Minggu, 29 April 2012

”Pengembangan Media Fotografi dalam Perencanaan Penganggaran”


”Pengembangan Media Fotografi dalam Perencanaan Penganggaran”
Menggabungkan foto, pemberdayaan perempuan, dan partisipasi publik
Oleh : Ajat Zatnika[1]


PENGANTAR
Kabupaten Sukabumi terletak antara 106º49 samapi 107º Bujur Timur           60º57 - 70º25 Lintang selatan dengan batas wilayah administrasi sebelah Utara dengan Kabupaten Bogor, sebelah Selatan dengan Samudera Indonesia, sebelah Barat dengan Kabupaten Lebak, disebelah Timur dengan Kabupaten Cianjur. Batas wilayah tersebut 40 % berbatasan dengan lautan dan 60% merupakan daratan.Wilayah Kabupaten Sukabumi memiliki areal yang cukup luas yaitu ± 419.970 ha.
Penduduk Kabupaten Sukabumi berdasarkan data tahun 2008 yaitu 2.437.395 jiwa yang terdiri dari 1.221.117 orang laki-laki dan 1.216.218 orang perempuan, dan pada tahun 2009 sudah mencapai 2.458.952 jiwa. dengan laju pertumbuhan penduduk 1,74 % dan kepadatan penduduk 590,45 orang per km persegi.
Ditinjau dari sisi administrasi pemerintahan, dari tahun 2005 sampai tahun 2008 Kabupaten Sukabumi mengalami pemekaran kecamatan dari 45 menjadi 47 kecamatan, pemekaran desa dari 345 desa menjadi 363 desa dan 4 kelurahan, secara geografis begitu luasnya Kabupaten Sukabumi, sehingga bisa dikatakan wilayah terluas di antara pulau jawa dan bali. Kondisi geografis ini sangat berdampak pada proses pembangunan dan menjadi kendala dalam melakukan akselerasi peningkatan pembangunan serta pemberdayaan masyarakat. Maka berkembanglah isu pemekaran Kabupaten Sukabumi yang pada awalnya pemekaran wilayah kabupaten menjadi tiga daerah otonom baru, antara lain :
1.    Kabupaten Sukabumi Utara
2.    Kabupaten Palabuhan Ratu (induk)
3.    Kabupaten Sukabumi Selatan.
Namun akhirnya rencana pemekaran kabupaten sukabumi dibagi menjadi 2 wilayah daerah otonom yaitu 1) Kabupaten Sukabumi sebagai kabupaten induk dan 2) Kabupaten Sukabumi Utara. Pemerintah Kabupaten Sukabumi telah mengagendakan rencana pemekaran daerah pada tahun 2010 yaitu pasca pilkada bulan april 2010, seperti tertuang dalam Perda No 1 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Dalam RPJMD tersebut, kebijakan pemekaran diimplementasikan dalam program penataan wilayah administrasi kecamatan dan desa, serta program percepatan pemekaran Kabupaten Sukabumi.
Pada tahun 2008 APBD Kabupaten Sukabumi sebesar 1,22 triliun. Jumlah sebesar itu diantaranya diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 63,4 milyar, dengan Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 827,1 milyar dan dana bagi hasil sebesar 83,2 milyar. Adapun belanja pegawai kabupaten sukabumi pada tahun 2008 sebesar 705,8 milyar.
Sedangkan pada tahun 2009 jumlah APBD kabupaten Sukabumi mengalami penurunan menjadi sebesar 1,19 triliun hal ini disebabkan karena jumlah belanja pegawai mengalami peningkatan menjadi sebesar 859,3 milyar. Pendapatan Asli Daerah mencapai 82,5 milyar, dan dana bagi hasil mengalami penurunan menjadi sebesar 73,5 milyar. Dana Alokasi Umum yang diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Sukabumi mencapai 855,8 milyar.
Praktik Perencanaan Dan Penganggaran di Kabupaten Sukabumi
Dalam hal proses perencanaan dan penganggaran bahwa Musrenbang sebagai sarana jaring aspirasi rakyat sebagai salah satu jalan bagi rakyat untuk memperoleh haknya dalam anggaran yang dikelola oleh pemerintah, namun proses perencanaan dan penganggaran masih menjadi barang yang asing dimasyarakat. Kurangnya sosialisasi dari pemerintah Kabupaten Sukabumi menjadikan musrenbang hanya menjadi rutinitas yang tidak memiliki substansi dan jaminan yang jelas terhadap masyarakat akan usulannya, apakah akan diakomodir atau tidak. Dan masyarakatpun apatis, mereka tidak lagi mempersoalkan apakah usulannya diakomodir atau tidak. Sehingga ketika usulannya hanya menjadi shopping list dalam Musrenbang, tidak ada upaya dari masyarakat untuk melakukan advokasi agar keinginan mereka dikabulkan dalam anggaran.
