Senin, 31 Desember 2012

Sukabumi Dinilai Masih Rendah Dalam Keterbukaan Informasi Publik

SUKABUMIZONE.COM, SUKABUMI–Keterbukaan lembaga publik dilingkungan pemerintah dan partai politik dinilai belum terlaksana di Kabupaten Sukabumi, itu sesuai dengan pernyataan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sukabumi, Jawa Barat.
Salah satunya, keterbukaan mengenai informasi anggaran. Tentunya hal itu tidak sesuai dengan standar layanan informasi sebagaimana yang diamanatkan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) pasal 22.
“Keterbukaan informasi dari badan pubik dan parpol di wilayahnya sangat minim. Setelah Fitra meminta informasi anggaran ke 36 badan publik.
Paling hanya sekitar 36 persen memberikan tanggapan atas permintaan dokumen atau data. Keterbukaan publik membuktikan masih rendah,”kata Aktivis FITRA Sukabumi, Ahmad Jamaludin yang juga menyebutkan pelayanan informasi di badan publik nampaknya masih lamban.
Dijelaskannya, FITRA Sukabumi Oktober-November 2012 lalu sudah melakukan pengajuan permohonan dokumen anggaran kepada 28 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan 8 Parpol di Kabupaten Sukabumi.
Sementara itu, dokumen atau data yang diminta untuk SKPD antara lain salinan rencana kerja anggaran (RKA) 2012, salinan daftar penggunaan anggaran (DPA) 2012, salinan laporan realisasi anggaran (RLA) 2011 dan pertanggungjawaban APBD 2011 (khusus DPPKAD).
“Untuk parpol yaitu jenis dokumen/data yang diminta salinan laporan keuangan 2011. Dasar hukum permintaan dokumen/data diantaranya UU Nomor 14/2008 tentang KIP, PP No.61/2010 tentang Pelaksanaan UU No.14/2008.
Paling hanya 36 persen yang terkesan terbuka,” ujarnya.
Sedangkan menanggapi tudingan tersebut, Kepala Bidang Kominfo Dishub Kominfo Kabupaten Sukabumi, Dadang Sopandi membantah bila telah mempersulit dalam pemberian permohonan dokumen kepada FITRA Sukabumi. Hanya saja, pihaknya ingin bermitra dengan lembaga resmi dan telah memiliki aspek legalitasnya yang jelas.
“Kami mempertanyakan legalitas FITRA Sukabumi untuk pertanggungjawaban. sebab permasalahannya dengan keamanan dokumen,” jelasnya.
Manager Program FITRA Sukabumi, Ajat Zatnika menegaskan lembaganya sudah berbadan hukum dengan memiliki  akte notaries. Belum lagi merupakan lembaga jaringan tingkat nasional yakni FITRA.

Sumber diperoleh dari : http://sukabumizone.com/2012/12/sukabumi-dinilai-masih-rendah-dalam-keterbukaan-publik.html

Rabu, 28 November 2012

Tipikor Disdik Kabupaten Sukabumi Karena Lemahnya Pengawasan DPRD

INILAH.COM, Sukabumi - Forum Indonesia untuk Tranparansi Anggaran (FITRA) Sukabumi menilai beberapa perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) di lingkungan Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Sukabumi bisa jadi karena lemahnya pengawasan dari DPRD.

"DPRD itu punya peranan penting yakni pengawasan atau controling. Dengan adanya Tipikor di Disdik bisa jadi karena pengawasan yang lepas dari DPRD," kata Koordinator Program Fitra Sukabumi, Ajat Zatnika saat dihubungi INILAH.COM.

Menurut Ajat, peranan pengawasan atau kontroling yang dimiliki DPRD ini perlu dipertanyakan dan perlu dievaluasi. DPRD Kabupaten Sukabumi perlu kehati-hatian dalam menerima usulan atau rencana kerja anggaran (RKA) dari Disdik.

"Terlebih lagi dalam APBD Kabupaten Sukabumi anggaran pendidikan sangat besar mencapai 48%. Kedepan, perlu pengawasan dari DPRD dan juga perlu dievaluasi," ujarnya.

Selain DPRD, lanjut Ajat, masyarakat pun memiliki hak untuk melakukan pengawasan. Karena masyarakat sebagai penerima manfaat dari setiap rencana kerja anggaran. "Masyarakat punya hak dan diatur dalam Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP)," imbuhnya.

Sesuai dengan Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2011 tentang rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga (RKA/L) serta daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) sebagai informasi publik yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala oleh badan publik.

"Setiap badan publik juga wajib memberikan informasi kepada masyarakat secara berkala," pungkas Ajat.[ang]

Oleh : Budiyanto
Pakuan-Selasa, 27 November 2012

Sumber silahkan di klik disini : http://www.inilahkoran.com/read/detail/1931537/tipikor-di-disdik-karena-lemahnya-pengawasan

Jumat, 05 Oktober 2012

APBD Kabupaten Sukabumi Hanya Akomodir 6% Usulan Warga

Monday, 01 October 2012 SUKABUMI –Hasil kajian Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menunjukan APBD Kabupaten Sukabumi hanya mampu mengakomodir usulan warga sebesar 6%. Pemerintah daerah juga dinilai belum mampu bersikap transparan atas pengalokasian dana APBD setiap tahunnya. Manager Program Fitra Sukabumi, Ajat Zatnika menuturkan Pemkab Sukabumi belum sepenuhnya mampu mengalokasikan dana ABPD senilai Rp1,8 triliun untuk pembangunan yang didasari usulan warga. Hal ini berdasarkan hasil kajian terhadap pelaksanaan APBD sejak 2009 hingga 2010. “Konsep pembangunan setiap tahunnya yang berdasarkan usulan warga melalui musyawarah rencana pembangunan (musrenbang) tidak seluruhnya terakomodir APBD.Untuk usulan kegiatan pembangunan dari masyarakat hanya terakomodir 6% dan untuk jenis kegiatannya hanya terakomodir 36,02 %,”ungkap Ajat. Akibatnya,tidak sedikit pemerintah desa yang enggan menyelenggarakan musrenbang. Pasalnya usulan yang berasal dari tingkat RT/RW nyaris tidak pernah terakomodir APBD. Dampaknya kepala desa kerap menjadi pelampiasan kekecewaan warga. “Kondisi ini terungkap berdasarkan banyaknya pengaduan dari asosiasi kepala desa kepada kami. Mereka cenderung memilih untuk tidak melakukan musrenbang. Kalaupun ada kegiatan pembangunan yang dibiayai APBD di salah satu desa, namun itu bukan yang diusulkan warga,”katanya. Kajian Fitra juga menunjukan hingga kini Pemda Kabupaten Sukabumi belum bisa bersikap transparan terhadap pengalokasian serta pelaksanaan APBD.Alasannya warga masih kesulitan untuk mengakses dana APBD. Padahal dokumen anggaran publik tersebut harus diketahui secara umum. Bahkan fakta yang terungkap, tidak sedikit anggota legislatif tidak memiliki dokumen APBD. Padahal lembaga tersebut harus melakukan pengawasan. Anggota DPRD Kabupaten Sukabumi Ade Hendrawan mengemukakan sejatinya musrenbang merupakan bagian dari mekanisme atau tahapan bagi pemerintah daerah dalam menentukan pembiayaan pembangunan. Hanya saja, musrenbang tidak bersifat mutlak karena penentuan pembangunan harus menggunakan skala prioritas. toni kamajaya Sumber:

Rabu, 03 Oktober 2012

Anggaran untuk Pemekaran Kabupaten Sukabumi

Pemekaran Kabupaten Sukabumi sudah menjadi agenda pembangunan, yang dituangkan dalam RPJMD 2006-2010 dan RPJMD 2011-2015 dan sampai sekarang masih menjadi prioritas khusus dari 11 prioritas pembangunan. Upaya pemekaran Kab. Sukabumi, anggarannya telah di alokasikan sejak tahun 2007 pada Pos Sekretariat Daerah. Pada tahun 2007 dgn nama program "Konsultasi Pemekaran Kabupaten", pada tahun 2008-2011 dgn nama program "Program Pencapaian Pemekaran Kabupaten Konsultasi Pemekaran Kabupaten", Tahun 2012 dgn nama program "Fasilitasi Penataan Daerah Otonom Pemekaran Kab. Sukabumi (luncuran 2011). Rincian anggarannya sebagai berikut : Tahun 2007=Rp. 225.000.000,- Tahun 2008=Rp. 275.000.000,- Tahun 2009=Rp. 430.000.000,- Tahun 2010=Rp. 300.000.000,- Tahun 2011=Rp. 176.350.000,- dan Tahun 2012(Luncuran 2011)=Rp. 58.010.000,-. Jadi total anggaran untuk program pemekaran Kab. Sukabumi sampai dengan tahun 2012 sebesar Rp. 1.406.350.000,-. Mangga dikaji ku dulur2 uang sebanyak itu hanya untuk upaya pemekaran kab. smi tapi sampai saat ini pemekaran tidak pernah terwujud. Untuk mengatasi layanan publik, sebenarnya bukanlah Kab. Smi harus dipekarkan, tapi berikan pelimpahan sebagian wewenang kabupaten kepada kecamatan dalam melakukan pelayanan publik, karena dgn pemekaran tidaklah bisa menjamin masyarakat menjadi sejahtera, yang ada hanyalah terpenuhinya kepentingan2 elit politik yang ingin menempati daerah kekuasaan baru...

