”Pengembangan Media Fotografi dalam
Perencanaan Penganggaran”
Menggabungkan foto, pemberdayaan perempuan, dan partisipasi publik
Oleh : Ajat Zatnika[1]
PENGANTAR
Kabupaten Sukabumi terletak antara
106º49 samapi 107º Bujur Timur
60º57 - 70º25 Lintang selatan dengan batas wilayah administrasi sebelah
Utara dengan Kabupaten Bogor, sebelah Selatan dengan Samudera Indonesia,
sebelah Barat dengan Kabupaten Lebak, disebelah Timur dengan Kabupaten Cianjur.
Batas wilayah tersebut 40 % berbatasan dengan lautan dan 60% merupakan
daratan.Wilayah Kabupaten Sukabumi memiliki areal yang cukup luas yaitu ±
419.970 ha.
Penduduk Kabupaten Sukabumi berdasarkan
data tahun 2008 yaitu 2.437.395 jiwa yang terdiri dari 1.221.117 orang
laki-laki dan 1.216.218 orang perempuan, dan pada tahun 2009 sudah mencapai 2.458.952 jiwa. dengan laju pertumbuhan
penduduk 1,74 % dan kepadatan penduduk 590,45 orang per km persegi.
Ditinjau dari
sisi administrasi pemerintahan, dari tahun 2005 sampai tahun 2008 Kabupaten
Sukabumi mengalami pemekaran kecamatan dari 45 menjadi 47 kecamatan, pemekaran
desa dari 345 desa menjadi 363 desa dan 4 kelurahan, secara geografis begitu
luasnya Kabupaten Sukabumi, sehingga bisa dikatakan wilayah terluas di antara
pulau jawa dan bali. Kondisi geografis ini sangat berdampak pada proses
pembangunan dan menjadi kendala dalam melakukan akselerasi peningkatan
pembangunan serta pemberdayaan masyarakat. Maka berkembanglah isu pemekaran
Kabupaten Sukabumi yang pada awalnya pemekaran
wilayah kabupaten menjadi tiga daerah otonom baru, antara lain :
1. Kabupaten Sukabumi Utara
2. Kabupaten Palabuhan Ratu (induk)
3. Kabupaten Sukabumi Selatan.
Namun akhirnya rencana pemekaran kabupaten sukabumi dibagi menjadi 2
wilayah daerah otonom yaitu 1) Kabupaten Sukabumi sebagai kabupaten induk dan
2) Kabupaten Sukabumi Utara. Pemerintah Kabupaten Sukabumi telah mengagendakan rencana pemekaran
daerah pada tahun 2010 yaitu pasca pilkada bulan april 2010, seperti tertuang
dalam Perda No 1 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD). Dalam RPJMD tersebut, kebijakan pemekaran diimplementasikan dalam
program penataan wilayah administrasi kecamatan dan desa, serta program
percepatan pemekaran Kabupaten Sukabumi.
Pada tahun 2008
APBD Kabupaten Sukabumi sebesar 1,22 triliun. Jumlah sebesar itu diantaranya
diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 63,4 milyar, dengan Dana
Alokasi Umum (DAU) sebesar 827,1 milyar dan dana bagi hasil sebesar 83,2 milyar.
Adapun belanja pegawai kabupaten sukabumi pada tahun 2008 sebesar 705,8 milyar.
Sedangkan pada
tahun 2009 jumlah APBD kabupaten Sukabumi mengalami penurunan menjadi sebesar
1,19 triliun hal ini disebabkan karena jumlah belanja pegawai mengalami
peningkatan menjadi sebesar 859,3 milyar. Pendapatan Asli Daerah mencapai 82,5
milyar, dan dana bagi hasil mengalami penurunan menjadi sebesar 73,5 milyar.
Dana Alokasi Umum yang diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Sukabumi mencapai
855,8 milyar.
Praktik Perencanaan Dan Penganggaran di Kabupaten Sukabumi
Dalam hal proses perencanaan dan penganggaran bahwa Musrenbang sebagai sarana jaring aspirasi rakyat sebagai
salah satu jalan bagi rakyat untuk memperoleh haknya dalam anggaran yang
dikelola oleh pemerintah, namun proses perencanaan dan penganggaran masih
menjadi barang yang asing dimasyarakat. Kurangnya sosialisasi dari pemerintah
Kabupaten Sukabumi menjadikan musrenbang hanya menjadi rutinitas yang tidak
memiliki substansi dan jaminan yang jelas terhadap masyarakat akan usulannya,
apakah akan diakomodir atau tidak. Dan
masyarakatpun apatis, mereka tidak lagi mempersoalkan apakah usulannya
diakomodir atau tidak. Sehingga ketika usulannya hanya menjadi shopping list
dalam Musrenbang, tidak ada upaya dari masyarakat untuk melakukan advokasi agar
keinginan mereka dikabulkan dalam anggaran.