Kebijakan Pemerintah Kabupaten Sukabumi yang tertuang dalam RPJMD 2006-2010 dan RKPD Tahun 2009 telah memberikan peluang bagi warga untuk berperan serta dalam pembangunan dan diperkuat dengan Perda No. 20 Tahun 2003 tentang Perencanaan Pembangunan Partisipatif yang didasarkan pada prinsip partisipatif yang berorientasi pada pemecahan masalah sesuai dengan transfaransi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan di Kabupaten Sukabumi. Namun pada realitasnya masih banyak masyarakat yang tidak bisa terlibat langsung dalam perencanaan pembangunan, hal ini dikarenakan keterbatasan tingkat pengetahuan dan kemampuan warga dalam proses perencanaan dan penganggaran.
Proses perencanaan dan penganggaran merupakan sebuah proses untuk menentukan arah kebijakan dalam anggaran publik (APBD) yang disusun dengan mempertimbangkan keberpihakan terhadap kepentingan rakyat (pro poor) sebagai pemanfaat langsung dalam penggunaan anggaran daerah. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan proses perencanaan dan penganggaran tentunya harus memberikan peluang seluas-luasnya kepada masyarakat agar berpartisipasi aktif untuk menjadi penentu arah keberpihakan anggaran. Permasalahannya, ternyata pada tataran praktis, partisipasi warga di Kabupaten Sukabumi belum dijadikan mainstream dalam perencanaan penganggaran. Hal ini disebabkan oleh beberapa kendala seperti prosedur, komitmen atau political will dari pemerintah daerah, serta kapasitas pemerintah daerah dan warga.
Praktik proses perencanaan dan penganggaran yang terjadi di Kabupaten Sukabumi adalah sebagai berikut :
1.      Tahapan Persiapan Penjaringan aspirasi masyarakat melalui Musrenbang dari tingkat Desa sampai tingkat Kecamatan; Pada tahap ini Kepala Desa dan Camat menetapkan Tim Penyelenggara Musrenbang. Tim inilah yang kemudian menyusun jadwal serta agenda Musrenbang, mengumumkan atau mengundang minimal 7 hari sebelum kegiatan dilaksanakan agar peserta dapat melakukan pendaftaran. Tim ini juga yang menyiapkan materi serta notulen pertemuan. Musrenbang ini menjadi forum untuk menjaring aspirasi masyarakat. Namun pada kenyataannya yang hadir dalam musrenbang baik ditingkat desa maupun di tingkat kecamatan sebagian besar didominasi oleh unsur pemerintah dan orang yang biasa terlibat dalam musrenbang. Sedangkan masyarakat yang benar-benar ingin mengusulkan kebutuhan berdasarkan realitas kebutuhan mendesak tidak diundang dalam musrenbang.
2.      Waktu Pelaksanaan Musrenbang Desa dan Kecamatan; Musrenbang Desa dilaksanakan pada bulan Januari, dimana aspirasi masyarakat dapat digali melalui dialog atau musyawarah antar kelompok-kelompok masyarakat.  Keluaran dari Musrenbangdes adalah penetapan prioritas kegiatan pembangunan tahun mendatang sesuai dengan potensi serta permasalahan di desa tersebut. Pada tahap ini juga ditetapkan daftar nama 3–5 orang delegasi dari peserta Musrenbang Desa untuk menghadiri Musrenbang Kecamatan. Musrenbang Kecamatan dilaksanakan pada bulan Februari, Keluaran dari Musrenbang di tingkat kecamatan ini menetapkan daftar prioritas kegiatan pembangunan di wilayah kecamatan. Prioritas kegiatan pembangunan ini disesuaikan menurut fungsi SKPD dan penetapan anggaran yang akan didanai melalui APBD dan sumber pendanaan lainnya. Hasil penetapan daftar prioritas ini kemudian disampaikan oleh masing-masing delegasi kepada masyarakat pada masing-masing desa. Pada tahap ini juga ditetapkan delegasi untuk mengikuti Musrenbang Kabupaten sebanyak 3 orang, tetapi tidak ada delegasi untuk mengikuti forum SKPD.