Senin, 04 Juni 2012

Pasien Dibebani Kenaikan Biaya Operasional

SUKABUMI, KOMPAS.com -  RSUD R Syamsudin SH, Kota Sukabumi, Jabar, berencana menaikkan biaya perawatan untuk menutupi kebutuhan operasional dan perawatan. Rata-rata kenaikan 30 persen, dan selambat-lambatnya diberlakukan Mei mendatang.
Kenaikan ini untuk mencukupi kebutuhan operasional rumah sakit, dan juga memperbaiki tingkat pendapatan asli daerah sementara (PADS).
"Selain itu, kenaikan untuk menambah subsidi silang pada bulan-bulan tertentu saat banyak pasien," kata Direktur RSUD R Syamsudin SH, Suherman, Senin (12/3/2012).
Ia mengatakan, kenaikan biaya pelayanan itu didasarkan pada Perda Nomor 21/2011 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan Kelas 3RSUD R Syamsudin SH, yang ditetapkan pada 30 Desember 2011.
Akibat dari peraturan tersebut, biaya rawat inap di Kelas 3 yang sebelumnya Rp 30.000 per hari, meningkat menjadi Rp 50.000 per hari. Rinciannya, Rp 35.000 untuk biaya jasa rumah sakit, dan Rp 15.000 untuk biaya jasa pelayanan. Biaya tindakan medis menjadi Rp 4.500 hingga Rp 15.000, tergantung jenis tindakannya.
Suherman menambahkan, mata biaya operasional yang dimaksud, antara lain untuk membiayai tagihan listrik, air, pemeliharaan peralatan, serta makanan bagi pasien. Sementara untuk peremajaan alat kesehatan seperti pemutakhiran sarana operasi, merupakan tanggung jawab pemerintah daerah.
Total penerimaan rumah sakit itu pada 2011 menurut Suherman sekitar Rp 87 miliar. Sebesar 56 persen di antaranya digunakan untuk biaya operasional dan perawatan rumah sakit. Sisanya digunakan untuk biaya peningkatan kapasitas SDM (sumber daya manusia).
"Kenaikan biaya operasional itu nantinya juga untuk rekrutmen perawat baru," lanjut Suherman.
Pengguna jasa rumah sakit keberatan dengan rencana kena ikan biaya tersebut. Terlebih lagi, saat ini, masyarakat sedang cemas dampak dari rencana kenaikan harga BBM. Kenaikan biaya operasional disebutkan memberatkan masyarakat yang tidak mendapat layanan baik Jamkesmas maupun Jampersal.
"Jika rumah sakit tetap menaikkan biaya pelayanan, kami berharap ada perbaikan jasa kepada kami. Salah satunya adalah ketepatan jadwal pemeriksaan dokter. Ibu mertua saya sudah dua hari dirawat inap di sini, tetapi belum sekalipun diperiksa oleh dokter," kata Endin (42), warga Kecamatan Cisaat yang sedang menjaga mertuanya.
Ajat Zatnika, Manager Program Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sukabumi, mengatakan, pihak rumah sakit harus memberi jaminan kepada masyarakat akan adanya peningkatan kualitas layanan kesehatan. Salah satunya menyangkut ketersediaan dokter dan kecakapan perawat.
"Dokter yang bertugas di rumah sakit harus memprioritaskan melayani pasien yang dirawat di rumah sakit, bukan yang di tempat praktek pribadi mereka. Hal ini masih sering terjadi di sejumlah rumah sakit pemerintah," kata Ajat.

Sumber diperoleh dari : http://regional.kompas.com/read/2012/03/12/22594628/Pasien.Dibebani.Kenaikan.Biaya.Operasional..

Selasa, 01 Mei 2012

KONSEP PIK SEBAGAI INSTRUMEN PELENGKAP PROGRAM P3K KABUPATEN SUKABUMI


KONSEP PIK SEBAGAI INSTRUMEN PELENGKAP
PROGRAM P3K KABUPATEN SUKABUMI
Oleh : Ajat Zatnika
(Manajer Program FITRA Sukabumi)


