advokasi agar
keinginan mereka dikabulkan dalam anggaran.
Kebijakan
Pemerintah Kabupaten Sukabumi yang tertuang dalam RPJMD 2006-2010 dan RKPD
Tahun 2009 telah memberikan peluang bagi warga untuk berperan serta dalam pembangunan dan diperkuat dengan Perda
No. 20 Tahun 2003 tentang Perencanaan Pembangunan Partisipatif yang didasarkan pada
prinsip partisipatif yang berorientasi pada pemecahan masalah sesuai dengan
transfaransi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan
di Kabupaten Sukabumi. Namun pada realitasnya masih banyak masyarakat yang
tidak bisa terlibat langsung dalam perencanaan pembangunan, hal ini dikarenakan
keterbatasan tingkat pengetahuan dan kemampuan warga dalam proses perencanaan
dan penganggaran.
Proses
perencanaan dan penganggaran merupakan sebuah proses untuk menentukan arah
kebijakan dalam anggaran publik (APBD) yang disusun dengan mempertimbangkan
keberpihakan terhadap kepentingan rakyat (pro
poor) sebagai pemanfaat langsung dalam penggunaan anggaran daerah. Oleh
karena itu, dalam pelaksanaan proses perencanaan dan penganggaran tentunya
harus memberikan peluang seluas-luasnya kepada masyarakat agar berpartisipasi
aktif untuk menjadi penentu arah keberpihakan anggaran. Permasalahannya, ternyata
pada tataran praktis, partisipasi warga di Kabupaten Sukabumi belum dijadikan
mainstream dalam perencanaan penganggaran. Hal ini disebabkan oleh beberapa
kendala seperti prosedur, komitmen atau political will dari pemerintah daerah,
serta kapasitas pemerintah daerah dan warga.
Praktik proses
perencanaan dan penganggaran yang terjadi di Kabupaten Sukabumi adalah sebagai
berikut :
1.
Tahapan
Persiapan Penjaringan
aspirasi masyarakat melalui Musrenbang dari tingkat Desa sampai tingkat
Kecamatan; Pada
tahap ini Kepala Desa dan Camat menetapkan Tim Penyelenggara Musrenbang. Tim
inilah yang kemudian menyusun jadwal serta agenda Musrenbang, mengumumkan atau
mengundang minimal 7 hari sebelum kegiatan dilaksanakan agar peserta dapat
melakukan pendaftaran. Tim ini juga yang menyiapkan materi serta notulen
pertemuan. Musrenbang ini menjadi forum untuk menjaring aspirasi masyarakat.
Namun pada kenyataannya yang hadir dalam musrenbang baik ditingkat desa maupun
di tingkat kecamatan sebagian besar didominasi oleh unsur pemerintah dan orang
yang biasa terlibat dalam musrenbang. Sedangkan masyarakat yang benar-benar
ingin mengusulkan kebutuhan berdasarkan realitas kebutuhan mendesak tidak
diundang dalam musrenbang.
2.
Waktu
Pelaksanaan Musrenbang Desa dan Kecamatan; Musrenbang Desa dilaksanakan pada bulan
Januari, dimana aspirasi masyarakat dapat digali melalui dialog atau musyawarah
antar kelompok-kelompok masyarakat.
Keluaran dari Musrenbangdes adalah penetapan prioritas kegiatan
pembangunan tahun mendatang sesuai dengan potensi serta permasalahan di desa
tersebut. Pada tahap ini juga ditetapkan daftar nama 3–5 orang delegasi dari
peserta Musrenbang Desa untuk menghadiri Musrenbang Kecamatan. Musrenbang
Kecamatan dilaksanakan pada bulan Februari, Keluaran dari Musrenbang di tingkat
kecamatan ini menetapkan daftar prioritas kegiatan pembangunan di wilayah
kecamatan. Prioritas kegiatan pembangunan ini disesuaikan menurut fungsi SKPD
dan penetapan anggaran yang akan didanai melalui APBD dan sumber pendanaan
lainnya. Hasil penetapan daftar prioritas ini kemudian disampaikan oleh
masing-masing delegasi kepada masyarakat pada masing-masing desa. Pada tahap ini juga ditetapkan delegasi untuk
mengikuti Musrenbang Kabupaten sebanyak 3 orang, tetapi tidak ada delegasi
untuk mengikuti forum SKPD.
3.