3.      Intervensi hak budget DPRD terlalu kuat; dimana anggota DPRD sering mengusulkan kegiatan-kegiatan yang menyimpang jauh dari usulan masyarakat yang dihasilkan dalam Musrenbang. Jadwal reses DPRD dengan proses Musrenbang yang tidak match misalnya Musrenbang sudah dilakukan, baru DPRD reses mengakibatkan banyak usulan DPRD yang kemudian muncul dan merubah hasil Musrenbang. Intervensi legislatif ini kemungkinan didasari motif politis yakni kepentingan untuk mencari dukungan konstituen sehingga anggota DPRD berperan seperti sinterklas yang membagi-bagi proyek. Selain itu ada kemungkinan juga didasari motif ekonomis yakni membuat proyek untuk mendapatkan tambahan income bagi pribadi atau kelompoknya dengan mengharap bisa intervensi dalam aspek pengadaan barang (procurement) atau pelaksanaan kegiatan. Intervensi hak budget ini juga seringkali mengakibatkan pembahasan RAPBD memakan waktu panjang untuk negosiasi antara eksekutif dan legislative. Salah satu strategi dari pihak eksekutif untuk “menjinakkan” hak budget DPRD ini misalnya dengan memberikan alokasi tertentu untuk DPRD missal dalam penyaluran Bantuan Sosial (Bansos) ataupun pemberian “Dana Aspirasi” yang bisa digunakan oleh anggota DPRD secara fleksibel untuk menjawab permintaan masyarakat. (Penulis belum dapat menampilkan rincian seberapa besar “dana aspirasi” yang termuat dalam APBD Kabupaten Sukabumi).
4.      Pendekatan partisipatif dalam perencanaan melalui mekanisme musrenbang masih menjadi retorika. Perencanaan pembangunan masih didominasi oleh: Kebijakan kepala daerah, hasil reses DPRD dan Program dari SKPD. Kondisi ini berakibat timbulnya akumulasi kekecewaan di tingkat desa dan kecamatan yang sudah memenuhi kewajiban membuat rencana tapi realisasinya sangat minim.
5.      Proses Perencanaan kegiatan yang terpisah dari penganggaran, Karena ketidakjelasan informasi besaran anggaran, proses Musrenbang kebanyakan masih bersifat menyusun daftar belanja (shopping list) kegiatan. Banyak pihak seringkali membuat usulan sebanyak-banyaknya agar probabilitas usulan yang disetujui juga semakin banyak. Ibarat memasang banyak perangkap, agar banyak sasaran yang terjerat.
6.      Ketersediaan dana yang tidak tepat waktu. Terpisahnya proses perencanaan dan anggaran ini juga berlanjut pada saat penyediaan anggaran. APBD disahkan pada bulan Januari / Februari tahun berjalan, tapi dana seringkali lambat tersedia. Bukan hal yang aneh, walau tahun anggaran mulai per 1 Januari tapi sampai bulan Juli-pun anggaran program di tingkat SKPD masih sulit didapatkan.
7.      Breakdown RPJPD ke RPJMD dan RPJMD ke RKPD seringkali tidak nyambung (mismatch). RPJPD Kabupaten Sukabumi belum ada dan masih mengacu pada Renstra Kabupaten Sukabumi tahun 2001-2010. Ada kecenderungan dokumen RPJP ataupun RPJM/Renstra SKPD seringkali tidak dijadikan acuan secara serius dalam menyusun RKPD/Renja SKPD. Kondisi ini muncul salah satunya disebabkan oleh kualitas tenaga perencana di SKPD yang terbatas kuantitas dan kualitasnya. Dalam beberapa kasus ditemui perencanaan hanya dibuat oleh Pengguna Anggaran dan Bendahara, dan kurang melibatkan staf program sehingga banyak usulan kegiatan yang sifatnya copy paste dari kegiatan yang lalu dan tidak visioner.
8.      Kualitas RPJPD, RPJM Daerah dan Renstra SKPD seringkali belum optimal. Beberapa kelemahan yang sering ditemui dalam penyusunan Rencana tersebut adalah; indikator capaian yang seringkali tidak jelas dan tidak terukur (kalimat berbunga-bunga), data dasar dan asumsi yang seringkali kurang valid, serta analisis yang kurang mendalam dimana jarang ada analisis mendalam yang mengarah pada “how to achieve” suatu target.