Beberapa daerah telah mempelopori inovasi perencanaan dan penganggaran partisipatif dalam rangka mengatasi problem-problem yang menjadikan perencanaan dan penganggaran partisipatif belum mencapai tujuannya, yaitu menjadikan APBD yang berpihak kepada rakyat miskin dan marginal.
Salah satunya Pemerintah Kabupaten Sukabumi telah memiliki inovasi dalam upaya menanggulangi kemiskinan dan mengakselerasi peningkatan IPM pada seluruh desa dan kecamatan, yaitu berupa harmonisasi manajemen pembangunan partisipatif yang berorientasi  pada : 1) Kesesuaian (relevansi) pembangunan dengan kebutuhan dan potensi sumber daya masyarakat dan wilayah, 2) Pertumbuhan pembangunan pada seluruh Desa/ Kelurahan dan kecamatan, 3) Pendayagunaan potensi/ sumber daya lokal untuk pembangunan, 4) Sinergitas dan integrasi pembangunan pendidikan, kesehatan, dan perekonomian serta prasarana dan sarana pendukungnya, 5) Efektivitas dan efisiensi manajemen pembangunan pada tingkat Desa dan Kecamatan.
Dalam rangka mewujudkan kelima orientasi tersebut, pemerintah kabupaten Sukabumi melakukan langkah-langkah berupa : 1) Penguatan kelembagaan di tingkat Kecamatan dan Desa/Kelurahan yaitu penguatan lembaga Pemerintah Desa, Kecamatan, LPM, Kader Pemberdayaan Masyarakat, UPTD Kecamatan dan Lembaga Usaha tingkat Kecamatan. Dalam penguatan kelembagaan ini outputnya adalah agar setiap lembaga yang terkait memiliki kemampuan dalam pengelolaan, koordinasi dan pembinaan pemerintahan dan pembangunan, serta adanya kepedulian dan partisipasi dalam pengelolaan pembangunan,  2) Penguatan kapasitas para pemeran (pemangku kepentingan/stakeholders) tingkat Kabupaten, Kecamatan, dan Desa/Kelurahan yaitu dari mulai Kepala Desa & perangkatnya, Camat & perangkatnya, pengurus LPMD, Pengurus Lembaga Usaha tingkat desa dan kecamatan, Kepala dan perangkat Unit Pelaksana Teknis Daerah,  (UPTD) Satuan Kerja Perangkat Daerah ditingkat kecamatan. Dalam penguatan kapasitas ini outputnya adalah agar para pemangku kepentingan memiliki kemampuan dalam pengelolaan pemerintahan dan pembangunan serta menumbuhkan kepedulian dan partisipasi dari para pengusaha baik ditingkat desa maupun kecamatan, 3) Penguatan kemandirian stakeholder di tingkat Kecamatan dan Desa/Kelurahan yaitu selain para pemangku kepentingan juga penguatan kemandirian bagi warga, keluarga dan kelompok masyarakat. Dalam penguatan kemandirian ini outputnya adalah agar para pemangku kepentingan mampu menggali dan mendayagunakan potensi dan sumber daya pembangunan, serta mengkoordinasikannya.
Secara operasionalisasi program tersebut dirancang dan ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten Sukabumi melalui Program Peningkatan Partisipasi Pembangunan Kecamatan (Program P3K). Program P3K ini merupakan bagian yang tidak terpisah dari RPJMD Kabupaten Sukabumi Tahun 2006 – 2010. Program P3K mengacu pada Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyusunan, Penetapan, dan Pelaporan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Sukabumi.
Harapan dari dilaksanakannya program P3K ini adalah terjadinya sinergitas berbagai program yang dilaksanakan masyarakat secara partisipatif yang dilaksanakan secara komprehensif melibatkan masyarakat, aparat pemerintah daerah dan kelompok peduli atau swasta.
Dengan demikian penanganan permasalahan masyarakat dari seluruh sektor dapat dilakukan secara terintegrasi pada sasaran yang tepat dan tidak terjadinya kesalahan didalam kemanfaatan dari seluruh program yang ada. Prinsip ini dilakukan mengingat keseluruhan program yang dilakukan inter departemen ataupun dinas tetap pada satu sasran yang sama yaitu masyarakat miskin ataupun MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) yang berusaha untuk dapat terjadinya peningkatan kesejahteraan.
Secara jangka pendek dengan adanya integrasi pengelolaan program, koordinasi dan pengukuran keberhasilan program dapat lebih efektif karena seluruh pelaksanaan program dibawah koordinasi yang sama. Selain itu, akan lebih meminimalisir dampak sosial bagi masyarakat karena menumpuknya berbagai jenis program di satu wilayah dengan keharusan pembentukan kelembagaan yang berbeda dan mekanisme yang berbeda karena adanya egosektoral berbagai program tersebut.
Mengingat bahwa pelaksanaan program ini merupakan integrasi dari kelembagaan yang ada di tingkat desa yang dikoordinasikan di tingkat kecamatan, ini menimbulkan kendala yang cukup besar jika kelembagaan tingkat kecamatan tersebut dalam proses pembentukannya dilakukan top down. Tetapi proses yang dilakukan harus mengakomodasi seluruh kelembagaan yang sudah terbentuk di desa masing-masing hasil berbagai program yang sudah dilaksanakan melalui kesepakatan bersama untuk membentuk kelembagaan masyarakat, pemerintah dan kelompok peduli.
Upaya pemerintah kabupaten Sukabumi perlu mendapat apresiasi dengan diterapkannya program P3K yaitu melalui 3 penguatan yaitu penguatan kelembagaan, penguatan kapasitas dan penguatan kemandirian yang pada akhirnya program pembangunan di Kabupaten Sukabumi secara sinergis bisa dilaksanakan dengan menggali potensi, swadaya masyarakat dan partispasi dunia usaha, namun dalam program P3K tidak membahas atau mengatur bagaimana mekanisme partisipatif dan keterlibatan masyarakat dalam musrenbang, serta tidak adanya jaminan kepastian usulan warga melalui musrenbang diakomodir dalam anggaran belanja daerah (APBD). Maka kiranya perlu ada instrumen penguat untuk melengkapi dan mengakomodir persoalan tersebut, yaitu dengan penerapan pagu indikatif sebagai bentuk patokan batas maksimal dalam mengalokasikan anggaran belanja daerah.
Secara garis besar apa yang dimaksud konsep pagu indikatif adalah sebagai berikut :
Pagu indikatif adalah patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada masing-masing SKPD untuk merencanakan program/kegiatan. Pagu Indikatif terdiri dari dua jenis, yaitu :
1.      Pagu Indikatif SKPD
2.      Pagu Indikatif Kecamatan (PIK)
Pagu Indikatif SKPD adalah sejumlah patokan batas maksimal anggaran belanja (APBD) untuk merencanakan program/kegiatan yang direncanakan oleh SKPD dalam rangka melaksanakan RPJMD/Renstra SKPD/Renja SKPD (top down planning) yang penentuan alokasi belanjanya ditentukan oleh mekanisme teknokratik SKPD dengan berdasarkan kepada kebutuhan dan prioritas program.
Sedangkan Pagu Indikatif Kecamatan (PIK) adalah sejumlah patokan batas maksimal anggaran belanja (APBD) untuk merencanakan program/kegiatan ditingkat kecamatan yang pelaksanaannya dilakukan oleh SKPD. Mekanisme penyusunan program/kegiatan untuk pagu indikatif kecamatan ini dilakukan secara partisipatif melalui Musrenbang Kecamatan dengan berdasarkan kepada prioritas program yang diusulkan tiap desa/kelurahan di kecamatan tersebut. Metode yang digunakan adalah pendekatan persoalan (problem based approach) bukan usulan desa/kelurahan. Persoalan daerah yang ada didesa/kelurahan harus dilakukan intervensi oleh SKPD menjadi fokus pembahasan, sehingga musyawarah antar warga dengan SKPD terkait dilakukan dalam rangka mengatasi masalah. Dengan pendekatan masalah maka ego wilayah (masing-masing memperjuangkan usulan desa/kelurahan) dapat diminimalisir.
Pagu indikatif bukanlah alokasi dana yang diberikan kepada pihak kecamatan, namun besaran dana pembangunan di kecamatan yang dilaksanakan oleh SKPD sehingga menjadi pegangan bagi setiap SKPD dalam menyusun dan merencanakan kegiatan pembangunan di kecamatan. Pagu indikatif kecamatan merupakan terobosan untuk mengatasi problem rendahnya tingkat serapan usulan musrenbang di APBD agar masyarakat lebih termotivasi untuk mengikuti musrenbang. Karena selama ini keterlibatan masyarakat dalam musrenbang masih kurang dan salah satu penyebabnya adalah usulan prioritas yang disampaikan hanya dijadikan sebagai shoping list dan tidak ada jaminan kepastian berapa usulan masyarakat yang akan diakomodir dalam anggaran belanja (APBD). Secara garis besar bisa dikatakan bahwa Program P3K hanyalah mengatur bagaimana manajemen pengelolaan pembangunan ditingkat kecamatan yang didalamnya menggali potensi serta sumber daya alam dengan melibatkan peran serta masyarakat secara swadaya dan partisipasi dunia usaha. Sedangkan PIK hanyalah instrumen untuk mengatur besaran alokasi atau besaran pagu untuk masyarakat di wilayah kecamatan melalui mekanisme partisipasi musrenbang dan perhitungan matematis berdasarkan indikator capaian, sehingga adanya jaminan kepastian usulan musrenbang diakomodir dalam APBD.

GAMBARAN UMUM PROGRAM P3K DI KABUPATEN SUKABUMI DENGAN KONSEP PIK


P3K
PIK
Pengertian
Adalah upaya pemantapan efektivitas manajemen pembangunan daerah khususnya koordinasi dan pembinaan yang berpangkal di kecamatan


Adalah sejumlah patokan batas maksimal anggaran belanja  ( APBD) untuk masing-masing wilyah kecamatan di kab. Sukabumi, yang penentuan alokasi belanjanya ditentukan oleh mekanisme partisipatif melalui Musrenbang Kecamatan dengan berdasarkan kepada prioritas program yang diusulkan tiap dea dikecamatan tersebut
Tujuan
o UMUM
Mengimplementsikan kebijakan peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan sebagai landasan strategis bagi terwujudnya percepatan penaggulangan kemiskinan berbasis wilayah dan percepatan peningkatan IPM
o KHUSUS
1.    Menguatkan pengelola pembangunan partisipatif ditingkat kecamatan dan desa dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
2.    Menguatkan kapasitas pada pemeran (pemangku kepentingan) tingkat kabupaten, kecamatan, desa dalam mengelola dan mendayagunakan potensi dan sumber daya lokal
3.    Menguatkan kemandirian stake holder ditingkat kecamatan dan desa dalam pengembilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan

Untuk memberikan arah pendistribusian belanja (APBD) yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat tiap desa dan kecamatan

Sumber Dana
1.       APBD
2.       Partisipasi dunia usaha
3.       Swadaya masyarakat
APBD
Sasaran
·         Program Pembangunan
·         Pengelolaan Pemerintahan
Melalui penguatan kelembagaan, penguatan kapasitas dan penguatan kemandirian

·          Seluruh urusan yang menjadi kebutuhan hak dasar masyarakat
Melalui mekanisme musrenbang