Intervensi
hak budget DPRD terlalu kuat; dimana anggota
DPRD sering mengusulkan kegiatan-kegiatan yang menyimpang jauh dari usulan
masyarakat yang dihasilkan dalam Musrenbang. Jadwal reses DPRD dengan proses
Musrenbang yang tidak match misalnya Musrenbang sudah dilakukan, baru DPRD
reses mengakibatkan banyak usulan DPRD yang kemudian muncul dan merubah hasil
Musrenbang. Intervensi legislatif ini kemungkinan didasari motif politis yakni
kepentingan untuk mencari dukungan konstituen sehingga anggota DPRD berperan
seperti sinterklas yang membagi-bagi proyek. Selain itu ada kemungkinan juga
didasari motif ekonomis yakni membuat proyek untuk mendapatkan tambahan income
bagi pribadi atau kelompoknya dengan mengharap bisa intervensi dalam aspek
pengadaan barang (procurement) atau pelaksanaan
kegiatan. Intervensi hak budget ini juga seringkali mengakibatkan pembahasan
RAPBD memakan waktu panjang untuk negosiasi antara eksekutif dan legislative.
Salah satu strategi dari pihak eksekutif untuk “menjinakkan” hak budget DPRD
ini misalnya dengan memberikan alokasi tertentu untuk DPRD missal dalam
penyaluran Bantuan Sosial (Bansos) ataupun pemberian “Dana Aspirasi” yang bisa
digunakan oleh anggota DPRD secara fleksibel untuk menjawab permintaan masyarakat.
(Penulis belum dapat menampilkan rincian
seberapa besar “dana aspirasi” yang termuat dalam APBD Kabupaten Sukabumi).
4.
Pendekatan
partisipatif dalam perencanaan melalui mekanisme musrenbang masih menjadi
retorika. Perencanaan pembangunan masih
didominasi oleh: Kebijakan kepala daerah, hasil reses DPRD dan Program dari
SKPD. Kondisi ini berakibat timbulnya akumulasi kekecewaan di tingkat desa dan
kecamatan yang sudah memenuhi kewajiban membuat rencana tapi realisasinya
sangat minim.
5.
Proses
Perencanaan kegiatan yang terpisah dari penganggaran, Karena ketidakjelasan informasi besaran anggaran, proses
Musrenbang kebanyakan masih bersifat menyusun daftar belanja (shopping list)
kegiatan. Banyak pihak seringkali membuat usulan sebanyak-banyaknya agar
probabilitas usulan yang disetujui juga semakin banyak. Ibarat memasang banyak
perangkap, agar banyak sasaran yang terjerat.
6.
Ketersediaan
dana yang tidak tepat waktu. Terpisahnya
proses perencanaan dan anggaran ini juga berlanjut pada saat penyediaan
anggaran. APBD disahkan pada bulan Januari / Februari tahun berjalan, tapi dana
seringkali lambat tersedia. Bukan hal yang aneh, walau tahun anggaran mulai per
1 Januari tapi sampai bulan Juli-pun anggaran program di tingkat SKPD masih
sulit didapatkan.
7.
Breakdown RPJPD ke RPJMD dan RPJMD ke RKPD seringkali
tidak nyambung (mismatch). RPJPD Kabupaten Sukabumi belum ada dan masih mengacu pada Renstra
Kabupaten Sukabumi tahun 2001-2010. Ada kecenderungan dokumen RPJP ataupun
RPJM/Renstra SKPD seringkali tidak dijadikan acuan secara serius dalam menyusun
RKPD/Renja SKPD. Kondisi ini muncul salah satunya disebabkan oleh kualitas
tenaga perencana di SKPD yang terbatas kuantitas dan kualitasnya. Dalam
beberapa kasus ditemui perencanaan hanya dibuat oleh Pengguna Anggaran dan
Bendahara, dan kurang melibatkan staf program sehingga banyak usulan kegiatan
yang sifatnya copy paste dari kegiatan yang lalu
dan tidak visioner.
8.
Kualitas
RPJPD, RPJM Daerah dan Renstra SKPD seringkali belum optimal. Beberapa kelemahan yang sering ditemui dalam penyusunan Rencana
tersebut adalah; indikator capaian yang seringkali tidak jelas dan tidak
terukur (kalimat berbunga-bunga), data dasar dan asumsi yang seringkali kurang
valid, serta analisis yang kurang mendalam dimana jarang ada analisis mendalam
yang mengarah pada “how to achieve” suatu target.