Kebijakan
Pemerintah Kabupaten Sukabumi yang tertuang dalam RPJMD 2006-2010 dan RKPD
Tahun 2009 telah memberikan peluang bagi warga untuk berperan serta dalam pembangunan dan diperkuat dengan Perda
No. 20 Tahun 2003 tentang Perencanaan Pembangunan Partisipatif yang didasarkan pada
prinsip partisipatif yang berorientasi pada pemecahan masalah sesuai dengan
transfaransi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan
di Kabupaten Sukabumi. Namun pada realitasnya masih banyak masyarakat yang
tidak bisa terlibat langsung dalam perencanaan pembangunan, hal ini dikarenakan
keterbatasan tingkat pengetahuan dan kemampuan warga dalam proses perencanaan
dan penganggaran.
Proses
perencanaan dan penganggaran merupakan sebuah proses untuk menentukan arah
kebijakan dalam anggaran publik (APBD) yang disusun dengan mempertimbangkan
keberpihakan terhadap kepentingan rakyat (pro
poor) sebagai pemanfaat langsung dalam penggunaan anggaran daerah. Oleh
karena itu, dalam pelaksanaan proses perencanaan dan penganggaran tentunya
harus memberikan peluang seluas-luasnya kepada masyarakat agar berpartisipasi
aktif untuk menjadi penentu arah keberpihakan anggaran. Permasalahannya, ternyata
pada tataran praktis, partisipasi warga di Kabupaten Sukabumi belum dijadikan
mainstream dalam perencanaan penganggaran. Hal ini disebabkan oleh beberapa
kendala seperti prosedur, komitmen atau political will dari pemerintah daerah,
serta kapasitas pemerintah daerah dan warga.
Praktik proses
perencanaan dan penganggaran yang terjadi di Kabupaten Sukabumi adalah sebagai
berikut :
1.
Tahapan
Persiapan Penjaringan
aspirasi masyarakat melalui Musrenbang dari tingkat Desa sampai tingkat
Kecamatan; Pada
tahap ini Kepala Desa dan Camat menetapkan Tim Penyelenggara Musrenbang. Tim
inilah yang kemudian menyusun jadwal serta agenda Musrenbang, mengumumkan atau
mengundang minimal 7 hari sebelum kegiatan dilaksanakan agar peserta dapat
melakukan pendaftaran. Tim ini juga yang menyiapkan materi serta notulen
pertemuan. Musrenbang ini menjadi forum untuk menjaring aspirasi masyarakat.
Namun pada kenyataannya yang hadir dalam musrenbang baik ditingkat desa maupun
di tingkat kecamatan sebagian besar didominasi oleh unsur pemerintah dan orang
yang biasa terlibat dalam musrenbang. Sedangkan masyarakat yang benar-benar
ingin mengusulkan kebutuhan berdasarkan realitas kebutuhan mendesak tidak
diundang dalam musrenbang.
2.
Waktu
Pelaksanaan Musrenbang Desa dan Kecamatan; Musrenbang Desa dilaksanakan pada bulan
Januari, dimana aspirasi masyarakat dapat digali melalui dialog atau musyawarah
antar kelompok-kelompok masyarakat.
Keluaran dari Musrenbangdes adalah penetapan prioritas kegiatan
pembangunan tahun mendatang sesuai dengan potensi serta permasalahan di desa
tersebut. Pada tahap ini juga ditetapkan daftar nama 3–5 orang delegasi dari
peserta Musrenbang Desa untuk menghadiri Musrenbang Kecamatan. Musrenbang
Kecamatan dilaksanakan pada bulan Februari, Keluaran dari Musrenbang di tingkat
kecamatan ini menetapkan daftar prioritas kegiatan pembangunan di wilayah
kecamatan. Prioritas kegiatan pembangunan ini disesuaikan menurut fungsi SKPD
dan penetapan anggaran yang akan didanai melalui APBD dan sumber pendanaan
lainnya. Hasil penetapan daftar prioritas ini kemudian disampaikan oleh
masing-masing delegasi kepada masyarakat pada masing-masing desa. Pada tahap ini juga ditetapkan delegasi untuk
mengikuti Musrenbang Kabupaten sebanyak 3 orang, tetapi tidak ada delegasi
untuk mengikuti forum SKPD.