Out Put
·         Adanya kepedulian dan partisipasi dunia usaha dalam pembangunan
·         Adanya kemampuan dalam menggali potensi dan sumber daya untuk pembangunan
·         Adanya kemampuan lembaga dan peran pemangku kepentingan dalam pengelolaan pemerintahan dan pembangunan
·         Tumbuhnya partisipasi dan swadaya masyarakat dalam pembangunan
·         Adanya sikap kemandirian dalam pembangunan baik pemerintah desa, kecamatan, dunia usaha dan masyarakat
·         Adanya sinergitas program baik pusat, provinsi dan kabupaten
Adanya kepastian bahwa setiap usulan musrenbang desa dan kecamatan akan didanai, jika tidak melebihi pagu indikatif yang telah disepakati
Manfaat
·         Menumbuhkan kepedulian dan partisipasi dunia usaha dalam pembangunan
·         Memiliki kemampuan dalam pengelolaan pemerintahan dan pembangunan
·         Menumbuhkan sikap kemandirian dalam pembangunan
·         Menumbuhkan partisipasi dan swadaya masyarakat dalam pembangunan
·         Mewujudkan sinergitas program pembangunan antara perencanaan program pembangunan  reguler dan spasial
·         Memperbesar peluang usulan musrenbang diakomodasi di APBD
·         Mendidik masyarakat untuk mengusulkan kebutuhan, bukan keinginan
·         Mendidik SKPD untuk menyusun program/kebutuhan berdasarkan skala prioritas untuk mencapai RPJMD, Renstra SKPD, Renja SKPD dan SPM
·         Belanja APBD tidak didefinisikan sepihak oleh Pemda dan DPRD tetapi dalam porsi terbatas, juga oleh masyarakat
Ketentuan Dasar
·         Kapasitas kelembagaan
·         Kapasitas para pemangku kepentingan
·         Wilayah berpartisipasi
·         Swadaya masyarakat
·         Kemandirian
·          Akurasi data
·          Potensi dan Kebutuhan real
·          Dilaksanakan melalui mekanisme musrenbang
·          Ada proyeksi awal tahun perencanaan yang disepakati melalui MoU oleh Bupati & Ketua DPRD
·          Mengakomodir Kepentingan Politik, Teknokratik dan Masyarakat
·          Penentuan besaran alokasi PIK menggunakan perhitungan berdasarkan indikator capaian

Kerangka Berpikir
·          Kebutuhan manajemen partisipatif pembangunan
·          Orientasi P3K
  1. Potensi sumberdaya kewilayahan dan masyarakat tingkat kecamatan
  2. Keberpihakan kepada keluarga miskin
  3. Partisipasi, keswadayaan dan kemandirian masyarakat
  4. Sinergitas dan keterpaduan pembangunan
  5. Pemecahan masalah/pemenuhan kebutuhan masyarakat secara praktis terukur
·          Musrenbang sebagai amanat undang-undang
·          Musrenbang sebagai proses dan mekanisme perencanaan pembangunan selama ini dipandang belum efektif
·          PIK sebagai upaya ke arah perencanaan pembangunan yang efektif dan proporsional

Pola Operasionalisasi
o   Tahap Perencanaan Program
  • Penguatan kelembagaan desa/kelurahan dan masyarakat, Penguatan kapasitas para pemangku kepentingan, Penguatan kemandirian melalui kegiatan Pentaloka
  • Penyusunan dan pemanfaatan profil desa
  • Musrenbang dusun/rw
  • Musrenbang tingkat desa
  • Musrenbang tingkat kecamatan
o   Tahap pelaksanaan program
  • Pelaksanaan program/kegiatan
  • Pemantauan dan pengendalian program/kegiatan
  • Pembianaan, fasilitasi dan advokasi program/kegiatan
  • Evaluasi dan pelaporan program/kegiatan
o   Pertanggungjawaban dan tindak lanjut program/kegiatan
o   Tahap Perencanaan
  • Fasilitasi perencanaan penganggaran tingkat desa dan kecamatan oleh fasilitator musrenbang
  • Usulan prioritas musrenbang desa
  • Usulan prioritas musrenbang kecamatan
  • Pembahasan usulan perencanaan dan penganggaran dengan Forum SKPD
  • Pengawalan usulan prioritas kecamatan ke musrenbang kabupaten oleh forum delegasi kecamatan
  • Pengawalan dan pembahasan usulan pada wilayah politis (DPRD) sampai pengesahan
o   Pelaksanaan
  • Pengawalan implementasi kegiatan oleh Forum Delegasi Musrenbang Kabupaten
Peran
·          Camat selaku penanggungjawab teknis
·          Perangkat kecamatan selaku pelaksana administrasi
·          UPTD selaku penanggungjawab teknis kegiatan sesuai dengan kewenangan dan tupoksinya
·          Kelembagaan masyarakat dan Lembaga Usaha tingkat kecamatan selaku mitra kerja teknis kegiatan
·          SKPD selaku pelaksana kegiatan
·          Bappeda, Bapemdes, Bagian tata pemerintahan Setda, Bagian Pengendalian Program Setda dan inspektorat, selaku perencana program
·          Delegasi Masyarakat Kecamatan adalah individu yang dipilih oleh dan dari masyarakat peserta Musrenbang Tahunan Kecamatan untuk mewakili Kecamatan tersebut dalam proses perencanaan dan penganggaran selanjutnya.
·          Forum Delegasi Musrenbang adalah adalah wadah musyawarah para Delegasi Masyarakat Kecamatan yang dibentuk paska penyelenggaraan Musrenbang Kabupaten, dengan fungsi sebagai media pengawasan masyarakat terhadap proses penyusunan APBD serta implementasi APBD.
·          CAMAT sebagai penanggungjawab wilayah administrative di tingkat kecamatan
·          SKPD sebagai pelaksana teknis program
·          BAPPEDA yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi perencanaan pembangunan di daerah
·          DPRD sebagai fungsi legislasi dan penentuk kebijakan secara politik.
·          Bupati dengan DPRD membuat nota kesepakatan penentuan proyeksi besaran alokasi belanja pada awal perencanaan
Orientasi
Seluruh pemangku kepentingan baik ditingkat kabupaten maupun kecamatan berorientasi pada upaya penguatan peran kecamatan sebagai base manajemen khususnya dalam rangka peningkatan partisipasi pembangunan masyarakat dan pedesaan
·          Seluruh usulan masyarakat melalui Usulan musrenbang kecamatan yang diajukan sesuai dengan pagu anggaran dapat direalisasikan
·          Sebagai salah satu upaya penaggulangan kemiskinan
Perencanaan
  1. Fokus
-          Prioritas program penanggulangan kemiskinan dan peningkatan IPM
-          Penguatan peran dan kapasitas pemeran tingkat kabupaten dan desa
-          Anggaran
  1. Alur/proses
-          Penataran dan lokakarya pemeran tingkat kabupaten
-          Penataran dan lokakarya pemeran tingkat kecamatan
-          Penguatan/pentaloka para pemimpin kelembagaan tingkat desa
-          Pemantapan dan pemanfaatan profil desa untuk menjadi masukan musrenbang
-          Musrenbang tingkat dusun/rw, dan tingkat desa
-          Musrenbang tingkat kecamatan
-          Musrenbang tingkat kabupaten

  1. Fokus
-          Prioritas program penanggulangan kemiskinan dan peningkatan IPM
-          Penguatan peran fasilitator musrenbang dan forum delegasi musrenbang kecamatan dan kebupaten
  1. Alur/proses
-          Penguatan kapasitas Fasilitator Musrenbang
-          Musrenbang tingkat Dusun/rw, dan desa
-          Musrenbang tingkat kecamatan
-          Musrenbang tingkat kabupaten
-          Pengawalan dan pembahasan usulan musrenbang dengan DPRD oleh forum delegasi musrenbang
-          Pemantauan  dan pengawalan implementasi kegiatan oleh forum delegasi murenbang

 

Minggu, 29 April 2012

”Pengembangan Media Fotografi dalam Perencanaan Penganggaran”


”Pengembangan Media Fotografi dalam Perencanaan Penganggaran”
Menggabungkan foto, pemberdayaan perempuan, dan partisipasi publik
Oleh : Ajat Zatnika[1]