9.
Terlalu
banyak “order” dalam proses perencanaan dan
masing-masing ingin menjadi arus utama misalnya gender mainstreaming, poverty mainstreaming,
disaster mainstreaming dll. Perencana di daerah seringkali
kesulitan untuk menterjemahkan isu-isu tersebut. Selain itu “mainstreaming”
yang seharusnya dijadikan “prinsip gerakan pembangunan”.
10. Koordinasi antar SKPD untuk proses perencanaan
masih lemah sehingga kegiatan yang dibangun
jarang yang sinergis bahkan tidak jarang muncul egosektoral. Ada suatu kasus
dimana di suatu kawasan Dinas Kehutanan mendorong program reboisasi tapi disisi
lain Dinas Pertambangan memprogramkan ekploitasi tambang di lokasi tersebut.
11. Kualitas hasil Musrenbang Desa/Kecamatan
seringkali rendah karena kurangnya Fasilitator Musrenbang yang berkualitas. Fasilitasi proses perencanaan tingkat desa yang menurut PP 72
tahun 2005 diamanahkan untuk dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten (bisa via
Pemerintah Kecamatan) seringkali tidak berjalan. Proses fasilitasi hanya
diberikan dalam bentuk surat edaran agar desa melakukan Musrenbang, dan jarang
dalam bentuk bimbingan fasilitasi di lapangan.
12. Kurangnya keterlibatan masyarakat terutama kaum
perempuan, peserta musrenbang masih didominasi oleh aparat Desa dan
unsur Kecamatan serta Dinas/Instansi Kecamatan.
13. Pedoman untuk Musrenbang atau perencanaan
(misal Permendagri 66 tahun 2007) cukup rumit (complicated) dan
agak sulit untuk diterapkan secara mentah-mentah di daerah pelosok pedesaan
yang sebagian perangkat desa dan masyarakatnya mempunyai banyak keterbatasan
dalam hal pengetahuan, teknologi dll.
14. Monitoring dan
Evaluasi; Masyarakat
tidak dapat mengakses usulan Musrenbangdes dan Musrenbangkec sampai
ditetapkannya APBD, juga tidak dapat mengakses
hasil laporan pertanggung-jawaban Bupati Sukabumi dari hasil kinerjanya
melaksanakan anggaran. Laporan tahunan
tersebut hendaknya dapat diperoleh sebelum dibahas oleh dewan dan diputuskan
apakah pertanggung-jawaban tersebut diterima atau ditolak. Dalam
mengkritisi hendaknya harus jelas indikator yang digunakan, apakah pemerintah
dalam melakukan kegiatannya telah mempertimbangkan keterwakilan masyarakat? Dan
sebaiknya juga memperbandingkan antara laporan tertulis dengan kinerja di
lapangan. Jika memang tingkat penyimpangan dan kebohongan tinggi, dapat saja
diadvokasikan agar laporan tersebut ditolak atau paling tidak direvisi.
PENGEMBANGAN
MEDIA PHOTO VOICE
Media Photovoices merupakan sebuah metode inovatif yang menggunakan pendekatan non-tradisional dengan
menyediakan kamera dan pelatihan fotografi kepada masyarakat untuk
mendokumentasikan hal-hal penting dalam kehidupan mereka seperti keadaan
lingkungan alam, sosial masyarakat, budaya tradisional serta untuk merekam
proses perubahan, kelebihan-kelebihan, tantangan, serta harapan-harapan dimasa
depan. Metode ini mengajak masyarakat agar dapat
melihat, melindungi, dan mengontrol lingkungan, tata masyarakat, alam, budaya,
pembangunan dan hal-hal penting lainnya di wilayah mereka sendiri melalui media
fotografi. Dimana methode ini sebagai cara untuk mengumpulkan informasi secara
visual dan naratif dan dengan menambahkan pengetahuan dan nilai-nilai setempat
untuk perencanaan pembangunan, konservasi alam dan budaya yang diharapkan akan
memperluas dan melengkapi informasi yang telah ada bagi para pembuat keputusan
tentang arah pembangunan yang akan dilaksanakan diwilayah tersebut.
Metode photovoices
difokuskan untuk memfasilitasi dan menguatkan masyarakat marginal dan atau
kelompok minoritas dimana melalui media fotografi suaranya mampu didengar dan
ikut serta dalam perencanaan dan penganggaran, konservasi alam, dan atau konservasi budaya diwilayahnya.