9.      Terlalu banyak “order” dalam proses perencanaan dan masing-masing ingin menjadi arus utama misalnya gender mainstreaming, poverty mainstreaming, disaster mainstreaming dll. Perencana di daerah seringkali kesulitan untuk menterjemahkan isu-isu tersebut. Selain itu “mainstreaming” yang seharusnya dijadikan “prinsip gerakan pembangunan”.
10.  Koordinasi antar SKPD untuk proses perencanaan masih lemah sehingga kegiatan yang dibangun jarang yang sinergis bahkan tidak jarang muncul egosektoral. Ada suatu kasus dimana di suatu kawasan Dinas Kehutanan mendorong program reboisasi tapi disisi lain Dinas Pertambangan memprogramkan ekploitasi tambang di lokasi tersebut.
11.  Kualitas hasil Musrenbang Desa/Kecamatan seringkali rendah karena kurangnya Fasilitator Musrenbang yang berkualitas. Fasilitasi proses perencanaan tingkat desa yang menurut PP 72 tahun 2005 diamanahkan untuk dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten (bisa via Pemerintah Kecamatan) seringkali tidak berjalan. Proses fasilitasi hanya diberikan dalam bentuk surat edaran agar desa melakukan Musrenbang, dan jarang dalam bentuk bimbingan fasilitasi di lapangan.
12.  Kurangnya keterlibatan masyarakat terutama kaum perempuan, peserta musrenbang masih didominasi oleh aparat Desa dan unsur Kecamatan serta Dinas/Instansi Kecamatan.
13.  Pedoman untuk Musrenbang atau perencanaan (misal Permendagri 66 tahun 2007) cukup rumit (complicated) dan agak sulit untuk diterapkan secara mentah-mentah di daerah pelosok pedesaan yang sebagian perangkat desa dan masyarakatnya mempunyai banyak keterbatasan dalam hal pengetahuan, teknologi dll.
14.  Monitoring dan Evaluasi; Masyarakat tidak dapat mengakses usulan Musrenbangdes dan Musrenbangkec sampai ditetapkannya APBD, juga tidak dapat mengakses  hasil laporan pertanggung-jawaban Bupati Sukabumi dari hasil kinerjanya melaksanakan anggaran. Laporan tahunan tersebut hendaknya dapat diperoleh sebelum dibahas oleh dewan dan diputuskan apakah pertanggung-jawaban tersebut diterima atau ditolak. Dalam mengkritisi hendaknya harus jelas indikator yang digunakan, apakah pemerintah dalam melakukan kegiatannya telah mempertimbangkan keterwakilan masyarakat? Dan sebaiknya juga memperbandingkan antara laporan tertulis dengan kinerja di lapangan. Jika memang tingkat penyimpangan dan kebohongan tinggi, dapat saja diadvokasikan agar laporan tersebut ditolak atau paling tidak direvisi.
PENGEMBANGAN MEDIA PHOTO VOICE
Media Photovoices merupakan sebuah metode inovatif yang menggunakan pendekatan non-tradisional dengan menyediakan kamera dan pelatihan fotografi kepada masyarakat untuk mendokumentasikan hal-hal penting dalam kehidupan mereka seperti keadaan lingkungan alam, sosial masyarakat, budaya tradisional serta untuk merekam proses perubahan, kelebihan-kelebihan, tantangan, serta harapan-harapan dimasa depan. Metode ini mengajak masyarakat agar dapat melihat, melindungi, dan mengontrol lingkungan, tata masyarakat, alam, budaya, pembangunan dan hal-hal penting lainnya di wilayah mereka sendiri melalui media fotografi. Dimana methode ini sebagai cara untuk mengumpulkan informasi secara visual dan naratif dan dengan menambahkan pengetahuan dan nilai-nilai setempat untuk perencanaan pembangunan, konservasi alam dan budaya yang diharapkan akan memperluas dan melengkapi informasi yang telah ada bagi para pembuat keputusan tentang arah pembangunan yang akan dilaksanakan diwilayah tersebut.