PENGANTAR
Kabupaten Sukabumi terletak antara 106º49 samapi 107º Bujur Timur           60º57 - 70º25 Lintang selatan dengan batas wilayah administrasi sebelah Utara dengan Kabupaten Bogor, sebelah Selatan dengan Samudera Indonesia, sebelah Barat dengan Kabupaten Lebak, disebelah Timur dengan Kabupaten Cianjur. Batas wilayah tersebut 40 % berbatasan dengan lautan dan 60% merupakan daratan.Wilayah Kabupaten Sukabumi memiliki areal yang cukup luas yaitu ± 419.970 ha.
Penduduk Kabupaten Sukabumi berdasarkan data tahun 2008 yaitu 2.437.395 jiwa yang terdiri dari 1.221.117 orang laki-laki dan 1.216.218 orang perempuan, dan pada tahun 2009 sudah mencapai 2.458.952 jiwa. dengan laju pertumbuhan penduduk 1,74 % dan kepadatan penduduk 590,45 orang per km persegi.
Ditinjau dari sisi administrasi pemerintahan, dari tahun 2005 sampai tahun 2008 Kabupaten Sukabumi mengalami pemekaran kecamatan dari 45 menjadi 47 kecamatan, pemekaran desa dari 345 desa menjadi 363 desa dan 4 kelurahan, secara geografis begitu luasnya Kabupaten Sukabumi, sehingga bisa dikatakan wilayah terluas di antara pulau jawa dan bali. Kondisi geografis ini sangat berdampak pada proses pembangunan dan menjadi kendala dalam melakukan akselerasi peningkatan pembangunan serta pemberdayaan masyarakat. Maka berkembanglah isu pemekaran Kabupaten Sukabumi yang pada awalnya pemekaran wilayah kabupaten menjadi tiga daerah otonom baru, antara lain :
1.    Kabupaten Sukabumi Utara
2.    Kabupaten Palabuhan Ratu (induk)
3.    Kabupaten Sukabumi Selatan.
Namun akhirnya rencana pemekaran kabupaten sukabumi dibagi menjadi 2 wilayah daerah otonom yaitu 1) Kabupaten Sukabumi sebagai kabupaten induk dan 2) Kabupaten Sukabumi Utara. Pemerintah Kabupaten Sukabumi telah mengagendakan rencana pemekaran daerah pada tahun 2010 yaitu pasca pilkada bulan april 2010, seperti tertuang dalam Perda No 1 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Dalam RPJMD tersebut, kebijakan pemekaran diimplementasikan dalam program penataan wilayah administrasi kecamatan dan desa, serta program percepatan pemekaran Kabupaten Sukabumi.
Pada tahun 2008 APBD Kabupaten Sukabumi sebesar 1,22 triliun. Jumlah sebesar itu diantaranya diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 63,4 milyar, dengan Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 827,1 milyar dan dana bagi hasil sebesar 83,2 milyar. Adapun belanja pegawai kabupaten sukabumi pada tahun 2008 sebesar 705,8 milyar.
Sedangkan pada tahun 2009 jumlah APBD kabupaten Sukabumi mengalami penurunan menjadi sebesar 1,19 triliun hal ini disebabkan karena jumlah belanja pegawai mengalami peningkatan menjadi sebesar 859,3 milyar. Pendapatan Asli Daerah mencapai 82,5 milyar, dan dana bagi hasil mengalami penurunan menjadi sebesar 73,5 milyar. Dana Alokasi Umum yang diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Sukabumi mencapai 855,8 milyar.
Praktik Perencanaan Dan Penganggaran di Kabupaten Sukabumi
Dalam hal proses perencanaan dan penganggaran bahwa Musrenbang sebagai sarana jaring aspirasi rakyat sebagai salah satu jalan bagi rakyat untuk memperoleh haknya dalam anggaran yang dikelola oleh pemerintah, namun proses perencanaan dan penganggaran masih menjadi barang yang asing dimasyarakat. Kurangnya sosialisasi dari pemerintah Kabupaten Sukabumi menjadikan musrenbang hanya menjadi rutinitas yang tidak memiliki substansi dan jaminan yang jelas terhadap masyarakat akan usulannya, apakah akan diakomodir atau tidak. Dan masyarakatpun apatis, mereka tidak lagi mempersoalkan apakah usulannya diakomodir atau tidak. Sehingga ketika usulannya hanya menjadi shopping list dalam Musrenbang, tidak ada upaya dari masyarakat untuk melakukan advokasi agar keinginan mereka dikabulkan dalam anggaran.
Kebijakan Pemerintah Kabupaten Sukabumi yang tertuang dalam RPJMD 2006-2010 dan RKPD Tahun 2009 telah memberikan peluang bagi warga untuk berperan serta dalam pembangunan dan diperkuat dengan Perda No. 20 Tahun 2003 tentang Perencanaan Pembangunan Partisipatif yang didasarkan pada prinsip partisipatif yang berorientasi pada pemecahan masalah sesuai dengan transfaransi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan di Kabupaten Sukabumi. Namun pada realitasnya masih banyak masyarakat yang tidak bisa terlibat langsung dalam perencanaan pembangunan, hal ini dikarenakan keterbatasan tingkat pengetahuan dan kemampuan warga dalam proses perencanaan dan penganggaran.
Proses perencanaan dan penganggaran merupakan sebuah proses untuk menentukan arah kebijakan dalam anggaran publik (APBD) yang disusun dengan mempertimbangkan keberpihakan terhadap kepentingan rakyat (pro poor) sebagai pemanfaat langsung dalam penggunaan anggaran daerah. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan proses perencanaan dan penganggaran tentunya harus memberikan peluang seluas-luasnya kepada masyarakat agar berpartisipasi aktif untuk menjadi penentu arah keberpihakan anggaran. Permasalahannya, ternyata pada tataran praktis, partisipasi warga di Kabupaten Sukabumi belum dijadikan mainstream dalam perencanaan penganggaran. Hal ini disebabkan oleh beberapa kendala seperti prosedur, komitmen atau political will dari pemerintah daerah, serta kapasitas pemerintah daerah dan warga.
Praktik proses perencanaan dan penganggaran yang terjadi di Kabupaten Sukabumi adalah sebagai berikut :
1.      Tahapan Persiapan Penjaringan aspirasi masyarakat melalui Musrenbang dari tingkat Desa sampai tingkat Kecamatan; Pada tahap ini Kepala Desa dan Camat menetapkan Tim Penyelenggara Musrenbang. Tim inilah yang kemudian menyusun jadwal serta agenda Musrenbang, mengumumkan atau mengundang minimal 7 hari sebelum kegiatan dilaksanakan agar peserta dapat melakukan pendaftaran. Tim ini juga yang menyiapkan materi serta notulen pertemuan. Musrenbang ini menjadi forum untuk menjaring aspirasi masyarakat. Namun pada kenyataannya yang hadir dalam musrenbang baik ditingkat desa maupun di tingkat kecamatan sebagian besar didominasi oleh unsur pemerintah dan orang yang biasa terlibat dalam musrenbang. Sedangkan masyarakat yang benar-benar ingin mengusulkan kebutuhan berdasarkan realitas kebutuhan mendesak tidak diundang dalam musrenbang.
2.      Waktu Pelaksanaan Musrenbang Desa dan Kecamatan; Musrenbang Desa dilaksanakan pada bulan Januari, dimana aspirasi masyarakat dapat digali melalui dialog atau musyawarah antar kelompok-kelompok masyarakat.  Keluaran dari Musrenbangdes adalah penetapan prioritas kegiatan pembangunan tahun mendatang sesuai dengan potensi serta permasalahan di desa tersebut. Pada tahap ini juga ditetapkan daftar nama 3–5 orang delegasi dari peserta Musrenbang Desa untuk menghadiri Musrenbang Kecamatan. Musrenbang Kecamatan dilaksanakan pada bulan Februari, Keluaran dari Musrenbang di tingkat kecamatan ini menetapkan daftar prioritas kegiatan pembangunan di wilayah kecamatan. Prioritas kegiatan pembangunan ini disesuaikan menurut fungsi SKPD dan penetapan anggaran yang akan didanai melalui APBD dan sumber pendanaan lainnya. Hasil penetapan daftar prioritas ini kemudian disampaikan oleh masing-masing delegasi kepada masyarakat pada masing-masing desa. Pada tahap ini juga ditetapkan delegasi untuk mengikuti Musrenbang Kabupaten sebanyak 3 orang, tetapi tidak ada delegasi untuk mengikuti forum SKPD.
3.      Intervensi hak budget DPRD terlalu kuat; dimana anggota DPRD sering mengusulkan kegiatan-kegiatan yang menyimpang jauh dari usulan masyarakat yang dihasilkan dalam Musrenbang. Jadwal reses DPRD dengan proses Musrenbang yang tidak match misalnya Musrenbang sudah dilakukan, baru DPRD reses mengakibatkan banyak usulan DPRD yang kemudian muncul dan merubah hasil Musrenbang. Intervensi legislatif ini kemungkinan didasari motif politis yakni kepentingan untuk mencari dukungan konstituen sehingga anggota DPRD berperan seperti sinterklas yang membagi-bagi proyek. Selain itu ada kemungkinan juga didasari motif ekonomis yakni membuat proyek untuk mendapatkan tambahan income bagi pribadi atau kelompoknya dengan mengharap bisa intervensi dalam aspek pengadaan barang (procurement) atau pelaksanaan kegiatan. Intervensi hak budget ini juga seringkali mengakibatkan pembahasan RAPBD memakan waktu panjang untuk negosiasi antara eksekutif dan legislative. Salah satu strategi dari pihak eksekutif untuk “menjinakkan” hak budget DPRD ini misalnya dengan memberikan alokasi tertentu untuk DPRD missal dalam penyaluran Bantuan Sosial (Bansos) ataupun pemberian “Dana Aspirasi” yang bisa digunakan oleh anggota DPRD secara fleksibel untuk menjawab permintaan masyarakat. (Penulis belum dapat menampilkan rincian seberapa besar “dana aspirasi” yang termuat dalam APBD Kabupaten Sukabumi).
4.      Pendekatan partisipatif dalam perencanaan melalui mekanisme musrenbang masih menjadi retorika. Perencanaan pembangunan masih didominasi oleh: Kebijakan kepala daerah, hasil reses DPRD dan Program dari SKPD. Kondisi ini berakibat timbulnya akumulasi kekecewaan di tingkat desa dan kecamatan yang sudah memenuhi kewajiban membuat rencana tapi realisasinya sangat minim.
5.      Proses Perencanaan kegiatan yang terpisah dari penganggaran, Karena ketidakjelasan informasi besaran anggaran, proses Musrenbang kebanyakan masih bersifat menyusun daftar belanja (shopping list) kegiatan. Banyak pihak seringkali membuat usulan sebanyak-banyaknya agar probabilitas usulan yang disetujui juga semakin banyak. Ibarat memasang banyak perangkap, agar banyak sasaran yang terjerat.
6.      Ketersediaan dana yang tidak tepat waktu. Terpisahnya proses perencanaan dan anggaran ini juga berlanjut pada saat penyediaan anggaran. APBD disahkan pada bulan Januari / Februari tahun berjalan, tapi dana seringkali lambat tersedia. Bukan hal yang aneh, walau tahun anggaran mulai per 1 Januari tapi sampai bulan Juli-pun anggaran program di tingkat SKPD masih sulit didapatkan.
7.      Breakdown RPJPD ke RPJMD dan RPJMD ke RKPD seringkali tidak nyambung (mismatch). RPJPD Kabupaten Sukabumi belum ada dan masih mengacu pada Renstra Kabupaten Sukabumi tahun 2001-2010. Ada kecenderungan dokumen RPJP ataupun RPJM/Renstra SKPD seringkali tidak dijadikan acuan secara serius dalam menyusun RKPD/Renja SKPD. Kondisi ini muncul salah satunya disebabkan oleh kualitas tenaga perencana di SKPD yang terbatas kuantitas dan kualitasnya. Dalam beberapa kasus ditemui perencanaan hanya dibuat oleh Pengguna Anggaran dan Bendahara, dan kurang melibatkan staf program sehingga banyak usulan kegiatan yang sifatnya copy paste dari kegiatan yang lalu dan tidak visioner.
8.      Kualitas RPJPD, RPJM Daerah dan Renstra SKPD seringkali belum optimal. Beberapa kelemahan yang sering ditemui dalam penyusunan Rencana tersebut adalah; indikator capaian yang seringkali tidak jelas dan tidak terukur (kalimat berbunga-bunga), data dasar dan asumsi yang seringkali kurang valid, serta analisis yang kurang mendalam dimana jarang ada analisis mendalam yang mengarah pada “how to achieve” suatu target.
9.      Terlalu banyak “order” dalam proses perencanaan dan masing-masing ingin menjadi arus utama misalnya gender mainstreaming, poverty mainstreaming, disaster mainstreaming dll. Perencana di daerah seringkali kesulitan untuk menterjemahkan isu-isu tersebut. Selain itu “mainstreaming” yang seharusnya dijadikan “prinsip gerakan pembangunan”.
10.  Koordinasi antar SKPD untuk proses perencanaan masih lemah sehingga kegiatan yang dibangun jarang yang sinergis bahkan tidak jarang muncul egosektoral. Ada suatu kasus dimana di suatu kawasan Dinas Kehutanan mendorong program reboisasi tapi disisi lain Dinas Pertambangan memprogramkan ekploitasi tambang di lokasi tersebut.
11.  Kualitas hasil Musrenbang Desa/Kecamatan seringkali rendah karena kurangnya Fasilitator Musrenbang yang berkualitas. Fasilitasi proses perencanaan tingkat desa yang menurut PP 72 tahun 2005 diamanahkan untuk dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten (bisa via Pemerintah Kecamatan) seringkali tidak berjalan. Proses fasilitasi hanya diberikan dalam bentuk surat edaran agar desa melakukan Musrenbang, dan jarang dalam bentuk bimbingan fasilitasi di lapangan.
12.  Kurangnya keterlibatan masyarakat terutama kaum perempuan, peserta musrenbang masih didominasi oleh aparat Desa dan unsur Kecamatan serta Dinas/Instansi Kecamatan.
13.  Pedoman untuk Musrenbang atau perencanaan (misal Permendagri 66 tahun 2007) cukup rumit (complicated) dan agak sulit untuk diterapkan secara mentah-mentah di daerah pelosok pedesaan yang sebagian perangkat desa dan masyarakatnya mempunyai banyak keterbatasan dalam hal pengetahuan, teknologi dll.
14.  Monitoring dan Evaluasi; Masyarakat tidak dapat mengakses usulan Musrenbangdes dan Musrenbangkec sampai ditetapkannya APBD, juga tidak dapat mengakses  hasil laporan pertanggung-jawaban Bupati Sukabumi dari hasil kinerjanya melaksanakan anggaran. Laporan tahunan tersebut hendaknya dapat diperoleh sebelum dibahas oleh dewan dan diputuskan apakah pertanggung-jawaban tersebut diterima atau ditolak. Dalam mengkritisi hendaknya harus jelas indikator yang digunakan, apakah pemerintah dalam melakukan kegiatannya telah mempertimbangkan keterwakilan masyarakat? Dan sebaiknya juga memperbandingkan antara laporan tertulis dengan kinerja di lapangan. Jika memang tingkat penyimpangan dan kebohongan tinggi, dapat saja diadvokasikan agar laporan tersebut ditolak atau paling tidak direvisi.
PENGEMBANGAN MEDIA PHOTO VOICE
Media Photovoices merupakan sebuah metode inovatif yang menggunakan pendekatan non-tradisional dengan menyediakan kamera dan pelatihan fotografi kepada masyarakat untuk mendokumentasikan hal-hal penting dalam kehidupan mereka seperti keadaan lingkungan alam, sosial masyarakat, budaya tradisional serta untuk merekam proses perubahan, kelebihan-kelebihan, tantangan, serta harapan-harapan dimasa depan. Metode ini mengajak masyarakat agar dapat melihat, melindungi, dan mengontrol lingkungan, tata masyarakat, alam, budaya, pembangunan dan hal-hal penting lainnya di wilayah mereka sendiri melalui media fotografi. Dimana methode ini sebagai cara untuk mengumpulkan informasi secara visual dan naratif dan dengan menambahkan pengetahuan dan nilai-nilai setempat untuk perencanaan pembangunan, konservasi alam dan budaya yang diharapkan akan memperluas dan melengkapi informasi yang telah ada bagi para pembuat keputusan tentang arah pembangunan yang akan dilaksanakan diwilayah tersebut.
Metode photovoices difokuskan untuk memfasilitasi dan menguatkan masyarakat marginal dan atau kelompok minoritas dimana melalui media fotografi suaranya mampu didengar dan ikut serta dalam perencanaan dan penganggaran, konservasi alam, dan  atau konservasi budaya diwilayahnya. Penerapan media photovoices yang dilaksanakan di Sukabumi dimotori oleh Photovoices International bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Sukabumi dengan leading sektor Bappeda dan Bapemdes bersama FITRA Sukabumi dan PPSW Pasoendan untuk memfasilitasi dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat, disamping kegiatan utama untuk melakukan pemetaan potensi desa secara menyeluruh, media photovoices juga difokuskan untuk merekam kondisi sosial di masyarakat terutama yang berkaitan dengan  sanitasi lingkungan, pendidikan, kesehatan secara umum, dan kesehatan reproduksi perempuan, perempuan pekerja, peran perempuan dalam masyarakat dan pembangunan serta pemberdayaan perempuan secara lebih luas. Data informasi dari hasil kegiatan dokumentasi ini digunakan sebagai salah satu bahan yang dapat membantu dan menunjang kegiatan musrenbang.
MEMBANGUN KERJASAMA PROGRAM DALAM CAPACITY BUILDING MELALUI MAGANG ANGGARAN
Kerjasama program yang dimaksud adalah bagaimana mengintegrasikan program yang dikelola oleh Photovoices International, PPSW Pasoendan dan FITRA Sukabumi, dan salah satunya adalah melakukan pengembangan kapasitas warga untuk terlibat serta melakukan advokasi dalam proses perencanaan dan penganggaran, yaitu melalui magang anggaran.
FITRA Sukabumi melakukan magang anggaran dengan dua pendekatan yaitu ; pertama pendekatan grassroot dengan cara roadshow ke desa-desa sekaligus dijadikan sebagai kegiatan pra musrenbangdes, dan yang kedua pendekatan penguatan jaringan NGO, CSO, organisasi kepemudaan dan organisasi kemahasiswaan serta perwakilan masyarakat dari masing-masing desa dari 8 Kecamatan yang menjadi dampingan FITRA Sukabumi yaitu Kecamatan Kebonpedes, Sukaraja, Sukabumi, Cisaat, Gunungguruh, Kadudampit, Cicantayan dan Nagrak, yang dilakukan atau bertempat disekretariat FITRA Sukabumi yang kita sebut dengan istilah “klinik anggaran”. Perwakilan warga dari desa, adalah warga yang kualifikasi khusus dan di ambil secara acak seperti memiliki daya kritis, mampu berkomunikasi dengan baik, yang diharapkan nantinya bisa mewakili desa atau kecamatan untuk membawa hasil usulan musrenbang desa dan kecamatan dan dapat melakukan pengawalan sampai ke tingkat Kabupaten.
Dalam kegiatan magang anggaran di klinik anggaran, yaitu memberdayakan warga yang sudah pernah dilatih oleh FITRA Sukabumi pada pelatihan perencanaan dan penganggaran bagi warga, yang merupakan strategi membangun dan meningkatkan kapasitas masyarakat serta media transformasi pengetahuan masyarakat akan proses planning & budgeting pemerintah daerah. Hanya pada tahap itu, tentunya proses transformasi pengetahun dan teknik keterampilan mengadvokasi belum terserap secara maksimal, maka  perlu ditindaklanjuti dalam bentuk pembinaan tekhnis kepada warga, agar ada peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam memahami proses perencanaan dan penganggaran. Karena dalam pelaksanaan training anggaran hanya dilaksanakan dalam waktu 2 hari, dan ini menjadi tuntutan begitu banyaknya harapan dan keinginan masyarakat untuk bisa lebih memahami tentang perencanaan dan penganggaran. Selama ini warga yang mengikuti pelatihan tidak pernah mengetahui bagaimana proses perencanaan dan penganggaran, bahkan mereka tidak pernah terlibat dalam proses tersebut.
Warga yang mengikuti kegiatan di “klinik anggaran” kita bekali keterampilan-keterampilan dalam melakukan analisis dokumen perencanaan dan penganggaran serta penguasaan mekanisme perencanaan dan penganggaran. Dokumen yang di analisis dimulai dari dokumen RPJPD, RPJMD, RKPD, Renstra SKPD, Renja SKPD, KUA-PPAS, RAPBD dan APBD, serta pembekalan penguasaan wawasan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perencanaan dan penganggaran.
Magang anggaran berupa roadshow, dilakukan oleh tiga lembaga yaitu FITRA Sukabumi, Photovoices International dan PPSW Pasoendan dengan memadukan media photovoices, pemberdayaan perempuan dan keterlibatan masyarakat miskin.
Sebelum melakukan roadshow atau turun ke lapangan, terlebih dahulu dilakukan pengidentifikasian kantung-kantung potensial masyarakat baik masyarakat menengah maupun miskin berkaitan dengan data-data yang diperoleh Bapemdes Kabupaten Sukabumi. Kemudian ditetapkan kriteria penentuan lokasi, yakni; merupakan kantung kemiskinan, representasi georgrafis dan kemudahan akses (dampingan FITRA Sukabumi dan PPSW Pasoendan). Berdasarkan kriteria tersebut, akhirnya lokasi Magang Anggaran yang diperoleh adalah ;  5 Kecamatan (Kecamatan Kadudampit, Gunung Guruh, Cicantayan, Kebonpedes dan Cisolok) dan 11 Desa (Desa Citamiang, Sukamanis, Gedepangrango, Hegarmanah, Cicantayan, Cikaret, Jambenenggang, Sirnaresmi, Gunung guruh, Cibentang dan Desa Sirnaresmi (Kasepuhan Adat Ciptagelar Kecamatan Cisolok). Fasilitator yang turun ke lokasi desa dengan masing-masing peran lembaga yang berbeda-beda untuk melakukan assesment pada pra musrenbang pada bulan desember 2009 sebab musrenbang akan di laksanakan pada bulan Januari untuk desa, Februari untuk Kecamatan dan Maret untuk Kabupaten. Sementara diskusi di pandu oleh Tim Fhotovoices, Fasilitator dari PPSW dan fasilitator teknis untuk perencanaan dan penganggarannya dari FITRA Sukabumi. Sasaran dari kegiatan roadshow ini adalah masyarakat umum, terutama warga miskin serta kaum perempuan.
Pada realitasnya, antusias warga sangat terlihat ketika yang hadir dalam kegiatan roadshow tersebut ternyata lebih didominasi terutama oleh kaum miskin dan kehadiran kaum perempuan rata-rata mencapai 40 %, lebih dari target keterwakilan perempuan sebesar 30 %.  
Adapun alur diskusi dalam roadshow magang anggaran yaitu sebegai berikut :
·      Visualisasi Foto
menampilkan visualisasi hasil photo yang telah dilakukan oleh warga yang telah dilatih oleh photovoices, photo ini menggambarkan potensi dan permasalahan yang dihadapi di masing-masing desa
·      Usulan
warga dirangsang untuk menyampaikan usulan kebutuhan yang selama ini dibutuhkan oleh masyarakat
·      Usulan prioritas
Usulan yang ada kemudian ditentukan bersama mana yang menjadi skala prioritas untuk dijadikan sebagai bahan usulan dalam musrenbangdes
·      Alokasi Dana
Alokasi dana juga ditentukan mana yang bersumber dari pemerintah dan mana yang bisa dilakukan secara swadaya
·      Rekomendasi
Rekomendasi ini dibuat sebagai gambaran dan terbangunnya komitmen antara pemerintah desa dan masyarakat untuk bersama-sama memajukan desa.

Output langsung yang dihasilkan dalam kegiatan tersebut adalah : 1) Dari hasil curah pendapat dalam magang anggaran ada kesepakatan bersama yang dibuat seperti masalah desa, potensi desa, usulan masyarakat dan membuat prioritas usulan kemudian membuat rekomendasi sesuai dengan kebutuhan setiap desa dari 11 desa dan di 5 kecamatan, 2) Masyarakat  menginginkan adanya optimalisasi musrenbang desa, kecamatan dan kabupaten serta adanya pengawalan oleh perwakilan masyarakat yang di tunjuk dari desa sampai realisasi, 3) Hanya ada beberapa orang masyarakat yang dilibatkan dalam musrenbang tetapi masyarakat belum bisa menyuarakan apa-apa yang menjadi kebutuhan mendasar bagi mereka, 4) Pemerintah dalam hal ini aparat ditingkat desa belum partisipatif dan transparansi dalam mewujudkan pemerintahan yang baik, 5) Akses informasi publik dan fungsi kontrol mayarakat terhadap APBD belum dijalankan secara optimal, 6) Saat ini APBD belum mengena pada sasaran kegiatan yang dimaksud yang di inginkan masyarakat menyangkut kesejahteraan masyarakat khususnya di 8 kecamatan sebagai wilayah dampingan FITRA Sukabumi, Fhotovoices dan PPSW dan di desa-desa, sedangkan di Desa Sirnaresmi Kasepuhan Adat Ciptagelar sama sekali tidak tersentuh bantuan dari pemerintah Kabupaten Sukabumi baik sarana maupun prasarana dengan alasan ada di wilayah Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) padahal warganya termasuk kategori masyarakat miskin, jauh dari pusat kesehatan, pendidikan, perdagangan dan akses sosial lainnya serta tidak ada fasilitas yang layak untuk sarana kesehatan seperti tidak ada posyandu dan bidan. Untuk sarana pendidikan tidak ada SLTP/sederajat dan anak usia sekolah drop out setelah SD karena tidak ada sarana pendidikan dan terlalu jauh untuk di jangkau sekitar 25 KM dan Tidak ada sarana transportasi kemudian masyarakat kesulitan memasarkan hasil panen untuk meningkatnya daya belinya, 7) Peserta menginginkan perlu dilibatkan dalam setiap musyawarah perencanaan dan penganggaran dan dilibatkan pada saat pembahasan anggaran atau penyusunan anggaran daerah (APBD), dan posisi masyarakat sebagai fungsi kontrol bisa berjalan dengan baik, 8) Masyarakat sangat menyayangkan Pemerintah Kabupaten Sukabumi yang lambat menangani permasalahan.
Secara global hasil yang diperoleh dari kegiatan roadshow magang anggaran adalah sebagai berikut : 1) Adanya pengetahuan dan pemahaman warga tentang perencanaan dan penganggaran, 2) Lahirnya inovasi penerapan media photovoices dalam memperkuat proses usulan dalam musrenbang, 3) Adanya usulan prioritas masyarakat yang dijadikan sebagai bahan untuk disampaikan dalam kegiatan musrenbang, 4) Adanya keinginan warga miskin untuk terlibat dalam musrenbang, 5) Adanya keinginan perempuan untuk terlibat dalam musrenbang.
Dalam Curah Pendapat pada magang anggaran, ada beberapa capaian kegiatan yaitu :
1.        Ada Gambaran proses perencanaan dan penganggaran dari tingkat desa, kecamatan dan kabupaten
2.        Ada Gambaran dan sumber-sumber pendanaan untuk pelaksanaan pembangunan di desa seperti bisa di usulkan dalam musrenbang, program PNPM Mandiri, PNPM Generasi, Alokasi Dana Desa atau sektor yang tidak mengikat seperti swadaya masyarakat dan pengusaha lokal yang menggunakan lahan masyarakat sekitar.
3.        Ada Gambaran teknik-teknik fasilitasi musrenbang di desa dan kecamatan dengan berbagai variasi supaya menarik dengan cara menampilkan gambar berbagai potensi, masalah yang di hadapi kemudian memuat usulan dan di urutkan sesuai prioritasnya.
4.        Ada masukan-masukan informasi pelengkap data yang perlu untuk analisis anggaran.