Penerapan media photovoices yang dilaksanakan di Sukabumi dimotori oleh Photovoices International bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Sukabumi
dengan leading sektor Bappeda dan Bapemdes bersama FITRA Sukabumi dan PPSW Pasoendan untuk memfasilitasi dalam kegiatan
pemberdayaan masyarakat, disamping kegiatan utama untuk melakukan pemetaan
potensi desa secara menyeluruh, media photovoices juga difokuskan untuk merekam
kondisi sosial di masyarakat terutama yang berkaitan dengan sanitasi lingkungan, pendidikan, kesehatan
secara umum, dan kesehatan reproduksi perempuan, perempuan pekerja, peran
perempuan dalam masyarakat dan pembangunan serta pemberdayaan perempuan secara
lebih luas. Data informasi dari hasil kegiatan dokumentasi ini digunakan
sebagai salah satu bahan yang dapat membantu dan menunjang kegiatan musrenbang.
MEMBANGUN
KERJASAMA PROGRAM DALAM CAPACITY BUILDING MELALUI MAGANG ANGGARAN
Kerjasama
program yang dimaksud adalah bagaimana mengintegrasikan program yang dikelola
oleh Photovoices International, PPSW Pasoendan dan FITRA Sukabumi, dan salah
satunya adalah melakukan pengembangan kapasitas warga untuk terlibat serta
melakukan advokasi dalam proses perencanaan dan penganggaran, yaitu melalui
magang anggaran.
FITRA
Sukabumi melakukan magang anggaran dengan dua pendekatan yaitu ; pertama
pendekatan grassroot dengan cara roadshow ke desa-desa sekaligus dijadikan
sebagai kegiatan pra musrenbangdes, dan yang kedua pendekatan penguatan jaringan
NGO, CSO, organisasi kepemudaan dan organisasi kemahasiswaan serta perwakilan masyarakat
dari masing-masing desa dari 8 Kecamatan yang menjadi dampingan FITRA Sukabumi
yaitu Kecamatan Kebonpedes, Sukaraja, Sukabumi, Cisaat, Gunungguruh,
Kadudampit, Cicantayan dan Nagrak, yang dilakukan atau bertempat disekretariat
FITRA Sukabumi yang kita sebut dengan istilah “klinik anggaran”. Perwakilan warga dari desa, adalah warga yang
kualifikasi khusus dan di ambil secara acak seperti memiliki daya kritis, mampu
berkomunikasi dengan baik, yang diharapkan nantinya bisa mewakili desa atau
kecamatan untuk membawa hasil usulan musrenbang desa dan kecamatan dan dapat
melakukan pengawalan sampai ke tingkat Kabupaten.
Dalam kegiatan magang anggaran di klinik anggaran, yaitu
memberdayakan warga yang sudah pernah dilatih oleh FITRA Sukabumi pada pelatihan perencanaan dan penganggaran bagi
warga, yang merupakan strategi membangun dan meningkatkan kapasitas masyarakat
serta media transformasi pengetahuan masyarakat akan proses planning &
budgeting pemerintah daerah. Hanya pada tahap itu, tentunya proses transformasi
pengetahun dan teknik keterampilan mengadvokasi belum terserap secara maksimal,
maka perlu ditindaklanjuti dalam bentuk
pembinaan tekhnis kepada warga, agar ada peningkatan pengetahuan dan
keterampilan dalam memahami proses perencanaan dan penganggaran. Karena dalam
pelaksanaan training anggaran hanya dilaksanakan dalam waktu 2 hari, dan ini
menjadi tuntutan begitu banyaknya harapan dan keinginan masyarakat untuk bisa
lebih memahami tentang perencanaan dan penganggaran. Selama ini warga yang mengikuti
pelatihan tidak pernah mengetahui bagaimana proses perencanaan dan
penganggaran, bahkan mereka tidak pernah terlibat dalam proses tersebut.
Warga yang mengikuti kegiatan di “klinik
anggaran” kita bekali keterampilan-keterampilan dalam melakukan analisis
dokumen perencanaan dan penganggaran serta penguasaan mekanisme perencanaan dan
penganggaran. Dokumen yang di analisis dimulai dari dokumen RPJPD, RPJMD, RKPD,
Renstra SKPD, Renja SKPD, KUA-PPAS, RAPBD dan APBD, serta pembekalan penguasaan
wawasan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perencanaan dan
penganggaran.