Metode photovoices difokuskan untuk memfasilitasi dan menguatkan masyarakat marginal dan atau kelompok minoritas dimana melalui media fotografi suaranya mampu didengar dan ikut serta dalam perencanaan dan penganggaran, konservasi alam, dan  atau konservasi budaya diwilayahnya. Penerapan media photovoices yang dilaksanakan di Sukabumi dimotori oleh Photovoices International bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Sukabumi dengan leading sektor Bappeda dan Bapemdes bersama FITRA Sukabumi dan PPSW Pasoendan untuk memfasilitasi dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat, disamping kegiatan utama untuk melakukan pemetaan potensi desa secara menyeluruh, media photovoices juga difokuskan untuk merekam kondisi sosial di masyarakat terutama yang berkaitan dengan  sanitasi lingkungan, pendidikan, kesehatan secara umum, dan kesehatan reproduksi perempuan, perempuan pekerja, peran perempuan dalam masyarakat dan pembangunan serta pemberdayaan perempuan secara lebih luas. Data informasi dari hasil kegiatan dokumentasi ini digunakan sebagai salah satu bahan yang dapat membantu dan menunjang kegiatan musrenbang.
MEMBANGUN KERJASAMA PROGRAM DALAM CAPACITY BUILDING MELALUI MAGANG ANGGARAN
Kerjasama program yang dimaksud adalah bagaimana mengintegrasikan program yang dikelola oleh Photovoices International, PPSW Pasoendan dan FITRA Sukabumi, dan salah satunya adalah melakukan pengembangan kapasitas warga untuk terlibat serta melakukan advokasi dalam proses perencanaan dan penganggaran, yaitu melalui magang anggaran.
FITRA Sukabumi melakukan magang anggaran dengan dua pendekatan yaitu ; pertama pendekatan grassroot dengan cara roadshow ke desa-desa sekaligus dijadikan sebagai kegiatan pra musrenbangdes, dan yang kedua pendekatan penguatan jaringan NGO, CSO, organisasi kepemudaan dan organisasi kemahasiswaan serta perwakilan masyarakat dari masing-masing desa dari 8 Kecamatan yang menjadi dampingan FITRA Sukabumi yaitu Kecamatan Kebonpedes, Sukaraja, Sukabumi, Cisaat, Gunungguruh, Kadudampit, Cicantayan dan Nagrak, yang dilakukan atau bertempat disekretariat FITRA Sukabumi yang kita sebut dengan istilah “klinik anggaran”. Perwakilan warga dari desa, adalah warga yang kualifikasi khusus dan di ambil secara acak seperti memiliki daya kritis, mampu berkomunikasi dengan baik, yang diharapkan nantinya bisa mewakili desa atau kecamatan untuk membawa hasil usulan musrenbang desa dan kecamatan dan dapat melakukan pengawalan sampai ke tingkat Kabupaten.
Dalam kegiatan magang anggaran di klinik anggaran, yaitu memberdayakan warga yang sudah pernah dilatih oleh FITRA Sukabumi pada pelatihan perencanaan dan penganggaran bagi warga, yang merupakan strategi membangun dan meningkatkan kapasitas masyarakat serta media transformasi pengetahuan masyarakat akan proses planning & budgeting pemerintah daerah. Hanya pada tahap itu, tentunya proses transformasi pengetahun dan teknik keterampilan mengadvokasi belum terserap secara maksimal, maka  perlu ditindaklanjuti dalam bentuk pembinaan tekhnis kepada warga, agar ada peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam memahami proses perencanaan dan penganggaran. Karena dalam pelaksanaan training anggaran hanya dilaksanakan dalam waktu 2 hari, dan ini menjadi tuntutan begitu banyaknya harapan dan keinginan masyarakat untuk bisa lebih memahami tentang perencanaan dan penganggaran. Selama ini warga yang mengikuti pelatihan tidak pernah mengetahui bagaimana proses perencanaan dan penganggaran, bahkan mereka tidak pernah terlibat dalam proses tersebut.
Warga yang mengikuti kegiatan di “klinik anggaran” kita bekali keterampilan-keterampilan dalam melakukan analisis dokumen perencanaan dan penganggaran serta penguasaan mekanisme perencanaan dan penganggaran. Dokumen yang di analisis dimulai dari dokumen RPJPD, RPJMD, RKPD, Renstra SKPD, Renja SKPD, KUA-PPAS, RAPBD dan APBD, serta pembekalan penguasaan wawasan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perencanaan dan penganggaran.