PERAN KE TIGA LEMBAGA[2]
Pertama Photovoices International. Lembaga ini dengan kantor pusat di Bali bertujuan untuk memvisualisasikan hasil foto masyarakat dengan di bekali satu set kamera foto digital Olympus yang ada di wilayahnya masing-masing yakni di 5 Kecamatan (Kecamatan Kadudampit, Gunung Guruh, Cicantayan, Kebonpedes dan Cisolok) dan 11 Desa ( Desa Citamiang, Sukamanis, Gedepangrango, Hegarmanah, Cicantayan, Cikaret, Jambenenggang, Sirnaresmi, Gunung guruh, Cibentang dan Desa Sirnaresmi (Kasepuhan Adat Ciptagelar–Kec Cisolok) hasil foto ini adalah alat untuk penguatan kapasitas usulan masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran berupa visual karena gambar tidak bisa bohong dan bicara seadanya dan satu gambar bisa berbagai makna.
Kedua Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita (PPSW) adalah lembaga penyedia sumberdaya Wanita tingkat basis di mana masyarakat dampingan PPSW ini sebagai pelaku pengambilan gambar (photografer) di daerahnya dengan tujuan untuk mengidentifikasi potensi wilayah, kelebihan, kekurangan, hambatan, melihat kantung-kantung kebutuhan masyarakat baik masyarakat menengah dan miskin. masyarakat dampingan PPSW ini adalah pelaku utama yang akan mengawal usulan masyarakat  dari tingkat Dusun, Desa, Kecamatan dan Kabupaten dengan membawa bukti visualisasi lingkungannya.
Ketiga Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA Sukabumi) adalah lembaga yang khusus untuk melakukan penelitian dan pengembangan proses perencanaan dan penganggaran serta kebijakan-kebijakan Pemerintah Kabupaten Sukabumi. Lembaga ini tujuannya untuk memaparkan hasil analisis kebijakan Pemerintah Daerah dalam bidang Anggaran baik APBD 2009 atau RAPBD 2010 serta sumber-sumber pendanaan program yang di usulkan masyarakat melalui Musrenbang Desa dan Kecamatan. Selain itu masyarakat juga di ajak untuk melihat sektor-sektor anggaran yang memiskinkan dan penjajakan kebutuhan masyarakat miskin secara partisipatif untuk APBD 2010 dan RAPBD 2011. Metode yang dipergunakan dalam Magang Anggaran ini adalah Visualisasi hasil foto masyarakat, Curah Pendapat, melihat potensi wilayah dan masalahnya, membuat usulan dan mengurutkan prioritas usulan kemudian mencocokan sumber pendanaannya apakah usulan masyarakat bisa di danai dari dana yang sudah tersedia dari ADD yang pagunya di antara 99-117 juta rupiah pertahun/desa karena di sesuaikan dengan jumlah penduduk dan luas wilayah atau dari Program Nasional pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang bisa di usulkan di atas sepuluh juta rupiah sampai angka seratus juta atau dari APBD. Untuk alokasi anggaran dari PNPM sudah jelas anggarannya untuk setiap kecamatan dan desa seperti salah satunya untuk Kecamatan Kadudampit PNPM Mandiri mendapat 1 milyar rupiah untuk 9 desa dan di bagi dua kegiatan yakni fisik 75 % dan ekonomi 25 % dan PNPM generasi Sehat dan Cerdas untuk Kecamatan Kadudampit sejumlah 2 milyar untuk 9 desa. Dan dana untuk PNPM ini berbeda-beda di setiap Kecamatan disesuaikan dengan jumlah penduduk dan penerima manfaatnya. Dan alokasi PNPM ini memiliki perencanaannya sendiri dari tingkat dusun sampai kecamatan.  Sementara dana alokasi APBD akan masuk melalui  musrenbang dari tingkat Desa,Kecamatan dan Kabupaten. Jalur musrenbang ini alokasi anggarannya tidak jelas berapa anggaran yang akan di turunkan ke setiap kecamatan yang jelas masyarakat mengusulkan apa saja yang bisa mereka usulkan dan hasilnya entah seperti apa, apakah tahun-tahun kedepannya mereka akan mendapat hasil usulannya ataukah sama sekali tidak ada.karena selain pagunya tidak jelas juga sering terjadi pengalihan kegiatan proyek secara tidak jelas. Oleh karenanya FITRA sukabumi menggagas dengan Bappeda adanya pagu indikatif Kecamatan agar setiap kecamatan mendapat alokasi anggaran yang jelas dari APBD.
Flow Process Photovoices

Photovoices Data
(Visual & Informasi)
DESA
DATA INFORMASI
PERENCANAAN BERSAMA
Pelibatan semua komponen masyarakat :
1.       Pemerintahan Desa
2.       Kelompok masyarakat & perempuan
3.       Lembaga kemasyarakatan
4.       Tokoh Masyarakat/pemuda
5.      DLL
GOAL / TARGET CAPAIAN
1.     List prioritas pembangunan desa
2.     Klasifikasi proses dan post budget/penganggaran
·       Musrenbang
·       ADD
·       PNPM
·       Sektor  lain  (swasta  & pihak luar)
REKOMENDASI
Untuk  Pemerintah Kecamatan dan Kabupaten
 




[1] Ajat Zatnika merupakan personel FITRA Sukabumi, secara struktural organisasi FITRA Sukabumi sebagai manajer pengembangan program dan untuk program SAPA sebagai koordinator program
[2] FITRA Sukabumi, Photovoices International dan PPSW Pasoendan