Magang anggaran
berupa roadshow, dilakukan oleh tiga lembaga yaitu FITRA Sukabumi, Photovoices
International dan PPSW Pasoendan dengan memadukan media photovoices,
pemberdayaan perempuan dan keterlibatan masyarakat miskin.
Sebelum melakukan
roadshow atau turun ke lapangan, terlebih
dahulu dilakukan pengidentifikasian kantung-kantung
potensial masyarakat baik masyarakat menengah maupun miskin berkaitan dengan
data-data yang diperoleh Bapemdes Kabupaten Sukabumi. Kemudian ditetapkan kriteria penentuan lokasi, yakni;
merupakan kantung kemiskinan, representasi georgrafis dan kemudahan akses
(dampingan FITRA Sukabumi dan PPSW Pasoendan). Berdasarkan kriteria tersebut, akhirnya
lokasi Magang Anggaran yang diperoleh adalah ;
5 Kecamatan (Kecamatan Kadudampit, Gunung
Guruh, Cicantayan, Kebonpedes dan Cisolok) dan 11 Desa (Desa Citamiang,
Sukamanis, Gedepangrango, Hegarmanah, Cicantayan, Cikaret, Jambenenggang,
Sirnaresmi, Gunung guruh, Cibentang dan Desa Sirnaresmi (Kasepuhan Adat
Ciptagelar – Kecamatan Cisolok). Fasilitator yang turun ke lokasi desa dengan
masing-masing peran lembaga yang berbeda-beda untuk melakukan assesment pada
pra musrenbang pada bulan desember 2009 sebab musrenbang akan di laksanakan
pada bulan Januari untuk desa, Februari untuk Kecamatan dan Maret untuk
Kabupaten. Sementara diskusi di pandu oleh Tim Fhotovoices, Fasilitator dari
PPSW dan fasilitator teknis untuk perencanaan dan penganggarannya dari FITRA
Sukabumi. Sasaran dari kegiatan roadshow ini adalah masyarakat umum, terutama
warga miskin serta kaum perempuan.
Pada realitasnya, antusias warga sangat
terlihat ketika yang hadir dalam kegiatan roadshow tersebut ternyata lebih didominasi
terutama oleh kaum miskin dan kehadiran kaum perempuan rata-rata mencapai 40 %,
lebih dari target keterwakilan perempuan sebesar 30 %.
Adapun alur diskusi dalam roadshow magang anggaran yaitu
sebegai berikut :
·
Visualisasi Foto
menampilkan visualisasi hasil photo yang telah
dilakukan oleh warga yang telah dilatih oleh photovoices, photo ini
menggambarkan potensi dan permasalahan yang dihadapi di masing-masing desa
·
Usulan
warga dirangsang untuk menyampaikan usulan
kebutuhan yang selama ini dibutuhkan oleh masyarakat
·
Usulan prioritas
Usulan yang ada kemudian ditentukan bersama
mana yang menjadi skala prioritas untuk dijadikan sebagai bahan usulan dalam
musrenbangdes
·
Alokasi Dana
Alokasi dana juga ditentukan mana yang
bersumber dari pemerintah dan mana yang bisa dilakukan secara swadaya
·
Rekomendasi
Rekomendasi ini dibuat sebagai gambaran dan
terbangunnya komitmen antara pemerintah desa dan masyarakat untuk bersama-sama memajukan
desa.