3.
Intervensi
hak budget DPRD terlalu kuat; dimana anggota
DPRD sering mengusulkan kegiatan-kegiatan yang menyimpang jauh dari usulan
masyarakat yang dihasilkan dalam Musrenbang. Jadwal reses DPRD dengan proses
Musrenbang yang tidak match misalnya Musrenbang sudah dilakukan, baru DPRD
reses mengakibatkan banyak usulan DPRD yang kemudian muncul dan merubah hasil
Musrenbang. Intervensi legislatif ini kemungkinan didasari motif politis yakni
kepentingan untuk mencari dukungan konstituen sehingga anggota DPRD berperan
seperti sinterklas yang membagi-bagi proyek. Selain itu ada kemungkinan juga
didasari motif ekonomis yakni membuat proyek untuk mendapatkan tambahan income
bagi pribadi atau kelompoknya dengan mengharap bisa intervensi dalam aspek
pengadaan barang (procurement) atau pelaksanaan
kegiatan. Intervensi hak budget ini juga seringkali mengakibatkan pembahasan
RAPBD memakan waktu panjang untuk negosiasi antara eksekutif dan legislative.
Salah satu strategi dari pihak eksekutif untuk “menjinakkan” hak budget DPRD
ini misalnya dengan memberikan alokasi tertentu untuk DPRD missal dalam
penyaluran Bantuan Sosial (Bansos) ataupun pemberian “Dana Aspirasi” yang bisa
digunakan oleh anggota DPRD secara fleksibel untuk menjawab permintaan masyarakat.
(Penulis belum dapat menampilkan rincian
seberapa besar “dana aspirasi” yang termuat dalam APBD Kabupaten Sukabumi).
4.
Pendekatan
partisipatif dalam perencanaan melalui mekanisme musrenbang masih menjadi
retorika. Perencanaan pembangunan masih
didominasi oleh: Kebijakan kepala daerah, hasil reses DPRD dan Program dari
SKPD. Kondisi ini berakibat timbulnya akumulasi kekecewaan di tingkat desa dan
kecamatan yang sudah memenuhi kewajiban membuat rencana tapi realisasinya
sangat minim.
5.
Proses
Perencanaan kegiatan yang terpisah dari penganggaran, Karena ketidakjelasan informasi besaran anggaran, proses
Musrenbang kebanyakan masih bersifat menyusun daftar belanja (shopping list)
kegiatan. Banyak pihak seringkali membuat usulan sebanyak-banyaknya agar
probabilitas usulan yang disetujui juga semakin banyak. Ibarat memasang banyak
perangkap, agar banyak sasaran yang terjerat.
6.
Ketersediaan
dana yang tidak tepat waktu. Terpisahnya
proses perencanaan dan anggaran ini juga berlanjut pada saat penyediaan
anggaran. APBD disahkan pada bulan Januari / Februari tahun berjalan, tapi dana
seringkali lambat tersedia. Bukan hal yang aneh, walau tahun anggaran mulai per
1 Januari tapi sampai bulan Juli-pun anggaran program di tingkat SKPD masih
sulit didapatkan.
7.
Breakdown RPJPD ke RPJMD dan RPJMD ke RKPD seringkali
tidak nyambung (mismatch). RPJPD Kabupaten Sukabumi belum ada dan masih mengacu pada Renstra
Kabupaten Sukabumi tahun 2001-2010. Ada kecenderungan dokumen RPJP ataupun
RPJM/Renstra SKPD seringkali tidak dijadikan acuan secara serius dalam menyusun
RKPD/Renja SKPD. Kondisi ini muncul salah satunya disebabkan oleh kualitas
tenaga perencana di SKPD yang terbatas kuantitas dan kualitasnya. Dalam
beberapa kasus ditemui perencanaan hanya dibuat oleh Pengguna Anggaran dan
Bendahara, dan kurang melibatkan staf program sehingga banyak usulan kegiatan
yang sifatnya copy paste dari kegiatan yang lalu
dan tidak visioner.
8.