Magang anggaran berupa roadshow, dilakukan oleh tiga lembaga yaitu FITRA Sukabumi, Photovoices International dan PPSW Pasoendan dengan memadukan media photovoices, pemberdayaan perempuan dan keterlibatan masyarakat miskin.
Sebelum melakukan roadshow atau turun ke lapangan, terlebih dahulu dilakukan pengidentifikasian kantung-kantung potensial masyarakat baik masyarakat menengah maupun miskin berkaitan dengan data-data yang diperoleh Bapemdes Kabupaten Sukabumi. Kemudian ditetapkan kriteria penentuan lokasi, yakni; merupakan kantung kemiskinan, representasi georgrafis dan kemudahan akses (dampingan FITRA Sukabumi dan PPSW Pasoendan). Berdasarkan kriteria tersebut, akhirnya lokasi Magang Anggaran yang diperoleh adalah ;  5 Kecamatan (Kecamatan Kadudampit, Gunung Guruh, Cicantayan, Kebonpedes dan Cisolok) dan 11 Desa (Desa Citamiang, Sukamanis, Gedepangrango, Hegarmanah, Cicantayan, Cikaret, Jambenenggang, Sirnaresmi, Gunung guruh, Cibentang dan Desa Sirnaresmi (Kasepuhan Adat Ciptagelar Kecamatan Cisolok). Fasilitator yang turun ke lokasi desa dengan masing-masing peran lembaga yang berbeda-beda untuk melakukan assesment pada pra musrenbang pada bulan desember 2009 sebab musrenbang akan di laksanakan pada bulan Januari untuk desa, Februari untuk Kecamatan dan Maret untuk Kabupaten. Sementara diskusi di pandu oleh Tim Fhotovoices, Fasilitator dari PPSW dan fasilitator teknis untuk perencanaan dan penganggarannya dari FITRA Sukabumi. Sasaran dari kegiatan roadshow ini adalah masyarakat umum, terutama warga miskin serta kaum perempuan.
Pada realitasnya, antusias warga sangat terlihat ketika yang hadir dalam kegiatan roadshow tersebut ternyata lebih didominasi terutama oleh kaum miskin dan kehadiran kaum perempuan rata-rata mencapai 40 %, lebih dari target keterwakilan perempuan sebesar 30 %.  
Adapun alur diskusi dalam roadshow magang anggaran yaitu sebegai berikut :
·      Visualisasi Foto
menampilkan visualisasi hasil photo yang telah dilakukan oleh warga yang telah dilatih oleh photovoices, photo ini menggambarkan potensi dan permasalahan yang dihadapi di masing-masing desa
·      Usulan
warga dirangsang untuk menyampaikan usulan kebutuhan yang selama ini dibutuhkan oleh masyarakat
·      Usulan prioritas
Usulan yang ada kemudian ditentukan bersama mana yang menjadi skala prioritas untuk dijadikan sebagai bahan usulan dalam musrenbangdes
·      Alokasi Dana
Alokasi dana juga ditentukan mana yang bersumber dari pemerintah dan mana yang bisa dilakukan secara swadaya
·      Rekomendasi
Rekomendasi ini dibuat sebagai gambaran dan terbangunnya komitmen antara pemerintah desa dan masyarakat untuk bersama-sama memajukan desa.