Output langsung yang dihasilkan dalam kegiatan
tersebut adalah : 1) Dari hasil
curah pendapat dalam magang anggaran ada kesepakatan bersama yang dibuat
seperti masalah desa, potensi desa, usulan masyarakat dan membuat prioritas
usulan kemudian membuat rekomendasi sesuai dengan kebutuhan setiap desa dari 11
desa dan di 5 kecamatan, 2) Masyarakat
menginginkan adanya optimalisasi musrenbang desa, kecamatan dan
kabupaten serta adanya pengawalan oleh perwakilan masyarakat yang di tunjuk
dari desa sampai realisasi, 3) Hanya ada beberapa orang masyarakat yang
dilibatkan dalam musrenbang tetapi masyarakat belum bisa menyuarakan apa-apa
yang menjadi kebutuhan mendasar bagi mereka, 4) Pemerintah dalam hal ini aparat
ditingkat desa belum partisipatif dan transparansi dalam mewujudkan
pemerintahan yang baik, 5) Akses informasi publik dan fungsi kontrol mayarakat
terhadap APBD belum dijalankan secara optimal, 6) Saat ini APBD belum mengena
pada sasaran kegiatan yang dimaksud yang di inginkan masyarakat menyangkut
kesejahteraan masyarakat khususnya di 8 kecamatan sebagai wilayah dampingan
FITRA Sukabumi, Fhotovoices dan PPSW dan di desa-desa, sedangkan di Desa Sirnaresmi
Kasepuhan Adat Ciptagelar sama sekali tidak tersentuh bantuan dari pemerintah
Kabupaten Sukabumi baik sarana maupun prasarana dengan alasan ada di wilayah
Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) padahal warganya termasuk kategori
masyarakat miskin, jauh dari pusat kesehatan, pendidikan, perdagangan dan akses
sosial lainnya serta tidak ada fasilitas yang layak untuk sarana kesehatan
seperti tidak ada posyandu dan bidan. Untuk sarana pendidikan tidak ada
SLTP/sederajat dan anak usia sekolah drop out setelah SD karena tidak ada
sarana pendidikan dan terlalu jauh untuk di jangkau sekitar 25 KM dan Tidak ada
sarana transportasi kemudian masyarakat kesulitan memasarkan hasil panen untuk
meningkatnya daya belinya, 7) Peserta menginginkan perlu dilibatkan dalam
setiap musyawarah perencanaan dan penganggaran dan dilibatkan pada saat
pembahasan anggaran atau penyusunan anggaran daerah (APBD), dan posisi
masyarakat sebagai fungsi kontrol bisa berjalan dengan baik, 8) Masyarakat
sangat menyayangkan Pemerintah Kabupaten Sukabumi yang lambat menangani
permasalahan.
Secara global hasil yang diperoleh dari kegiatan roadshow magang anggaran adalah
sebagai berikut : 1) Adanya pengetahuan dan pemahaman warga tentang perencanaan
dan penganggaran, 2) Lahirnya inovasi penerapan media
photovoices dalam memperkuat proses usulan dalam musrenbang, 3) Adanya usulan
prioritas masyarakat yang dijadikan sebagai bahan untuk disampaikan dalam
kegiatan musrenbang, 4) Adanya keinginan warga miskin untuk terlibat dalam musrenbang,
5) Adanya keinginan perempuan untuk terlibat dalam musrenbang.
Dalam Curah Pendapat pada magang anggaran, ada beberapa
capaian kegiatan yaitu :
1.
Ada Gambaran proses perencanaan dan
penganggaran dari tingkat desa, kecamatan dan kabupaten
2.
Ada Gambaran dan sumber-sumber pendanaan untuk
pelaksanaan pembangunan di desa seperti bisa di usulkan dalam musrenbang,
program PNPM Mandiri, PNPM Generasi, Alokasi Dana Desa atau sektor yang tidak
mengikat seperti swadaya masyarakat dan pengusaha lokal yang menggunakan lahan
masyarakat sekitar.
3.
Ada Gambaran teknik-teknik fasilitasi
musrenbang di desa dan kecamatan dengan berbagai variasi supaya menarik dengan
cara menampilkan gambar berbagai potensi, masalah yang di hadapi kemudian
memuat usulan dan di urutkan sesuai prioritasnya.
4.
Ada masukan-masukan informasi pelengkap data
yang perlu untuk analisis anggaran.
PERAN KE TIGA LEMBAGA[2]
Pertama Photovoices International. Lembaga ini dengan
kantor pusat di Bali bertujuan untuk memvisualisasikan hasil foto masyarakat
dengan di bekali satu set kamera foto digital Olympus yang ada di wilayahnya
masing-masing yakni di 5 Kecamatan (Kecamatan Kadudampit, Gunung Guruh,
Cicantayan, Kebonpedes dan Cisolok) dan 11 Desa ( Desa Citamiang, Sukamanis,
Gedepangrango, Hegarmanah, Cicantayan, Cikaret, Jambenenggang, Sirnaresmi,
Gunung guruh, Cibentang dan Desa Sirnaresmi (Kasepuhan Adat Ciptagelar–Kec
Cisolok) hasil foto ini adalah alat untuk penguatan kapasitas usulan masyarakat
dalam proses perencanaan dan penganggaran berupa visual karena gambar tidak
bisa bohong dan bicara seadanya dan satu gambar bisa berbagai makna.
Kedua Pusat
Pengembangan Sumberdaya Wanita (PPSW) adalah lembaga penyedia sumberdaya Wanita
tingkat basis di mana masyarakat dampingan PPSW ini sebagai pelaku pengambilan
gambar (photografer) di daerahnya dengan tujuan untuk mengidentifikasi potensi
wilayah, kelebihan, kekurangan, hambatan, melihat kantung-kantung kebutuhan
masyarakat baik masyarakat menengah dan miskin. masyarakat dampingan PPSW ini
adalah pelaku utama yang akan mengawal usulan masyarakat dari tingkat Dusun, Desa, Kecamatan dan
Kabupaten dengan membawa bukti visualisasi lingkungannya.
Ketiga Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA
Sukabumi) adalah lembaga yang khusus untuk melakukan
penelitian dan pengembangan proses perencanaan
dan penganggaran serta kebijakan-kebijakan Pemerintah Kabupaten Sukabumi. Lembaga ini tujuannya untuk
memaparkan hasil analisis kebijakan Pemerintah Daerah dalam bidang Anggaran
baik APBD 2009 atau RAPBD 2010 serta sumber-sumber pendanaan program yang di
usulkan masyarakat melalui Musrenbang Desa dan Kecamatan. Selain itu masyarakat
juga di ajak untuk melihat sektor-sektor anggaran
yang memiskinkan dan penjajakan kebutuhan masyarakat miskin secara partisipatif
untuk APBD 2010 dan RAPBD 2011. Metode yang dipergunakan dalam Magang Anggaran
ini adalah Visualisasi hasil foto masyarakat, Curah Pendapat, melihat potensi
wilayah dan masalahnya, membuat usulan dan mengurutkan prioritas usulan
kemudian mencocokan sumber pendanaannya apakah usulan masyarakat bisa di danai
dari dana yang sudah tersedia dari ADD yang pagunya di antara 99-117 juta
rupiah pertahun/desa karena di sesuaikan dengan jumlah penduduk dan luas
wilayah atau dari Program Nasional pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang bisa di
usulkan di atas sepuluh juta rupiah sampai angka seratus juta atau dari APBD.
Untuk alokasi anggaran dari PNPM sudah jelas anggarannya untuk setiap kecamatan
dan desa seperti salah satunya untuk Kecamatan Kadudampit PNPM Mandiri mendapat
1 milyar rupiah untuk 9 desa dan di bagi dua kegiatan yakni fisik 75 % dan
ekonomi 25 % dan PNPM generasi Sehat dan Cerdas untuk Kecamatan Kadudampit
sejumlah 2 milyar untuk 9 desa. Dan dana untuk PNPM ini berbeda-beda di setiap
Kecamatan disesuaikan dengan jumlah penduduk dan penerima manfaatnya. Dan
alokasi PNPM ini memiliki perencanaannya sendiri dari tingkat dusun sampai
kecamatan. Sementara dana alokasi APBD
akan masuk melalui musrenbang dari
tingkat Desa,Kecamatan dan Kabupaten. Jalur musrenbang ini alokasi anggarannya
tidak jelas berapa anggaran yang akan di turunkan ke setiap kecamatan yang jelas
masyarakat mengusulkan apa saja yang bisa mereka usulkan dan hasilnya entah
seperti apa, apakah tahun-tahun kedepannya mereka akan mendapat hasil usulannya
ataukah sama sekali tidak ada.karena selain pagunya tidak jelas juga sering
terjadi pengalihan kegiatan proyek secara tidak jelas. Oleh karenanya FITRA
sukabumi menggagas dengan Bappeda adanya pagu indikatif Kecamatan agar setiap
kecamatan mendapat alokasi anggaran yang jelas dari APBD.
Flow Process Photovoices
Photovoices Data
(Visual & Informasi)
|
DESA
DATA INFORMASI
|
PERENCANAAN BERSAMA
Pelibatan semua komponen masyarakat :
1. Pemerintahan
Desa
2. Kelompok
masyarakat & perempuan
3. Lembaga
kemasyarakatan
4. Tokoh
Masyarakat/pemuda
5. DLL
|
GOAL / TARGET CAPAIAN
1. List prioritas pembangunan desa
2. Klasifikasi proses dan post budget/penganggaran
· Musrenbang
· ADD
· PNPM
· Sektor lain (swasta
& pihak luar)
|
REKOMENDASI
Untuk
Pemerintah Kecamatan dan Kabupaten
|
Langganan:
Postingan (Atom)