Kualitas
RPJPD, RPJM Daerah dan Renstra SKPD seringkali belum optimal. Beberapa kelemahan yang sering ditemui dalam penyusunan Rencana
tersebut adalah; indikator capaian yang seringkali tidak jelas dan tidak
terukur (kalimat berbunga-bunga), data dasar dan asumsi yang seringkali kurang
valid, serta analisis yang kurang mendalam dimana jarang ada analisis mendalam
yang mengarah pada “how to achieve” suatu target.
9.
Terlalu
banyak “order” dalam proses perencanaan dan
masing-masing ingin menjadi arus utama misalnya gender mainstreaming, poverty mainstreaming,
disaster mainstreaming dll. Perencana di daerah seringkali
kesulitan untuk menterjemahkan isu-isu tersebut. Selain itu “mainstreaming”
yang seharusnya dijadikan “prinsip gerakan pembangunan”.
10. Koordinasi antar SKPD untuk proses perencanaan
masih lemah sehingga kegiatan yang dibangun
jarang yang sinergis bahkan tidak jarang muncul egosektoral. Ada suatu kasus
dimana di suatu kawasan Dinas Kehutanan mendorong program reboisasi tapi disisi
lain Dinas Pertambangan memprogramkan ekploitasi tambang di lokasi tersebut.
11. Kualitas hasil Musrenbang Desa/Kecamatan
seringkali rendah karena kurangnya Fasilitator Musrenbang yang berkualitas. Fasilitasi proses perencanaan tingkat desa yang menurut PP 72
tahun 2005 diamanahkan untuk dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten (bisa via
Pemerintah Kecamatan) seringkali tidak berjalan. Proses fasilitasi hanya
diberikan dalam bentuk surat edaran agar desa melakukan Musrenbang, dan jarang
dalam bentuk bimbingan fasilitasi di lapangan.
12. Kurangnya keterlibatan masyarakat terutama kaum
perempuan, peserta musrenbang masih didominasi oleh aparat Desa dan
unsur Kecamatan serta Dinas/Instansi Kecamatan.
13. Pedoman untuk Musrenbang atau perencanaan
(misal Permendagri 66 tahun 2007) cukup rumit (complicated) dan
agak sulit untuk diterapkan secara mentah-mentah di daerah pelosok pedesaan
yang sebagian perangkat desa dan masyarakatnya mempunyai banyak keterbatasan
dalam hal pengetahuan, teknologi dll.
14. Monitoring dan
Evaluasi; Masyarakat
tidak dapat mengakses usulan Musrenbangdes dan Musrenbangkec sampai
ditetapkannya APBD, juga tidak dapat mengakses
hasil laporan pertanggung-jawaban Bupati Sukabumi dari hasil kinerjanya
melaksanakan anggaran. Laporan tahunan
tersebut hendaknya dapat diperoleh sebelum dibahas oleh dewan dan diputuskan
apakah pertanggung-jawaban tersebut diterima atau ditolak. Dalam
mengkritisi hendaknya harus jelas indikator yang digunakan, apakah pemerintah
dalam melakukan kegiatannya telah mempertimbangkan keterwakilan masyarakat? Dan
sebaiknya juga memperbandingkan antara laporan tertulis dengan kinerja di
lapangan. Jika memang tingkat penyimpangan dan kebohongan tinggi, dapat saja
diadvokasikan agar laporan tersebut ditolak atau paling tidak direvisi.
PENGEMBANGAN
MEDIA PHOTO VOICE
Media Photovoices merupakan sebuah metode inovatif yang menggunakan pendekatan non-tradisional dengan
menyediakan kamera dan pelatihan fotografi kepada masyarakat untuk
mendokumentasikan hal-hal penting dalam kehidupan mereka seperti keadaan
lingkungan alam, sosial masyarakat, budaya tradisional serta untuk merekam
proses perubahan, kelebihan-kelebihan, tantangan, serta harapan-harapan dimasa
depan. Metode ini mengajak masyarakat agar dapat
melihat, melindungi, dan mengontrol lingkungan, tata masyarakat, alam, budaya,
pembangunan dan hal-hal penting lainnya di wilayah mereka sendiri melalui media
fotografi. Dimana methode ini sebagai cara untuk mengumpulkan informasi secara
visual dan naratif dan dengan menambahkan pengetahuan dan nilai-nilai setempat
untuk perencanaan pembangunan, konservasi alam dan budaya yang diharapkan akan
memperluas dan melengkapi informasi yang telah ada bagi para pembuat keputusan
tentang arah pembangunan yang akan dilaksanakan diwilayah tersebut.
Metode photovoices
difokuskan untuk memfasilitasi dan menguatkan masyarakat marginal dan atau
kelompok minoritas dimana melalui media fotografi suaranya mampu didengar dan
ikut serta dalam perencanaan dan penganggaran, konservasi alam, dan atau konservasi budaya diwilayahnya.
Penerapan media photovoices yang dilaksanakan di Sukabumi dimotori oleh Photovoices International bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Sukabumi
dengan leading sektor Bappeda dan Bapemdes bersama FITRA Sukabumi dan PPSW Pasoendan untuk memfasilitasi dalam kegiatan
pemberdayaan masyarakat, disamping kegiatan utama untuk melakukan pemetaan
potensi desa secara menyeluruh, media photovoices juga difokuskan untuk merekam
kondisi sosial di masyarakat terutama yang berkaitan dengan sanitasi lingkungan, pendidikan, kesehatan
secara umum, dan kesehatan reproduksi perempuan, perempuan pekerja, peran
perempuan dalam masyarakat dan pembangunan serta pemberdayaan perempuan secara
lebih luas. Data informasi dari hasil kegiatan dokumentasi ini digunakan
sebagai salah satu bahan yang dapat membantu dan menunjang kegiatan musrenbang.
MEMBANGUN
KERJASAMA PROGRAM DALAM CAPACITY BUILDING MELALUI MAGANG ANGGARAN
Kerjasama
program yang dimaksud adalah bagaimana mengintegrasikan program yang dikelola
oleh Photovoices International, PPSW Pasoendan dan FITRA Sukabumi, dan salah
satunya adalah melakukan pengembangan kapasitas warga untuk terlibat serta
melakukan advokasi dalam proses perencanaan dan penganggaran, yaitu melalui
magang anggaran.
FITRA
Sukabumi melakukan magang anggaran dengan dua pendekatan yaitu ; pertama
pendekatan grassroot dengan cara roadshow ke desa-desa sekaligus dijadikan
sebagai kegiatan pra musrenbangdes, dan yang kedua pendekatan penguatan jaringan
NGO, CSO, organisasi kepemudaan dan organisasi kemahasiswaan serta perwakilan masyarakat
dari masing-masing desa dari 8 Kecamatan yang menjadi dampingan FITRA Sukabumi
yaitu Kecamatan Kebonpedes, Sukaraja, Sukabumi, Cisaat, Gunungguruh,
Kadudampit, Cicantayan dan Nagrak, yang dilakukan atau bertempat disekretariat
FITRA Sukabumi yang kita sebut dengan istilah “klinik anggaran”. Perwakilan warga dari desa, adalah warga yang
kualifikasi khusus dan di ambil secara acak seperti memiliki daya kritis, mampu
berkomunikasi dengan baik, yang diharapkan nantinya bisa mewakili desa atau
kecamatan untuk membawa hasil usulan musrenbang desa dan kecamatan dan dapat
melakukan pengawalan sampai ke tingkat Kabupaten.
Dalam kegiatan magang anggaran di klinik anggaran, yaitu
memberdayakan warga yang sudah pernah dilatih oleh FITRA Sukabumi pada pelatihan perencanaan dan penganggaran bagi
warga, yang merupakan strategi membangun dan meningkatkan kapasitas masyarakat
serta media transformasi pengetahuan masyarakat akan proses planning &
budgeting pemerintah daerah. Hanya pada tahap itu, tentunya proses transformasi
pengetahun dan teknik keterampilan mengadvokasi belum terserap secara maksimal,
maka perlu ditindaklanjuti dalam bentuk
pembinaan tekhnis kepada warga, agar ada peningkatan pengetahuan dan
keterampilan dalam memahami proses perencanaan dan penganggaran. Karena dalam
pelaksanaan training anggaran hanya dilaksanakan dalam waktu 2 hari, dan ini
menjadi tuntutan begitu banyaknya harapan dan keinginan masyarakat untuk bisa
lebih memahami tentang perencanaan dan penganggaran. Selama ini warga yang mengikuti
pelatihan tidak pernah mengetahui bagaimana proses perencanaan dan
penganggaran, bahkan mereka tidak pernah terlibat dalam proses tersebut.
Warga yang mengikuti kegiatan di “klinik
anggaran” kita bekali keterampilan-keterampilan dalam melakukan analisis
dokumen perencanaan dan penganggaran serta penguasaan mekanisme perencanaan dan
penganggaran. Dokumen yang di analisis dimulai dari dokumen RPJPD, RPJMD, RKPD,
Renstra SKPD, Renja SKPD, KUA-PPAS, RAPBD dan APBD, serta pembekalan penguasaan
wawasan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perencanaan dan
penganggaran.
Magang anggaran
berupa roadshow, dilakukan oleh tiga lembaga yaitu FITRA Sukabumi, Photovoices
International dan PPSW Pasoendan dengan memadukan media photovoices,
pemberdayaan perempuan dan keterlibatan masyarakat miskin.
Sebelum melakukan
roadshow atau turun ke lapangan, terlebih
dahulu dilakukan pengidentifikasian kantung-kantung
potensial masyarakat baik masyarakat menengah maupun miskin berkaitan dengan
data-data yang diperoleh Bapemdes Kabupaten Sukabumi. Kemudian ditetapkan kriteria penentuan lokasi, yakni;
merupakan kantung kemiskinan, representasi georgrafis dan kemudahan akses
(dampingan FITRA Sukabumi dan PPSW Pasoendan). Berdasarkan kriteria tersebut, akhirnya
lokasi Magang Anggaran yang diperoleh adalah ;
5 Kecamatan (Kecamatan Kadudampit, Gunung
Guruh, Cicantayan, Kebonpedes dan Cisolok) dan 11 Desa (Desa Citamiang,
Sukamanis, Gedepangrango, Hegarmanah, Cicantayan, Cikaret, Jambenenggang,
Sirnaresmi, Gunung guruh, Cibentang dan Desa Sirnaresmi (Kasepuhan Adat
Ciptagelar – Kecamatan Cisolok). Fasilitator yang turun ke lokasi desa dengan
masing-masing peran lembaga yang berbeda-beda untuk melakukan assesment pada
pra musrenbang pada bulan desember 2009 sebab musrenbang akan di laksanakan
pada bulan Januari untuk desa, Februari untuk Kecamatan dan Maret untuk
Kabupaten. Sementara diskusi di pandu oleh Tim Fhotovoices, Fasilitator dari
PPSW dan fasilitator teknis untuk perencanaan dan penganggarannya dari FITRA
Sukabumi. Sasaran dari kegiatan roadshow ini adalah masyarakat umum, terutama
warga miskin serta kaum perempuan.
Pada realitasnya, antusias warga sangat
terlihat ketika yang hadir dalam kegiatan roadshow tersebut ternyata lebih didominasi
terutama oleh kaum miskin dan kehadiran kaum perempuan rata-rata mencapai 40 %,
lebih dari target keterwakilan perempuan sebesar 30 %.
Adapun alur diskusi dalam roadshow magang anggaran yaitu
sebegai berikut :
·
Visualisasi Foto
menampilkan visualisasi hasil photo yang telah
dilakukan oleh warga yang telah dilatih oleh photovoices, photo ini
menggambarkan potensi dan permasalahan yang dihadapi di masing-masing desa
·
Usulan
warga dirangsang untuk menyampaikan usulan
kebutuhan yang selama ini dibutuhkan oleh masyarakat
·
Usulan prioritas
Usulan yang ada kemudian ditentukan bersama
mana yang menjadi skala prioritas untuk dijadikan sebagai bahan usulan dalam
musrenbangdes
·
Alokasi Dana
Alokasi dana juga ditentukan mana yang
bersumber dari pemerintah dan mana yang bisa dilakukan secara swadaya
·
Rekomendasi
Rekomendasi ini dibuat sebagai gambaran dan
terbangunnya komitmen antara pemerintah desa dan masyarakat untuk bersama-sama memajukan
desa.
Output langsung yang dihasilkan dalam kegiatan
tersebut adalah : 1) Dari hasil
curah pendapat dalam magang anggaran ada kesepakatan bersama yang dibuat
seperti masalah desa, potensi desa, usulan masyarakat dan membuat prioritas
usulan kemudian membuat rekomendasi sesuai dengan kebutuhan setiap desa dari 11
desa dan di 5 kecamatan, 2) Masyarakat
menginginkan adanya optimalisasi musrenbang desa, kecamatan dan
kabupaten serta adanya pengawalan oleh perwakilan masyarakat yang di tunjuk
dari desa sampai realisasi, 3) Hanya ada beberapa orang masyarakat yang
dilibatkan dalam musrenbang tetapi masyarakat belum bisa menyuarakan apa-apa
yang menjadi kebutuhan mendasar bagi mereka, 4) Pemerintah dalam hal ini aparat
ditingkat desa belum partisipatif dan transparansi dalam mewujudkan
pemerintahan yang baik, 5) Akses informasi publik dan fungsi kontrol mayarakat
terhadap APBD belum dijalankan secara optimal, 6) Saat ini APBD belum mengena
pada sasaran kegiatan yang dimaksud yang di inginkan masyarakat menyangkut
kesejahteraan masyarakat khususnya di 8 kecamatan sebagai wilayah dampingan
FITRA Sukabumi, Fhotovoices dan PPSW dan di desa-desa, sedangkan di Desa Sirnaresmi
Kasepuhan Adat Ciptagelar sama sekali tidak tersentuh bantuan dari pemerintah
Kabupaten Sukabumi baik sarana maupun prasarana dengan alasan ada di wilayah
Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) padahal warganya termasuk kategori
masyarakat miskin, jauh dari pusat kesehatan, pendidikan, perdagangan dan akses
sosial lainnya serta tidak ada fasilitas yang layak untuk sarana kesehatan
seperti tidak ada posyandu dan bidan. Untuk sarana pendidikan tidak ada
SLTP/sederajat dan anak usia sekolah drop out setelah SD karena tidak ada
sarana pendidikan dan terlalu jauh untuk di jangkau sekitar 25 KM dan Tidak ada
sarana transportasi kemudian masyarakat kesulitan memasarkan hasil panen untuk
meningkatnya daya belinya, 7) Peserta menginginkan perlu dilibatkan dalam
setiap musyawarah perencanaan dan penganggaran dan dilibatkan pada saat
pembahasan anggaran atau penyusunan anggaran daerah (APBD), dan posisi
masyarakat sebagai fungsi kontrol bisa berjalan dengan baik, 8) Masyarakat
sangat menyayangkan Pemerintah Kabupaten Sukabumi yang lambat menangani
permasalahan.
Secara global hasil yang diperoleh dari kegiatan roadshow magang anggaran adalah
sebagai berikut : 1) Adanya pengetahuan dan pemahaman warga tentang perencanaan
dan penganggaran, 2) Lahirnya inovasi penerapan media
photovoices dalam memperkuat proses usulan dalam musrenbang, 3) Adanya usulan
prioritas masyarakat yang dijadikan sebagai bahan untuk disampaikan dalam
kegiatan musrenbang, 4) Adanya keinginan warga miskin untuk terlibat dalam musrenbang,
5) Adanya keinginan perempuan untuk terlibat dalam musrenbang.
Dalam Curah Pendapat pada magang anggaran, ada beberapa
capaian kegiatan yaitu :
1.
Ada Gambaran proses perencanaan dan
penganggaran dari tingkat desa, kecamatan dan kabupaten
2.
Ada Gambaran dan sumber-sumber pendanaan untuk
pelaksanaan pembangunan di desa seperti bisa di usulkan dalam musrenbang,
program PNPM Mandiri, PNPM Generasi, Alokasi Dana Desa atau sektor yang tidak
mengikat seperti swadaya masyarakat dan pengusaha lokal yang menggunakan lahan
masyarakat sekitar.
3.
Ada Gambaran teknik-teknik fasilitasi
musrenbang di desa dan kecamatan dengan berbagai variasi supaya menarik dengan
cara menampilkan gambar berbagai potensi, masalah yang di hadapi kemudian
memuat usulan dan di urutkan sesuai prioritasnya.
4.
Ada masukan-masukan informasi pelengkap data
yang perlu untuk analisis anggaran.
PERAN KE TIGA LEMBAGA[2]
Pertama Photovoices International. Lembaga ini dengan
kantor pusat di Bali bertujuan untuk memvisualisasikan hasil foto masyarakat
dengan di bekali satu set kamera foto digital Olympus yang ada di wilayahnya
masing-masing yakni di 5 Kecamatan (Kecamatan Kadudampit, Gunung Guruh,
Cicantayan, Kebonpedes dan Cisolok) dan 11 Desa ( Desa Citamiang, Sukamanis,
Gedepangrango, Hegarmanah, Cicantayan, Cikaret, Jambenenggang, Sirnaresmi,
Gunung guruh, Cibentang dan Desa Sirnaresmi (Kasepuhan Adat Ciptagelar–Kec
Cisolok) hasil foto ini adalah alat untuk penguatan kapasitas usulan masyarakat
dalam proses perencanaan dan penganggaran berupa visual karena gambar tidak
bisa bohong dan bicara seadanya dan satu gambar bisa berbagai makna.
Kedua Pusat
Pengembangan Sumberdaya Wanita (PPSW) adalah lembaga penyedia sumberdaya Wanita
tingkat basis di mana masyarakat dampingan PPSW ini sebagai pelaku pengambilan
gambar (photografer) di daerahnya dengan tujuan untuk mengidentifikasi potensi
wilayah, kelebihan, kekurangan, hambatan, melihat kantung-kantung kebutuhan
masyarakat baik masyarakat menengah dan miskin. masyarakat dampingan PPSW ini
adalah pelaku utama yang akan mengawal usulan masyarakat dari tingkat Dusun, Desa, Kecamatan dan
Kabupaten dengan membawa bukti visualisasi lingkungannya.
Ketiga Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA
Sukabumi) adalah lembaga yang khusus untuk melakukan
penelitian dan pengembangan proses perencanaan
dan penganggaran serta kebijakan-kebijakan Pemerintah Kabupaten Sukabumi. Lembaga ini tujuannya untuk
memaparkan hasil analisis kebijakan Pemerintah Daerah dalam bidang Anggaran
baik APBD 2009 atau RAPBD 2010 serta sumber-sumber pendanaan program yang di
usulkan masyarakat melalui Musrenbang Desa dan Kecamatan. Selain itu masyarakat
juga di ajak untuk melihat sektor-sektor anggaran
yang memiskinkan dan penjajakan kebutuhan masyarakat miskin secara partisipatif
untuk APBD 2010 dan RAPBD 2011. Metode yang dipergunakan dalam Magang Anggaran
ini adalah Visualisasi hasil foto masyarakat, Curah Pendapat, melihat potensi
wilayah dan masalahnya, membuat usulan dan mengurutkan prioritas usulan
kemudian mencocokan sumber pendanaannya apakah usulan masyarakat bisa di danai
dari dana yang sudah tersedia dari ADD yang pagunya di antara 99-117 juta
rupiah pertahun/desa karena di sesuaikan dengan jumlah penduduk dan luas
wilayah atau dari Program Nasional pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang bisa di
usulkan di atas sepuluh juta rupiah sampai angka seratus juta atau dari APBD.
Untuk alokasi anggaran dari PNPM sudah jelas anggarannya untuk setiap kecamatan
dan desa seperti salah satunya untuk Kecamatan Kadudampit PNPM Mandiri mendapat
1 milyar rupiah untuk 9 desa dan di bagi dua kegiatan yakni fisik 75 % dan
ekonomi 25 % dan PNPM generasi Sehat dan Cerdas untuk Kecamatan Kadudampit
sejumlah 2 milyar untuk 9 desa. Dan dana untuk PNPM ini berbeda-beda di setiap
Kecamatan disesuaikan dengan jumlah penduduk dan penerima manfaatnya. Dan
alokasi PNPM ini memiliki perencanaannya sendiri dari tingkat dusun sampai
kecamatan. Sementara dana alokasi APBD
akan masuk melalui musrenbang dari
tingkat Desa,Kecamatan dan Kabupaten. Jalur musrenbang ini alokasi anggarannya
tidak jelas berapa anggaran yang akan di turunkan ke setiap kecamatan yang jelas
masyarakat mengusulkan apa saja yang bisa mereka usulkan dan hasilnya entah
seperti apa, apakah tahun-tahun kedepannya mereka akan mendapat hasil usulannya
ataukah sama sekali tidak ada.karena selain pagunya tidak jelas juga sering
terjadi pengalihan kegiatan proyek secara tidak jelas. Oleh karenanya FITRA
sukabumi menggagas dengan Bappeda adanya pagu indikatif Kecamatan agar setiap
kecamatan mendapat alokasi anggaran yang jelas dari APBD.
Flow Process Photovoices
Photovoices Data
(Visual & Informasi)
|
DESA
DATA INFORMASI
|
PERENCANAAN BERSAMA
Pelibatan semua komponen masyarakat :
1. Pemerintahan
Desa
2. Kelompok
masyarakat & perempuan
3. Lembaga
kemasyarakatan
4. Tokoh
Masyarakat/pemuda
5. DLL
|
GOAL / TARGET CAPAIAN
1. List prioritas pembangunan desa
2. Klasifikasi proses dan post budget/penganggaran
· Musrenbang
· ADD
· PNPM
· Sektor lain (swasta
& pihak luar)
|
REKOMENDASI
Untuk
Pemerintah Kecamatan dan Kabupaten
|