Output langsung yang dihasilkan dalam kegiatan tersebut adalah : 1) Dari hasil curah pendapat dalam magang anggaran ada kesepakatan bersama yang dibuat seperti masalah desa, potensi desa, usulan masyarakat dan membuat prioritas usulan kemudian membuat rekomendasi sesuai dengan kebutuhan setiap desa dari 11 desa dan di 5 kecamatan, 2) Masyarakat  menginginkan adanya optimalisasi musrenbang desa, kecamatan dan kabupaten serta adanya pengawalan oleh perwakilan masyarakat yang di tunjuk dari desa sampai realisasi, 3) Hanya ada beberapa orang masyarakat yang dilibatkan dalam musrenbang tetapi masyarakat belum bisa menyuarakan apa-apa yang menjadi kebutuhan mendasar bagi mereka, 4) Pemerintah dalam hal ini aparat ditingkat desa belum partisipatif dan transparansi dalam mewujudkan pemerintahan yang baik, 5) Akses informasi publik dan fungsi kontrol mayarakat terhadap APBD belum dijalankan secara optimal, 6) Saat ini APBD belum mengena pada sasaran kegiatan yang dimaksud yang di inginkan masyarakat menyangkut kesejahteraan masyarakat khususnya di 8 kecamatan sebagai wilayah dampingan FITRA Sukabumi, Fhotovoices dan PPSW dan di desa-desa, sedangkan di Desa Sirnaresmi Kasepuhan Adat Ciptagelar sama sekali tidak tersentuh bantuan dari pemerintah Kabupaten Sukabumi baik sarana maupun prasarana dengan alasan ada di wilayah Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) padahal warganya termasuk kategori masyarakat miskin, jauh dari pusat kesehatan, pendidikan, perdagangan dan akses sosial lainnya serta tidak ada fasilitas yang layak untuk sarana kesehatan seperti tidak ada posyandu dan bidan. Untuk sarana pendidikan tidak ada SLTP/sederajat dan anak usia sekolah drop out setelah SD karena tidak ada sarana pendidikan dan terlalu jauh untuk di jangkau sekitar 25 KM dan Tidak ada sarana transportasi kemudian masyarakat kesulitan memasarkan hasil panen untuk meningkatnya daya belinya, 7) Peserta menginginkan perlu dilibatkan dalam setiap musyawarah perencanaan dan penganggaran dan dilibatkan pada saat pembahasan anggaran atau penyusunan anggaran daerah (APBD), dan posisi masyarakat sebagai fungsi kontrol bisa berjalan dengan baik, 8) Masyarakat sangat menyayangkan Pemerintah Kabupaten Sukabumi yang lambat menangani permasalahan.
Secara global hasil yang diperoleh dari kegiatan roadshow magang anggaran adalah sebagai berikut : 1) Adanya pengetahuan dan pemahaman warga tentang perencanaan dan penganggaran, 2) Lahirnya inovasi penerapan media photovoices dalam memperkuat proses usulan dalam musrenbang, 3) Adanya usulan prioritas masyarakat yang dijadikan sebagai bahan untuk disampaikan dalam kegiatan musrenbang, 4) Adanya keinginan warga miskin untuk terlibat dalam musrenbang, 5) Adanya keinginan perempuan untuk terlibat dalam musrenbang.
Dalam Curah Pendapat pada magang anggaran, ada beberapa capaian kegiatan yaitu :
1.        Ada Gambaran proses perencanaan dan penganggaran dari tingkat desa, kecamatan dan kabupaten
2.        Ada Gambaran dan sumber-sumber pendanaan untuk pelaksanaan pembangunan di desa seperti bisa di usulkan dalam musrenbang, program PNPM Mandiri, PNPM Generasi, Alokasi Dana Desa atau sektor yang tidak mengikat seperti swadaya masyarakat dan pengusaha lokal yang menggunakan lahan masyarakat sekitar.
3.        Ada Gambaran teknik-teknik fasilitasi musrenbang di desa dan kecamatan dengan berbagai variasi supaya menarik dengan cara menampilkan gambar berbagai potensi, masalah yang di hadapi kemudian memuat usulan dan di urutkan sesuai prioritasnya.
4.        Ada masukan-masukan informasi pelengkap data yang perlu untuk analisis anggaran.


PERAN KE TIGA LEMBAGA[2]
Pertama Photovoices International. Lembaga ini dengan kantor pusat di Bali bertujuan untuk memvisualisasikan hasil foto masyarakat dengan di bekali satu set kamera foto digital Olympus yang ada di wilayahnya masing-masing yakni di 5 Kecamatan (Kecamatan Kadudampit, Gunung Guruh, Cicantayan, Kebonpedes dan Cisolok) dan 11 Desa ( Desa Citamiang, Sukamanis, Gedepangrango, Hegarmanah, Cicantayan, Cikaret, Jambenenggang, Sirnaresmi, Gunung guruh, Cibentang dan Desa Sirnaresmi (Kasepuhan Adat Ciptagelar–Kec Cisolok) hasil foto ini adalah alat untuk penguatan kapasitas usulan masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran berupa visual karena gambar tidak bisa bohong dan bicara seadanya dan satu gambar bisa berbagai makna.
Kedua Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita (PPSW) adalah lembaga penyedia sumberdaya Wanita tingkat basis di mana masyarakat dampingan PPSW ini sebagai pelaku pengambilan gambar (photografer) di daerahnya dengan tujuan untuk mengidentifikasi potensi wilayah, kelebihan, kekurangan, hambatan, melihat kantung-kantung kebutuhan masyarakat baik masyarakat menengah dan miskin. masyarakat dampingan PPSW ini adalah pelaku utama yang akan mengawal usulan masyarakat  dari tingkat Dusun, Desa, Kecamatan dan Kabupaten dengan membawa bukti visualisasi lingkungannya.
Ketiga Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA Sukabumi) adalah lembaga yang khusus untuk melakukan penelitian dan pengembangan proses perencanaan dan penganggaran serta kebijakan-kebijakan Pemerintah Kabupaten Sukabumi. Lembaga ini tujuannya untuk memaparkan hasil analisis kebijakan Pemerintah Daerah dalam bidang Anggaran baik APBD 2009 atau RAPBD 2010 serta sumber-sumber pendanaan program yang di usulkan masyarakat melalui Musrenbang Desa dan Kecamatan. Selain itu masyarakat juga di ajak untuk melihat sektor-sektor anggaran yang memiskinkan dan penjajakan kebutuhan masyarakat miskin secara partisipatif untuk APBD 2010 dan RAPBD 2011. Metode yang dipergunakan dalam Magang Anggaran ini adalah Visualisasi hasil foto masyarakat, Curah Pendapat, melihat potensi wilayah dan masalahnya, membuat usulan dan mengurutkan prioritas usulan kemudian mencocokan sumber pendanaannya apakah usulan masyarakat bisa di danai dari dana yang sudah tersedia dari ADD yang pagunya di antara 99-117 juta rupiah pertahun/desa karena di sesuaikan dengan jumlah penduduk dan luas wilayah atau dari Program Nasional pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang bisa di usulkan di atas sepuluh juta rupiah sampai angka seratus juta atau dari APBD. Untuk alokasi anggaran dari PNPM sudah jelas anggarannya untuk setiap kecamatan dan desa seperti salah satunya untuk Kecamatan Kadudampit PNPM Mandiri mendapat 1 milyar rupiah untuk 9 desa dan di bagi dua kegiatan yakni fisik 75 % dan ekonomi 25 % dan PNPM generasi Sehat dan Cerdas untuk Kecamatan Kadudampit sejumlah 2 milyar untuk 9 desa. Dan dana untuk PNPM ini berbeda-beda di setiap Kecamatan disesuaikan dengan jumlah penduduk dan penerima manfaatnya. Dan alokasi PNPM ini memiliki perencanaannya sendiri dari tingkat dusun sampai kecamatan.  Sementara dana alokasi APBD akan masuk melalui  musrenbang dari tingkat Desa,Kecamatan dan Kabupaten. Jalur musrenbang ini alokasi anggarannya tidak jelas berapa anggaran yang akan di turunkan ke setiap kecamatan yang jelas masyarakat mengusulkan apa saja yang bisa mereka usulkan dan hasilnya entah seperti apa, apakah tahun-tahun kedepannya mereka akan mendapat hasil usulannya ataukah sama sekali tidak ada.karena selain pagunya tidak jelas juga sering terjadi pengalihan kegiatan proyek secara tidak jelas. Oleh karenanya FITRA sukabumi menggagas dengan Bappeda adanya pagu indikatif Kecamatan agar setiap kecamatan mendapat alokasi anggaran yang jelas dari APBD.
Flow Process Photovoices

Photovoices Data
(Visual & Informasi)
DESA
DATA INFORMASI
PERENCANAAN BERSAMA
Pelibatan semua komponen masyarakat :
1.       Pemerintahan Desa
2.       Kelompok masyarakat & perempuan
3.       Lembaga kemasyarakatan
4.       Tokoh Masyarakat/pemuda
5.      DLL
GOAL / TARGET CAPAIAN
1.     List prioritas pembangunan desa
2.     Klasifikasi proses dan post budget/penganggaran
·       Musrenbang
·       ADD
·       PNPM
·       Sektor  lain  (swasta  & pihak luar)
REKOMENDASI
Untuk  Pemerintah Kecamatan dan Kabupaten
 




[1] Ajat Zatnika merupakan personel FITRA Sukabumi, secara struktural organisasi FITRA Sukabumi sebagai manajer pengembangan program dan untuk program SAPA sebagai koordinator program
[2] FITRA Sukabumi, Photovoices International dan PPSW Pasoendan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar